diskartes.com – Assalamualaykum warga Indonesia!
Sudah bukan rahasia lagi, warga negara Indonesia kepo banget kalau masalah kepemilikan. Bagus sih, jadi lebih aware tentang apa saja yang dimiliki oleh bangsa ini. Salah satu yang paling banter dapat sorotan adalah tentang energi, setiap hari ada saja beritanya. Mending kalau positif, banyak pula yang negatif.
Nah topik kali ini akan ngomongin sistem pembagian hasil Migas antara Anda sebagai pemilik NKRI dan kontraktor. Nama skema nya adalah “Gross Split”.
Membosankan? Jangan gitu dong. Bayangin deh, migas itu bagian dari kekayaan Anda. Kalau Anda nggak mau tahu dan nggak menginginkan hak Anda, ya gapapa sih sebenarnya.
Ah, cuma warga elit atau pejabat pemerintah yang menikmatinya!
Jadi begini sahabat, jalan yang kita lalui dan keelokan pariwisata yang Anda nikmati, bisa jadi kalau ditelusuri ternyata dibiayai dari gas. So, kita semua menikmatinya. Mau sedikit atau banyak ya disyukuri.
Ok, we will begin shortly!
Gross Split
What the *&^% is “Gross Split”?
Tidak perlu mikir aneh, simbol tadi biar keliatan keren aja.
Skema gross split bisa dibilang membuat negara memperoleh duit lebih pasti. Loh kenapa? Hal ini disebabkan, pembagian keuntungannya sudah dilakukan di awal sebelum pekerjaan dilaksanakan. Efeknya, Indonesia tidak akan kehilangan potensi pendapatan dari hasil eksplorasi dan eksploitasi Migas.
Bagusnya apa lagi?
Mulai dari kendali, penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara. Well ini cukap susah loh, mengingat bisnis migas sangat banyak campur tangan dari berbagai pihak. Padahal secara de facto dan de jure, yang diambil adalah hasil dari perut Indonesia.
Sebelumnya, kita mengenal sistem cost recovery. Ciri dari cost recovery, biaya operasional ini dibebankan ke pemerintah. Nah lain cerita kalau gross split dimana biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor.
Kontraktor akan lebih efisien, karena harus mikirin biaya yang sebelumnya mereka limpahkan ke negara. Nah kalau sudah efisien kan enak buat semuanya. Kebetulan banget kemarin dikirimin paparan dari Kementerian ESDM, silakan dinikmati.
Terus, bagaimana cara menghitung Gross Split?
Nah sekarang masuk perhitungannya, jangan khawatir. Ternyata sederhana banget bos-bos semua.
Atas hasil minyak, pemerintah bakal mendapat 57% dan kontraktor memperoleh 47%. Untuk gas lain lagi, yaitu 52% untuk negara, baru sisanya ke kontraktor. Tetapi ternyata, prosentase tersebut bisa berubah seandainya ada penyesuaian di 12 komponen khusus.
Apa itu?
1. Harga Minyak
2. Kumulatif Produksi
3. Status Lapangan
4. Lokasi Lapangan (Onshore atau Offshore)
5. Kedalaman Reservoir
6. Ketersediaan infrastruktur pendukung
7. Jenis Reservoir
8. Kandungan CO2
9. Kandungan H2S
10. Berat Jenis Minyak Bumi
11. Tingkat Komponen Dalam Negeri
12. Tahapan Produksi
Clear banget kan? Bahkan kita yang bukan engineer pun paham, lebih transparan efeknya.
Oh ya, selain pembagian tadi, Negara juga mendapat bonus tambahan berupa pajak. Lumayan lah buat tambah-tambah kalau terjadi defisit kayak beberapa waktu silam.
Lah terus, bagaimana dengan kontrak yang sudah berjalan?
Untuk kontrak-kontrak yang sudah berjalan sampai sekarang, menggunakan perjanjian yang lama. Skema Gross Split ini akan berlangsung untuk kontrak yang diperpanjang maupun yang baru. Jadi bos-bos kontraktor sekalian, ga perlu bingung ya.
Sebagai informasi tambahan, kontrak wilayah kerja yang sudah menerapkan skema Gross Split adalah Kontrak Wilayah Kerja (WK) Offhore North West Java (ONWJ) yang dikelola oleh Pertamina Hulu Energi (PHE). Wiw, hebat!
Kalau kita ngomongin menuju arah ekonomi kenegaraan, tentu harus menunggu skema ini ketika sudah berjalan beberapa waktu. Setelah itu baru kita bisa melihat, apakah model gross split memberi kenaikan yang signifikan dibandingkan pendahulunya. Well, nampaknya itu obrolan kita kali ini. Sengaja singkat agar lebih ringan, mengingat temanya bisa bikin mumet.
Wassalamualaykum warga Indonesia!
Maturnuwun Om. Jadi lebih pinter baca blog sampean. Banyak yang gak peduli karena memang pada ga ngerti kepentingan untuk periuk nasinya apa. Padahal ya kekayaan negara kita ya.
Iya Cak..coba kita ga ada migas.. dengan SDM yang ada saat ini, bakal susah dapat periuk nasi..