Pentingnya membangun dana pensiun sejak muda sepertinya masih saja belum disadari oleh orang-orang zaman now.
Sudah akrab dengan istilah sandwich generation kan? Adalah generasi yang terjepit finansial; di satu sisi ia harus memberi nafkah keluarga besarnya–dalam hal ini, orang tua yang sudah pensiun, dan di sisi lain, ia juga membiayai hidup keluarganya sendiri.
Ini adalah salah satu akibat dari persiapan masa pensiun yang kurang loh, sebenarnya. Jika orang tua mempersiapkan diri menghadapi masa pensiun dengan baik, maka ia bisa menjalani masa pensiun sejahtera, dan tak harus menjadi beban bagi anaknya. Tapi faktanya, hanya 5% dari pensiunan yang ada di Indonesia yang mampu hidup sejahtera. Sisanya? Antara menjadi beban anak, atau dia malah bekerja lagi, demi mendapatkan nafkah.
Apa Itu Dana Pensiun?
Dana pensiun adalah dana yang kita kumpulkan selagi masih berada dalam usia produktif untuk kemudian kita gunakan untuk membiayai hidup kita di masa pensiun.
Berapa idealnya besaran dana pensiun? Nah, ini butuh waktu sejenak untuk menghitungnya memang. Ada kaitannya dengan gaya hidup yang kamu jalani, penghasilan, dan angka harapan hidup.
Sebenarnya rumus yang paling mudah adalah hitung total 70% dari pengeluaran rutin bulanan kamu sekarang dikalikan dengan angka harapan hidup (yang dikonversikan ke bulan). Nah, tapi kamu juga enggak boleh lupakan faktor inflasi yang sudah pasti akan datang.
Kalau mau ngitungnya praktis, kamu bisa memanfaatkan kalkulator dana pensiun yang sering disediakan di website perusahaan asuransi jiwa.
Singkat cerita, totalan perhitunganmu pasti mencapai angka miliaran rupiah.
Ya, memang sebesar itulah dana pensiun.
Berbagai Cara Membangun Dana Pensiun
Ada banyak cara membangun dana pensiun, tetapi hal terbesar yang paling memengaruhi sukses enggaknya kamu membangunnya adalah waktu.
Waktu adalah teman terbaik untuk investasi demi tujuan keuangan yang besar.
Semakin panjang waktumu untuk berinvestasi, semakin baik. Karena pada dasarnya membangun dana pensiun berarti berhubungan dengan beberapa instrumen investasi–merely–maka di sini juga berlaku faktor ini.
1. Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua
Keduanya adalah program pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan. Setiap perusahaan diwajibkan untuk mengikutkan karyawannya dalam program pensiun ini. Program ini iurannya sangat terjangkau, dibayarkan patungan antara si pemberi kerja (perusahaan) dengan pekerja. Ini cukup banyak menguntungkan peserta.
So, seharusnya sih, jika kamu sekarang bekerja di perusahaan tertentu, secara otomatis kamu juga menjadi peserta program ini. Jika tidak, kamu bisa ngasih notice untuk perusahaanmu, karena sebenarnya mereka bisa diancam hukuman denda jika sampai tidak menyertakan karyawannya dalam program pensiun seperti ini.
2. Program pensiun mandiri kantor
Selain itu, ada juga perusahaan atau kantor yang memiliki program pensiun yang dikelola sendiri.
Biasanya berupa DPPK, alias Dana Pensiun Pemberi Kerja, yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. (UU No. 11 tahun 1992 tentang pengertian DPPK.)
3. Ikut program DPLK
Ada cara lain lagi untuk membangun dana pensiun, yaitu dengan mengikuti program Dana Pensiun Lembaga Keuangan, atau DPLK.
DPLK adalah program pembangunan dana pensiun yang dibentuk oleh lembaga keuangan, seperti bank atau perusahaan asuransi jiwa, yang ditujukan bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri. Siapa pun boleh ikut program ini, nggak terbatas karyawan perusahaan tertentu saja.
4. Mandiri
Cara membangun dana darurat yang selanjutnya adalah mempersiapkannya secara mandiri dengan berinvestasi pada instrumen yang sesuai.
Loh, kan sudah ada Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, DPPK/DPLK? Apakah kita juga perlu untuk menyiapkannya secara mandiri? Tak cukupkah dengan berbagai program pensiun di atas, yang pengelolaan dananya diserahkan pada lembaga tertentu yang–pastinya—lebih kredibel, ketimbang kita sendiri yang mengelolanya?
Nah, faktanya, jika kita sudah mengumpulkan uang untuk dana pensiun sedemikian rupa, pada akhirnya tidak semua dana bisa kita tarik dan pergunakan semau kita saat masa pensiun itu tiba. Hitung-hitungannya–kita ambil saja dari program BPJS Ketenagakerjaan, misalnya–dana pensiun itu akan diberikan pada peserta dalam bentuk “gaji” setiap bulannya seumur hidup. Demikian pula dengan DPPK dan DPLK. Besarannya “hanya” 30% dari gaji terakhir yang kita dapatkan, sebelum mulai masa pensiun.
Sedangkan, jika mau pensiun sejahtera, kamu mesti hidup setidaknya dengan 70% dari gaji terakhir. Ups! Terlalu jauh kan ya, 30% dengan 70%?
Selanjutnya, coba deh simak apa kata Kakanda dalam video berikut, yang sedang menganalisis kebutuhan pensiun seseorang, dan menjelaskan mengapa DPLK saja enggak cukup sebagai instrumen untuk membangun dana darurat.
Sudah nonton?
So, di sini kesimpulannya sudah bisa didapat ya. Akan lebih aman untuk masa pensiun kita, ketika kita bisa memanfaatkan segala hal untuk membangun dana pensiun kita. DPLK/DPPK dan program pensiun BPJS Ketenagakerjaan bisa jadi punya faktor keamanan yang relatif rendah, tetapi dengan demikian imbalnya pun terbatas. Kita harus meng-cover “kekurangan” imbal ini, dengan mengalokasikan sebagian dana pensiun pada instrumen yang lebih agresif. Bisa saham, atau obligasi, bahkan juga bisnis.
Jadi, bagaimana dengan kamu sekarang? Apakah kamu sudah menjadi peserta program dana pensiun yang sudah disebutkan di atas, dan sekaligus membangun dana pensiun kamu sendiri dengan berinvestasi di instrumen yang sesuai?
Kalau sudah, selamat! PR selanjutnya–dan mungkin malah lebih berat–adalah konsisten dan disiplin. Buat rencana keuanganmu sekomprehensif mungkin, sehingga pada akhirnya kamu bisa menikmati hasilnya, dan membebaskan anak-anakmu dari jebakan menjadi sandwich generation.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai penulis konten untuk website dan media sosial profesional. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.