PayPal lagi trending di mana-mana, semua gara-gara pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo terkait aturan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik, alias PSE.
Gimana kabar kamu? Apakah kamu salah satu pengguna PayPal? Apakah kamu masih punya dana nyangkut di platform tersebut?
However, pagi ini baca berita katanya sih, PayPal sedang memproses pendaftarannya, mengikuti aturan yang ada sebagai PSE Lingkup Privat. Semoga kemudian juga dibarengi dengan memproses izin beroperasi dari Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan ya. Pasalnya, ya memang begitulah aturannya sedari dulu, bahwa setiap pihak yang pengin menjalankan bisnis yang berkaitan dengan sistem pembayaran haruslah mendapatkan izin dari otoritas tertinggi. Dalam hal ini tentu saja Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Semua ini sudah ada undang-undangnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Ini berlaku buat siapa saja. Termasuk fintech, tak terkecuali PayPal.
Masalahnya memang sebelumnya—mungkin—belum ditindak aja. Dan, sekarang memang aturan apa pun sedang diperketat. Berasa kan, akhir-akhir ini pemerintah tight banget soal peraturan-peraturan? Pasalnya, memang sudah terlalu lama warga +62—dan juga pihak asing—dibiarkan untuk ngapain aja padahal melanggar aturan.
Tapi, penasaran enggak bagaimana kondisinya di negara lain? Apakah PayPal juga harus menghadapi isu yang sama? Ataukah, hal ini hanya terjadi di Indonesia? Dan, bagaimana hal ini berefek ke perkembangan bisnisnya?
Mau tahu? Coba yuk, kita telusuri. Namun, sebelum itu, ada baiknya kita lihat dulu jejak dan sejarah berkembangnya PayPal ya, karena hal ini nantinya akan berkaitan erat.
Apa Itu PayPal?
Paypal Holding Inc, berkantor pusat di California, Amerika Serikat. Ribuan—atau mungkin jutaan?—masyarakat Indonesia sudah menggunakan platform ini sejak lama, sehingga pantaslah diperhitungkan revenue-nya yang cukup signifikan.
Faktanya, platform ini memang merupakan yang terbesar, dan menjadi alternatif sistem pembayaran online mengglobal. Selain dipakai untuk mengirim dan menerima dana, banyak pengguna juga mengendapkan saldo mereka di akun masing-masing, karena tanpa biaya admin. Nantinya kalau sudah banyak bisa dicairkan ke bank lokal, asalkan kita sudah memasukkan datanya dengan benar.
Selain banyak fitur yang bermanfaat bagi pengguna individu, PayPal juga menyediakan layanan payment gateway yang bisa diintegrasikan ke dalam sistem ecommerce jenis apa pun. So, inilah yang paling disukai dari PayPal; sudah diterima di banyak ecommerce, online shop, dan penyedia jasa ataupun barang apa pun. Hal yang belum banyak dilakukan oleh layanan sejenisnya.
Sejarah Berdirinya PayPal
Syahdan di tahun 1998, sebuah perusahaan pengembang perangkat lunak bernama Confinity didirikan oleh Luke Nosek, Ken Howery, Peter Thiel, dan Max Levchin. Perusahaan ini bersaing dengan X.com yang dibesut oleh Elon Musk, Harris Fricker, Christopher Payne, dan Ed Ho. Alih-alih mempertahankan status kompetitornya, Confinity justru merger dengan X.com, dan kemudian perusahaan hasil merger tersebut diberi nama PayPal.
Setelah beberapa lama dikembangkan, PayPal lantas memfokuskan bisnis dengan menjadi bagian dari eBay, sebuah platform ecommerce berbasis lelang yang sangat populer di zamannya (atau sampai sekarang juga ya? Kayaknya sih sudah semakin jarang kedengaran). Langkah ini ternyata sangat tepat, terbukti dengan melonjaknya jumlah pengguna PayPal hingga mencapai 10 ribu akun hanya dalam waktu 1 tahun.
Padahal sebenarnya, eBay memiliki sistem pembayarannya sendiri, yang bernama Billpoint. Tapi ternyata justru kalah berkembang dari PayPal. Atas dasar hal ini, eBay pun memutuskan untuk mengakuisisi PayPal tahun 2002, yang saat itu sudah melantai di bursa Nasdaq. Dengan demikian, PayPal pun resmi menjadi sistem pembayaran utama di eBay.
Seiring waktu, PayPal semakin banyak mengakuisisi perusahaan penyedia layanan keuangan lainnya. Sebut saja seperti Braintree, Bill Me, Later, dan sebagainya. Langkah ini lantas membuat PayPal mampu menyediakan berbagai produk dan fitur keuangan yang banyak jenisnya, sehingga semakin mendorong popularitasnya. Penggunanya bertambah berkali lipat, yang datang dari berbagai negara di dunia.
Lepas dari eBay tahun 2014, PayPal pun menjadi perusahaan tersendiri, meskipun tetap menjadi sistem pembayaran utamanya. Bekerja sama dengan Mastercard, PayPal lantas merilis produk kartu debit dan kartu kreditnya sendiri, yang menandai dimulainya ekspansi bisnis platform pembayaran online ini ke ranah offline.
Beragam metode pembayaran pun ditambahkan dan dikembangkan, mulai dari PayPal Credit, PayPal Cash, rewards balance, hingga rekening. Hal ini pun membuat banyak orang yang salah kaprah, dengan menganggap PayPal sebagai bank—padahal mah, bukan.
Strategi bisnis PayPal ini pun berhasil mendongkrak posisinya menjadi leader dan top of mind penyedia jasa layanan keuangan online.
Perkembangan Bisnis PayPal
Seperti yang dilansir dari Databoks dari katadata.co.id menurut laporan Business of Apps, kita bisa melihat dari grafik di atas bahwa PayPal sudah melakukan 19.3 miliar transaksi sepanjang tahun 2021. Angka ini meningkat dari statistik tahun 2020 yang menunjukkan 15.4 miliar transaksi. Hal ini juga terkait dengan meningkatnya jumlah pengguna yang mencapai 426 juta di akhir tahun 2021 secara global.
Situs investor.pypl.com merilis laporan keuangan kuartal I 2021, dan menurut data, PayPal bisa melakukan transaksi terhadap 100 mata uang yang berbeda, menyimpan 50 mata uang, melayani 30 juta merchant, dengan total volume pembayaran USD 1.25 triliun. Ini lebih besar loh, daripada GDP Indonesia tahun 2021.
Status Perizinan PayPal
So, kita sudah tahu bahwa PayPal merangsek ke berbagai negara di dunia. Hal ini pun membuat PayPal harus patuh terhadap aturan yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Yaaa, seperti kata pepatahh kan. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Di negeri asalnya, PayPal berlisensi sebagai penyedia jasa layanan pengiriman uang, alias money transmitters. Karena itu, PayPal harus tunduk terhadap sejumlah undang-undang yang berlaku di Amerika Serikat yang berkaitan erat dengan layanan ini. Seperti aturan Electronic Funds Transfer Act.
Dalam lingkup Masyarakat Ekonomi Eropa, PayPal berlisensi sebagai bank, dan lisensi ini berlaku untuk seluruh negara yang ada di benua biru tersebut. Lisensinya dikeluarkan oleh otoritas semacam Otoritas Jasa Keuangan kalau di +62, yang disebut Commission de Survaillance du Sector Financier (CSSF).
Sementara di negara tetangga kita, Singapura, PayPal dikategorikan dalam Store Value Facility, sehingga harus patuh pada Payment Systems Act yang dikeluarkan oleh pemerintah Singapura. Di Australia beda lagi, karena di sana yang berwewenang untuk mengatur fasilitas pembayaran nontunai bernama Australia Financial Services.
PayPal di Indonesia
Nah, kalau di berbagai negara, PayPal mau tunduk dan mengurus perizinan operasionalnya, apa yang terjadi di Indonesia? Mengapa seakan PayPal abai akan aturan yang ada, dan—menurut keterangan Kominfo—malah terkesan asal-asalan dalam mendaftarkan layanannya dalam PSE? Apakah ada masalah lain di baliknya? Masalah pajak, mungkin? Atau yang lain?
Penasaran? Sama dong.
Well, yang pasti sih, saat ini ada banyak pengguna PayPal yang berada di Indonesia. Pada akhirnya, kalau PayPal beneran diblokir, apalagi kalau sampai selamanya, bakalan banyak yang terdampak.
PayPal tak sekadar cuma buat kirim-kiriman uang, tapi lebih dari itu, PayPal jadi salah satu tools penting bagi mereka yang bekerja secara remote untuk klien-klien di luar negeri. Pasalnya, hanya PayPal yang memang populer digunakan. Ibarat WhatsApp, meski banyak dikomplain karena masalah privasi, tapi ya tetap dipakai lantaran semua orang pakai juga. Bisa saja pindah ke apps lain, tapi masalahnya, pada pakai juga enggak?
Buat menarik uang juga biasanya pada menimbun saldo dulu, baru ditarik secara berkala. Pasalnya, biaya admin untuk menarik dana juga cukup besar. Jadi, kalau receh-receh ditarik, habis sudah saldonya untuk bayar biaya admin.
Dengan diblokirnya PayPal, makin susah pula kita di sini untuk bisa membeli aplikasi dan berbagai layanan resmi internasional. Misalnya saja, mau beli buku-buku berkualitas luar negeri, atau beli template website atau berbagai desain grafis.
Memang ada sih beberapa opsi apps layanan pembayaran online yang lain. Tapi misalnya via e-wallet, mereka yang di luar negeri enggak pakai. Kalau mau pakai layanan bank biasa, duh, ribet banget prosesnya, dan lama banget.
So, berharap agar persoalan ini tidak perlu berlarut-larut, dan kita kembali dapat menggunakan PayPal seperti sebelumnya.