Setelah beberapa saat kamu investasi, maka jangan cuma dianggurin. Lakukan review dan rebalancing portofolio investasi!
Apa itu rebalancing portofolio investasi?
Rebalancing artinya menyeimbangkan kembali. Rebalancing portfolio investasi berarti kamu menyesuaikan kembali alokasi portofolio sesuai tujuan semula kamu berinvestasi agar tetap on track.
Mungkin kamu sudah tahu dan paham ya, bahwa seiring waktu berjalan untukmu berinvestasi, maka dalam perkembangannya investasimu mungkin akan mengalami pertumbuhan yang berbeda. Ada yang memang tumbuh pesat, ada yang kurang meyakinkan, ada yang pas dengan ekspektasi, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, pertumbuhan yang berbeda-beda ini akan membuat komposisi aset investasimu juga akan berubah, sehingga akan sedikit menyimpang dari target investasi yang sudah kamu tentukan sebelumnya.
Nah, di sinilah fungsi rebalancing portofolio investasi; untuk mengembalikan komposisi investasi seperti semula yang sudah kamu rencanakan.
Prinsip Dasar Rebalancing Portofolio Investasi
Rebalancing ini penting dalam upaya diversifikasi portofolio demi mengelola risiko agar selalu minimal. Dengan melakukan rebalancing ini, kamu bisa memastikan bahwa portofoliomu nggak terlalu fokus ke kategori aset tertentu, sehingga keuntungan bisa dioptimalkan dengan risiko yang paling pas juga untukmu.
Misalnya, kamu adalah tipe investor moderat, yang pengin investasi dengan risiko yang nggak terlalu tinggi dengan catatan imbal juga disesuaikan, yang penting target dan horizon waktumu masuk. Sejak awal, kamu pengin investasi secara berimbang di pasar uang dan pasar modal. Okelah, porsi instrumen pasar modal lebih besar tapi sedikit saja. Jangan banyak-banyak. Katakanlah, 60% saham dan 40%-nya kamu ambil instrumen pasar uang, melalui reksa dana.
Selama pandemi, IHSG bergerak liar, naik turun dan merosot bak lompatan kanguru, yang mengakibatkan porsi saham menjadi menurun dari keseluruhan nilai investasimu. Porsinya pun menjadi 60% instrumen pasar uang, dan 40% instrumen pasar modal sekarang.
Kemudian, terkait hal ini, kamu melakukan rebalancing dengan menjual sebagian reksa dana, dan mengalihkan dananya ke saham, sehingga proporsinya menjadi kembali ke 60%. Tentu saja, kamu sudah melakukan analisis yang cermat tentang saham mana yang hendak kamu beli ya.
Demikian pula, ketika pasar mengalami tren naik, sehingga nilai investasi saham kamu pun ikut melejit, melebihi proporsi 60% dari total nilai investasi. Kamu menjual sebagian saham, dan kemudian mengalokasikan dananya ke instrumen pasar uang, demi menjaga keseimbangannya hingga kembali ke proporsi 60%.
Bagaimana Caranya Melakukan Analisis untuk Rebalancing Portofolio Investasi?
Kembali ke Tujuan Investasi
Sudah disebutkan di atas ya, bahwa untuk bisa melakukan rebalancing portofolio investasi, adalah penting untuk punya tujuan investasi lebih dulu. Ya, kalau dulu investasimu cuma ikut-ikutan, ya sudah nggak apa. Sekarang, coba tentukanlah tujuan investasimu sendiri.
Tentukan proporsi aset instrumen investasimu. Kalau sampai dengan saat ini kamu masih hanya berkonsentrasi ke satu jenis kategori aset atau instrumen, nah, sekaranglah waktu yang tepat untuk berkenalan dan mempelajari instrumen investasi yang lain.
Pertumbuhan investasi akan sangat dipengaruhi oleh analisis awal yang kamu lakukan, dengan berpedoman pada kebutuhan, kemampuan, dan tujuan finansialmu, juga mengacu pada kondisi sekitar yang bisa memengaruhi naik turunnya nilai.
Misalnya saja, investasi saham yang sangat bergantung pada kondisi perusahaan yang bersangkutan, juga kondisi ekonomi dan politik baik yang terjadi di negara kita maupun secara global.
Iya, memang akan butuh pengamatan yang saksama ya. Tapi seiring waktu, kamu pasti akan terlatih juga membaca situasi-situasi seperti ini. Makanya, jangan cuma scrolling hosip artis doang. Baca-baca juga berita ekonomi dan politik yang bisa memengaruhi nilai plus dan minus investasimu, lalu lihat, apa pengaruh yang dibawanya.
Hal seperti ini enggak akan bisa dipelajari dengan cepat dalam satu malam. Memang butuh jam terbang. Tapi, kalau enggak mulai kamu biasakan sejak sekarang, ya terus kapan lagi? Masa terus-terusan bergantung ke analisis orang lain sih?
Pahami cara kerja masing-masing instrumen
Risiko dan imbal adalah dua hal yang sepaket dan saling berhubungan. Mau imbal besar, ya harus mau menerima risiko yang besar juga. Mau risiko kecil, berarti harus puas dengan imbal kecil.
Bagaimana kalau penginnya imbal besar dan risiko yang diminimalkan? Ya, diversifikasi pastinya.
Seperti rujak. Ada mangga muda yang asam, ada jambu air yang manis. Ada nanas yang seger-seger asem, ada juga pepaya yang seger-seger manis. Semua diramu dalam satu piring menciptakan rasa yang seimbang antara manis, asam, segar, dan pedas dari bumbu sambalnya.
Duh, jadi pengin.
Begitulah yang disebut diversifikasi portofolio. Instrumen dengan risiko besar diramu dengan yang minim risiko, menghasilkan imbal besar tetapi juga masih bisa ditoleransi risikonya. Ada berbagai macam instrumen investasi yang bisa jadi opsi: saham, reksa dana, deposito, peer to peer lending, dan sebagainya. Masing-masing membawa karakter dan cara kerjanya sendiri-sendiri. Pelajari cara kerja masing-masing, sehingga kamu paham bagaimana risiko dan imbal yang dibawanya.
Bagaimana menentukan proporsinya? Balik lagi ke profil risikomu. Apakah kamu konservatif, moderat, ataukah agresif?
Yang pasti, prinsipnya, keseimbangan yang pas adalah keseimbangan yang mampu mengurangi fluktuasi naik turunnya investasi. Risiko tertoleransi dengan baik, imbal bisa didapatkan dengan nggak jauh-jauh amat dari target.
Lakukan review dan rebalancing secara berkala dan rutin
Idealnya review dan rebalancing portofolio investasi ini dilakukan secara berkala dan rutin. Katakanlah satu tahun sekali, atau bisa juga 6 bulan sekali. Tetapi, kalau kondisinya sangat fluktuatif seperti belakangan ini, boleh-boleh saja kalau kamu mau melakukannya lebih sering. Tiga bulan sekali, mungkin?
Dengan semakin seringnya kamu melakukan review, maka sudah pasti kamu bisa mengendalikan proporsi portofolio investasi kamu dengan lebih baik, dan kamu bisa lebih antisipatif terhadap kondisi yang berubah dengan cepat.
Tapi, jangan panik. Terlalu sering mantengin investasi juga membuatmu lebih rentan stres lantaran ngeliat IHSG yang naik turun nggak keruan, mungkin. Hal ini bisa bikin iman goyah, dan akhirnya terseret pada arus kepanikan pasar. Kalau sudah panik, biasanya pikiran juga jadi enggak jernih dalam melakukan analisis.
Karena itu, bijaklah dalam menyikapi kondisi yang berubah–yang bisa membuat perubahan nilai pada investasimu ini. Kamu mesti bisa menentukan, apakah perubahan ini akan baik ke depannya, ataukah membawa dampak buruk? Kalau memang bakalan membawa dampak buruk, apa yang bisa dilakukan agar menjaganya tetap baik?
Susah? Iya, susah. Makanya, sebenarnya heran juga kalau ada yang bilang, investasi itu mudah, belajar sejam dua jam langsung bisa cuan ratusan juta selama-lamanya.
Kesimpulan
Your money, your responsibility. Apa pun investasi yang kamu lakukan, ingat, semua adalah tanggung jawab pribadimu. Mau turun, ya nggak usah baper berkepanjangan. Mau naik, ya nggak usah pamer berlebihan. B ajalah, semua investor juga mengalaminya.
So, selamat beranalisis, fellas. Semoga investasimu tetap tumbuh, meski prediksi resesi akan datang.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.