Dunia sedang dilanda inflasi tinggi. Amerika Serikat, sebagai negara adidaya, juga tak lepas dari ancaman ini. Bahkan, dengan angka 8.6%, tingkat inflasi AS adalah yang tertinggi sejak 41 tahun terakhir. Beberapa negara di belahan benua Amerika yang lain dan juga yang ada di benua Eropa pun mengalami hal yang sama.
Bagaimana dengan Indonesia?
Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyatakan, bahwa inflasi Juni meningkat 0.61% lebih tinggi daripada Mei 2022. Ini artinya angka inflasi mencapai 4.35% secara tahunan. Angka ini melampaui target Bank Indonesia dan menjadi yang tertinggi sejak 2017.
Apa sih, inflasi? Apa pengaruhnya untuk kondisi keuangan pribadi kita, terutama investasi kita? Yuk, kita bahas bareng.
Pengertian Inflasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, inflasi diartikan sebagai kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang.
Sedangkan definisi inflasi menurut Bank Indonesia adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan merujuk ke metadata SEKI-IHK.
BPS sendiri memberikan penjelasan bahwa inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, inflasi mengalami kenaikan.
Efek dari Inflasi Tinggi
Infografis di atas menunjukkan kondisi inflasi Indonesia sampai dengan Juni 2022, yang dikeluarkan oleh BPS.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam satu kesempatan mengatakan, bahwa lonjakan inflasi tahun ini lebih banyak disebabkan oleh faktor krisis energi dan pangan, serta berbagai isu yang menyebabkan ketidakpastian global. Menurut bendahara negara tersebut, diperkirakan inflasi di Indonesia bisa mencapai 4.5% di semester II 2022 ini.
Ada beberapa dampak yang mesti diwaspadai akibat inflasi tinggi yang biasanya lantas terjadi. Di antaranya:
Terhadap pendapatan
Efek paling signifikan akibat inflasi tinggi terjadi pada mereka yang punya penghasilan tetap. Jika tidak diiringi dengan kenaikan gaji atau penghasilan, inflasi tinggi akan menekan daya belinya. Misalnya, jika sebelumnya dengan uang Rp100.000 bisa membeli bahan lauk pauk selama seminggu, dengan inflasi yang tinggi, mungkin hanya bisa untuk membeli bahan makanan untuk 5 hari saja.
Terhadap simpanan uang
Uang akan menurun nilainya seiring naiknya inflasi. Seperti yang diilustrasikan pada poin di atas, ketika nilai uang Rp100.000 hari ini akan berbeda dengan nilai uang yang sama setahun yang lalu—bahkan bisa jadi sebulan yang lalu.
Minat menabung juga jadi berkurang karenanya. Apalagi dengan biaya admin bank yang tinggi. Tabungan justru berkurang jika hanya disimpan di bank.
Terhadap perekonomian nasional
Salah satu kondisi akibat dampak inflasi tinggi terhadap makro ekonomi adalah peluang naiknya suku bunga.
Kenaikan suku bunga memang biasanya menjadi langkah para pemegang wewenang untuk mengendalikan laju inflasi. Dengan menaikkan suku bunga, peredaran uang di masyarakat bisa ditekan. Namun, hal ini juga akan membawa dampak bagi perusahaan dengan semakin beratnya beban utang yang biasanya diperoleh dari bank. Dengan beban yang semakin bertambah, keuntungan bisnis juga berkurang, yang kemudian berakibat pada harga saham yang tertekan, jika perusahaan itu merupakan perusahaan terbuka.
Akibatnya investasi menjadi hal yang “menakutkan” di kala inflasi tinggi.
Inflasi Tinggi, Jangan Surutkan Semangat Investasi
Inflasi tinggi, ya masa lantas kita surut berinvestasi? Kalau memang sudah melek literasi finansial, harusnya momen ini malah bisa dimanfaatkan untuk bisa mendapatkan keuntungan.
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk bisa tetap berinvestasi saat inflasi tinggi, dan juga mengharapkan imbal yang optimal?
Kenali Profil Risiko
Ini adalah PR pertama yang harus dilakukan oleh investor mana pun. Karena dengan mengenali diri sendiri, kita juga akan tahu instrumen apa yang paling optimal untuk dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan.
Untuk tipe konservatif, fixed income atau pasar uang tetap jadi pilihan terbaik. Sedangkan bagi yang moderat, 30 – 40% bisa ditempatkan di saham. Meski demikian, tetapi harus sadar penuh bahwa saham adalah high risk-high return. Dan, di saat inflasi tinggi, risiko saham juga semakin tinggi. Karena itu, perlu juga manajemen risiko dengan memiliki instrumen lain, misalnya obligasi dengan kupon tetap.
Kembali ke Tujuan Keuangan
Yap, mari kembali ke tujuan keuangan masing-masing jika ingin investasi saat inflasi tinggi. Buat yang jangka waktunya tak panjang lagi, bisa mulai dipertimbangkan untuk dipindah ke instrumen yang lebih rendah risiko.
Perhitungkan dengan tepat, kapan hasil investasi akan dibutuhkan. Bersiap jika memang sudah dekat, dan nilainya kemungkinan turun.
Taruh Modal Kecil
Ini adalah salah satu tip investasi saat inflasi tinggi ala Warren Buffett, sang CEO Berkshire Hathaway, si investor legendaris.
Beliau menegaskan, bahwa sedapat mungkin hindari untuk investasi pada instrumen yang butuh modal besar saat inflasi tinggi. So, untuk menjalankan tip ini, kamu bisa mencoba investasi dengan metode dollar cost averaging.
Dollar cost averaging adalah metode investasi yang memungkinkanmu untuk membeli instrumen investasi pada harga rata-rata. Misalnya, kamu punya modal Rp20 juta untuk diinvestasikan pada saham. Bagilah Rp20 juta ini menjadi 5 dengan masing-masing Rp4 juta diinvestasikan setiap bulannya. Dengan demikian, kamu tak perlu terlalu khawatir naik turunnya harga di pasar dalam 5 bulan tersebut, karena kamu tetap akan berinvestasi Rp4 juta setiap bulannya secara konsisten. Pada akhirnya, nilai investasimu akan lebih stabil dengan cara ini.
Investasi pada Diri Sendiri
Masih tip investasi dari Warren Buffett, saat rapat pemegang saham tahun 2009, ia mengatakan, bahwa sebaik-baiknya investasi yang bisa dilakukan untuk melindungi diri dan aset dari inflasi tinggi adalah investasi pada diri sendiri.
Artinya, yuk, upgrade diri. Kamu bisa melakukannya dengan belajar ilmu lebih banyak, bisa yang sesuai minat, atau kebutuhan pekerjaanmu saat ini. Dengan demikian, mungkin nantinya akan terbuka peluang untuk mendapat penghasilan tambahan ataupun kenaikan penghasilan alias gaji di kantor karena kompetensimu meningkat.
Ini adalah sebaik-baiknya “senjata” melawan inflasi tinggi sementara kamu masih dalam usia produktif, ya kan?
Berinvestasi pada Instrumen yang Tepat
Perlindungan terbaik kedua dari inflasi tinggi adalah memilih berinvestasi pada bisnis yang tahan terhadap krisis, yaitu perusahaan yang produknya dibutuhkan oleh orang banyak. Pastinya ini berlaku untuk investasi saham ya.
Salah satu contoh bisnis yang akan terus berjalan meski krisis datang adalah sektor consumers good. Untuk memilih saham mana yang harus dikoleksi, kamu bisa melakukan analisis fundamental dengan meneliti laporan keuangan perusahaan emitennya. Cermati dengan saksama ya.
Simpan Cash Seminimal Mungkin
Kondisi-kondisi yang membuat ekonomi rapuh seperti halnya perang, bisa menjadi salah satu penyebab inflasi tinggi. Karena itu, Warren Buffett juga menyarankan agar kita menyimpan aset dalam bentuk uang seminimal mungkin.
Beliau berpendapat, selama sejarah, jika terjadi perang maka nilai uang akan turun. So, hal terakhir yang kamu lakukan adalah menyimpan uang dalam bentuk cash, misalnya dalam bentuk tabungan biasa. Warren Buffett mencontohkan, instrumen investasi terbaik untuk dimiliki saat krisis adalah properti atau sekuritas.
Nah, itu dia beberapa hal yang perlu kamu pertimbangkan untuk tetap bisa berinvestasi saat inflasi tinggi. Semoga membantu ya, dan semoga kondisi ini segera teratasi dengan baik.