Inflasi tinggi dikabarkan melanda ASEAN atau kawasan Asia Tenggara. Filipina adalah salah satu negara yang mengalaminya, yang angka inflasinya menembus 6.4% di bulan Juli 2022. Angka inflasi ini tertinggi sejak 2018, dan melebihi angka perkiraan bank sentral Filipina yang sebesar 5.6 – 6.4%, sementara targetnya adalah 2 – 4% saja.
Kondisi inflasi yang melonjak ini akhirnya memaksa Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), bank sentral Filipina tersebut, merumuskan rencana pengetatan kebijakan moneter pada 18 Agustus 2022 mendatang. Naga-naganya, suku bunga akan dinaikkan 25 hingga 50 bps. Padahal masih di tahun ini, bank sentral Filipina sudah menaikkan suku bunga total sebesar 125 bps demi menekan laju inflasi.
Apakah Kondisi di Negara ASEAN yang Lain Sama?
Mari kita cermati grafik berikut, yang menunjukkan inflasi tahunan 10 negara ASEAN yang diupdate Juni 2022.
Sementara, di bulan Juli 2022, inflasi Indonesia tembus ke angka 4.94%, yang menjadi tertinggi sejak Oktober 2015. Kenaikan ini banyak disebabkan oleh kenaikan harga komoditas terutama pangan, juga tarif transportasi serta listrik.
Sementara Thailand juga mengalami peningkatan inflasi hingga 7.61% dalam bulan Juli 2022. Singapura, saat ini masih menggunakan data inflasi bulan Juni 2022, inflasinya mencapai 6.7%. Malaysia juga mengalami kenaikan inflasi meskipun tidak sedrastis negara ASEAN lain, yakni 3.4%.
Cara-Cara Negara ASEAN Mengatasi Laju Inflasi Tinggi
Efek pandemi masih belum hilang betul, terutama pada sektor ekonomi. Hal ini juga dialami oleh hampir semua negara ASEAN. Bahkan Bank Dunia sudah memprediksikan kalau harga pangan bakalan naik hingga 20% tahun ini lantaran berbagai tekanan yang terjadi.
Dalam bulan Mei 2022 saja, harga pangan naik 22.8% menurut indeks harga pangan FAO, lantaran didorong meningkatnya harga sereal dan daging.
Lalu, bagaimana cara-cara negara ASEAN mengatasi hal ini? Berikut beberapa hal yang dilakukan seperti yang dilansir dari South China Morning Post.
Indonesia
Pemerintah meningkatkan subsidi energi sebesar USD 23.8 miliar, setelah disetujui oleh DPR. Skema ini dianggap adalah solusi yang paling tepat untuk menahan laju harga energi. Hal ini terjadi di saat yang sama dengan pencabutan larangan ekspor minyak sawit yang telah berlaku selama 3 minggu demi menjaga pasokan dalam negeri.
Meski demikian, inflasi Indonesia masih terus melaju, melebihi target Bank Indonesia yang sebesar 2 – 4%, yakni sebesar 4.35% YoY di bulan Juni 2022.
Salah satu dampak inflasi yang harus segera diatasi adalah lonjakan harga BBM dan pangan. Tagihan subsidi bakalan menyebabkan defisit anggarna yang lebih besar, meskipun pendapatan meningkat.
Malaysia
Untuk mengatasi inflasi tinggi, negara menara kembar ini telah memberlakukan larangan ekspor ayam sejak 1 Juni 2022. FYI, Malaysia mengalami kelangkaan daging ayam akibat terbatasnya akses ke bahan baku pakan, seperti jagung dan kedelai.
Saat ini, diketahui pasokan daging ayam sudah stabil, tetapi larangan ekspor masih diberlakukan sehingga berdampak bagi Singapura yang menggantungkan sepertiga kebutuhan akan daging ayam nasional pada Malaysia.
Stimulus senilai 630 juta ringgit, atau sekitar USD 142 juta, telah digelontorkan juga bagi keluarga prasejahtera di negara tersebut. Bahkan dibentuk pula satuan khusus bernama Jihad Melawan Inflasi, yang bertugas memonitor pasar terutama mengendalikan harga eceran minyak goreng.
Filipina
Inflasi tinggi yang terjadi di Filipina terutama didorong oleh biaya transportasi dan utilitas yang naik signifikan.
Presiden Marcos yang barus saja terpilih mengendalikan inflasi dengan meningkatkan impor daging babi, ayam, dan sapi, dan juga meningkatkan produksi beras dan jagung lokal. Sementara, subsidi BBM akan terus dilakukan untuk komuter, dan membatasi penggunaan kereta gratis untuk pelajar.
Singapura
Singapura mengalami inflasi tinggi setelah harga pangan dan utilitas naik drastis. Kebijakan moneter pun disiapkan, dengan berfokus pada nilai tukar bank setral, sehingga diharapkan nilai dolar Singapura terapresiasi dan inflasi impor pun dapat ditekan.
Pemerintah negara Merlion tersebut juga memberikan paket bantuan senilai SGD 1.5 miliar untuk warga negara Singapura berpenghasilan rendah.
Thailand
Thailand telah menghabiskan pinjaman selama pandemi. Dengan demikian, ada beberapa pilihan untuk mengatasi inflasi tinggi yang terjadi di negara tersebut.
Bank sentral Thailand sedang berwacana untuk menaikkan suku bunga acuan di bulan Agustus, meskipun ini nantinya akan menekan daya beli masyarakat.
Indonesia Menjauh dari Resesi
Kuartal II 2022, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5.44%. Ini jauh melebihi ekspektasi baik dari pemerintah sendiri, pun dari Bank Dunia dan IMF. Dengan demikian, bisa dikatakan Indonesia menjauh dari kemungkinan resesi ekonomi yang diprediksi datang ke berbagai negara.
Ada beberapa faktor yang diketahui berperan penting dalam upaya menjauhkan Indonesia dari kemungkinan resesi ini. Di antaranya:
Konsumsi masyarakat
Konsumsi masyarakat yang meningkat menjadi faktor yang menguntungkan bagi Indonesia. Tercatat ada peningkatan sebesar 5.51% year on year. Sementara porsi konsumsi ini mengambil jatah 51.47% dari indikator ekonomi yang bertumbuh. So, semakin banyak kita belanja, pertumbuhan ekonomi negara kita semakin baik. Hal ini terjadi lantaran adanya pelonggaran aktivitas masyarakat selepas pandemi.
Ekspor
Ekspor Indonesia bertumbuh mencapai 19.74% di kuartal II 2022. Sejumlah komoditas unggulan menjadi pendorong, seperti batubara, kelapa sawit, hingga nikel. Semua ini bisa terjadi lantaran adanya gangguan rantai pasok komoditas di dunia akibat konflik geopolitik yang terjadi di Ukraina dan Rusia.
Impor
Kinerja impor pun tak ketinggalan untuk ikut melesat sebesar 12.34%, terutama impor bahan baku industri dalam negeri.
Tetap Waspada
Meski dari data, Indonesia bisa dibilang semakin jauh dari kemungkinan resesi, tetapi sebaiknya sih tetap waspada.
Jika nanti ternyata di kuartal III dan IV kita mengalami pertumbuhan minus, misalnya menjadi 5% atau turun 4%, maka itu secara teknis bisa dibilang kita jatuh dalam resesi ekonomi. Meskipun tidak benar-benar 0%, atau bahkan minus sekian persen, seperti yang terjadi saat pandemi lalu. Efeknya juga tidak akan terlalu besar.
Menurut beberapa pakar ekonomi, rata-rata negara akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV, tetapi juga tidak akan terjadi resesi skala besar.
Jadi, dari kita sendiri—warga negara Indonesia—apa yang bisa dilakukan untuk ikut menjaga pertumbuhan ekonomi negara kita?
Ada beberapa hal:
- Tetap berbelanja, agar peredaran uang tetap berjalan. Kita bisa belanja di warung-warung lokal, di tetangga atau di pasar tradisional. Ingat, bahwa konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung ekonomi negara kita agar tetap berjalan.
- Belanja produk lokal, kurangi belanja barang impor.
- Mengeluarkan uang dengan bijak, sesuai kebutuhan dan kemampuan.
- Jangan lupa perkuat dana darurat, karena tidak ada yang pernah bisa memastikan kapan krisis bisa berakhir
- Tetap berinvestasi dan menabung, sesuai rencana keuangan.
Semoga situasi sulit bisa segera berlalu, dan kita semua bisa survive kembali.