Kamu pasti sudah sering mendengar tentang startup unicorn, decacorn, dan hectocorn. Iya kan? Tapi, tahu enggak sih apa arti sebenarnya dari ketiga istilah ini?
Sebenarnya istilah ini sudah cukup lama dikenal sih, tetapi sepertinya mulai benar-benar diketahui secara luas setelah debat presiden di tahun 2019 yang lalu. Cukup seru sih debatnya. Kamu pasti juga ngikutin kan?
Istilah ini dikenal sebagai sebutan level untuk bisnis-bisnis rintisan, masih dalam fase pengembangan, umurnya masih sangat muda, dan berbasis digital, yang kemudian dikenal dengan istilah startup. Survei yang diadakan tahun 2018 lalu, sudah ada 992 startup muncul di Indonesia dari berbagai sektor. Luar biasa ya?
Yah, namanya bisnis, tentu ada milestone-nya sendiri-sendiri. Tetapi, di antara sekian banyak bisnis baru, memang ada yang tiba-tiba sangat melejit lantaran produk atau jasa yang mereka jual sangat pas dengan yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat. Kebetulan pula bisnis ini berbasis kekinian yang memanfaatkan teknologi. Semakin besar bisnisnya, akhirnya mereka mencapai titik milestone tertentu yang luar biasa dan menjadi prestasi tersendiri.
Nah, titik-titik milestone startup inilah yang kemudian dinamai dengan unicorn, decacorn, dan hectocorn, yang didefinisikan oleh valuasinya. Lalu, apa beda di antara ketiganya?
Yuk, kita lihat.
Startup Unicorn
Kamu tahu unicorn kan? Ini adalah makhluk mitologi yang berwujud kuda putih dengan satu tanduk di dahinya. Bahkan, ada yang menceritakan unicorn ini juga punya sayap dan bisa terbang.
Ajaib memang.
Begitulah suatu startup digambarkan sebagai unicorn, karena perkembangan bisnisnya bak “terbang” melejit ke angkasa. Startup unicorn adalah startup yang nilai valuasinya mencapai minimal USD1 juta, atau setara dengan Rp14 triliun.
Istilah startup unicorn pertama kali diperkenalkan oleh Aileen Lee, sang founder Cowboy Ventures, dalam artikelnya “Welcome to the Union Club: Learning from Billion-Dollar Startups”, yang dirilis di TechCrunch tahun 2013. Dalam esainya tersebut, Lee sempat memprediksi, bakalan ada 4 startup baru setiap tahunnya yang akan bertumbuh. Namun, pada kenyataannya, sampai dengan artikel ini ditulis sudah ada 300 lebih startup unicorn di seluruh dunia yang sudah berhasil mengembangkan diri dan terus berproses.
Kalau menurut analisis yang dirilis oleh Venture Beats, rata-rata diperlukan waktu sampai 6 tahun bagi startup untuk mencapai level unicorn. Wah, kerja keras pastinya!
Karenanya, hal ini cukup langka, enggak semua startup yang dibangun dapat mencapai valuasi ini, apalagi dalam waktu singkat. Tahun 2016, Uber menjadi perusahaan startup pertama yang mencapai level unicorn di dunia. Di Indonesia–senangnya–sudah ada beberapa startup unicorn loh. Sebut saja OVO, Bukalapak, Traveloka, dan Tokopedia.
Loh, Gojek mana? Tenang, kita ke level selanjutnya.
Startup Decacorn
Yep, di sinilah Gojek. Sudah bukan startup unicorn lagi dia, tetapi sudah menginjak ke milestone berikutnya, yaitu sebagai startup decacorn.
“Deka”, dalam bahasa Yunani, berarti sepuluh (10), dan kemudian diikuti “corn”, mengikuti istilah “unicorn”. Kamu pasti sudah bisa menebak, apa arti startup decacorn sampai di sini. Yes, ini berarti valuasi perusahaan startup tersebut sudah menembus USD 10 miliar, atau setara Rp140 triliun.
Di dunia, Pinterest, Dropbox, Airbnb, WeWork, Snapchat, SpaceX (yang dimiliki oleh Elon Musk) merupakan beberapa perusahaan yang termasuk dalam barisan startup decacorn ini. Selain Gojek di Indonesia, yang menjadi perusahaan startup pertama di Indonesia yang berhasil mencapai valuasi sebesar ini, di kawasan Asia sendiri sudah ada beberapa perusahaan startup yang sudah mencapai milestone sebagai startup decacorn. Mereka adalah Grab, Bitmain Technologies, Toutiao (induk perusahaan Tiktok), DJI Innovations, dan One97 Communication.
Startup Hectocorn
Selanjutnya, milestone yang bisa dicapai oleh suatu perusahaan startup setelah menjadi startup unicorn dan decacorn adalah menjadi startup hectocorn.
Hectocorn adalah “gelar” yang bisa disematkan pada startup yang valuasinya mencapai USD 100 miliar. Memang sudah banyak sebenarnya perusahaan yang mencapai valuasi ini di dunia, misalnya seperti Apple, Google, ataupun Facebook, tetapi mereka tidak bisa mendapatkan gelar ini. Mengapa? Karena mereka bukan startup, bukan perusahaan rintisan yang sekarang masih dalam proses pengembangan bisnis.
So, sampai dengan artikel ini ditulis, baru ada satu startup hectocorn di dunia, yaitu Ant Financial–yang dulunya bernama Alipay. Startup ini merupakan fintech yang merupakan bagian dari Alibaba Group.
Sebelum Menjadi Startup Unicorn, Decacorn, dan Hectocorn
Pertanyaannya, jika belum mencapai valuasi USD1 miliar, terus gimana?
Ya enggak gimana-gimana. Ada beberapa istilah sih untuk menyebut perusahaan startup yang belum bisa mencapai level startup unicorn, decacorn, maupun hectocorn ini. Di antaranya:
- Cockroach. Iya, ada kecoak juga nih di sini. Makhluk kecil menggelikan ini menjadi julukan untuk startup yang baru saja mulai, masih sangat-sangat muda, dan baru menjajaki pasar, tetapi sudah umumnya sudah memiliki strategi bisnis yang lumayan bagus.
- Pony. Startup kuda poni sudah bertumbuh lebih besar dari pada startup kecoak (kok enggak enak banget ya, julukannya? Kenapa bukan kepik? Atau kupu-kupu? Entahlah). Valuasi kuda poni sudah mencapai USD 10 juta, atau setara dengan Rp140-an miliar.
- Centaurs, atau si kuda berkepala manusia. Di milestone ini, valuasi perusahaannya sudah mencapai USD 100 juta, dan biasanya ketika sudah sampai ke level ini, investor sudah semakin berebut untuk bisa menanamkan modalnya.
Penentu Valuasi Sebuah Startup
Dari tadi istilah “valuasi” disebut-sebut terus ya? Apa sih sebenarnya valuasi ini?
Valuasi bisa dibilang semacam nilai ekonomi dari sebuah perusahaan atau bisnis. Angka valuasi ini merupakan ukuran potensi bisnis dari sebuah perusahaan di masa depan. Jadi, kalau ada bisnis yang dibilang bervaluasi Rp14 triliun, misalnya, maka jika ada yang pengin mengakuisisi binis tersebut maka mereka harus membelinya dengan harga Rp14 triliun.
Apa saja faktor yang dapat memengaruhi valuasi sebuah perusahaan? Di antaranya:
- Reputasi. Semakin baik reputasi sebuah bisnis, tentunya valuasinya juga akan semakin tinggi.
- Revenue dan laba. Ini sih sudah jelas ya, memengaruhinya seperti apa.
- Supply versus demand, yang akan menentukan aktivitas transaksi. Kalau supply terlalu tinggi sedangkan demand rendah, tentu saja akan menurunkan valuasi.
- Persaingan, biasanya dinilai antarsektor maupun di dalam sektor bisnis perusahaan startup itu berada.
- Popularitas produk. Ya, kalau enggak populer, kurang dikenal, atau kalah suara dengan kompetitor, valuasi tentu saja akan menyesuaikan.
- Iklim industri, apakah startup bergerak di industri yang baru-baru ini sedang bermasalah, terpuruk, atau bahkan sedang sekarat? Pastinya hal ini juga berpengaruh pada valuasi perusahaan.
Masih banyak lagi sih hal lain yang bisa menentukan valuasi sebuah perusahaan. Biasanya, valuasi ini akan menjadi acuan ketika perusahaan yang bersangkutan hendak mengekpansi bisnis dan berupaya untuk mendapatkan investor.
Bisnis digital memang semakin berkembang, seiring perkembangan zaman dan tuntutan hidup masyarakat modern. Bahkan di tahun 2019 kemarin, pemerintah sendiri menyebutkan, bahwa lebih dari 30% ekonomi negara ini ternyata ditopang oleh perusahaan-perusahaan rintisan yang setiap bulan bertambah terus jumlahnya.
Karenanya, pemerintah berusaha untuk memberikan stimulus yang lebih banyak, karena bertumbuhnya startup seperti ini merupakan indikasi ekonomi kita bergerak maju.
So, kamu juga bisa ikut berpartisipasi, dengan cara memanfaatkan produk dan layanan dari startup-startup dalam negeri, baik mereka yang masih dalam level cockroach sampai level decacorn. Seenggaknya, dengan peran kecilmu, perekonomian segera pulih dan enggak harus melewati masa resesi.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.