Bulan Maret 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data indeks gini Indonesia yakni 0,384. Angka dari rasio gini menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia. Data tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan sebesar 0,003 poin apabila dibandingkan dengan rasio gini September 2021 yakni 0,381 tapi tidak mengalami perubahan jika dibandingan dengan bulan Maret 2021 sebesar 0,384.
Dengan menggunakan indeks gini Indonesia, masih bisa dibagi lagi berdasarkan tempat tinggal. Rasio gini di perkotaan di bulan Maret 2022 sebesar 0,403. Angka ini naik dibandingkan dengan indeks gini Indonesia di bulan September yakni 0,398 dan di bulan Maret 2021 sebesar 0,401.
Bagaimana dengan perdesaan?
Ternyata di daerah perdesaan bulan Maret 2022, menurut data BPS indeks gini Indonesia sebesar 0,314. Angka ini tidak berubah dari kondisi yang terjadi di bulan September 2021. Namun jika dibandingkan dengan rasio gini bulan Maret 2021, terjadi penurunan.
Agak membingungkan? Tenang, di artikel kali ini akan dibahas lengkap tentang pengertian, contoh dan dampak dari indeks gini Indonesia. Yuk, disimak!
Pengertian dan Contoh Indeks Gini Indonesia
Indeks gini Indonesia atau rasio gini adalah alat untuk mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Singkatnya koefisien gini atau indeks gini Indonesia merupakan salah satu metode perhitungan yang terkait distribusi pendapatan atau kekayaan dari seluruh populasi sebuah negara.
Rasio gini ini pertama kali dikenalkan ke publik oleh Corrado Gini pada tahun 1912. Beliau adalah seorang pakar ilmu statistik yang berasal dari Italia.
Lantas, bagaimana cara untuk menghitung rasio gini?
Indeks gini Indonesia umumnya ada di rentang angka 0 atau 0% hingga angka 1 atau 100%. Nilai 0 di sini menunjukkan sebuah persamaan sempurna, nilai 1 mewakili ketidaksamaan yang sempurna. Apabila nilai di atas satu, secara teoritis akan mewakili penghasilan ataupun kekayaan yang negatif.
Nilai dari 0 dan 1 ini sangatlah ekstrem, jadi tidak akan mungkin terjadi di dunia nyata. Data yang beredar dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa umumnya koefisien gini ada di angka 0,24 hingga 0,63.
Untuk lebih paham, dilihat saja apabila indeks gini angkanya semakin tinggi maka ini berarti semakin besar ketimpangan yang terjadi. Artinya, penduduk dengan pendapatan tinggi akan menerima angka presentase yang lebih tinggi dari total pendapatan seluruh penduduk di suatu negara.
Umumnya indeks gini dipresentasikan dalam bentuk kurva Lorenz. Di kurva ini menunjukkan distribusi pendapatan atau kekayaan dengan cara memplot presentase jumlah keseluruhan populasi menurut pendapatan di sumbu X, lalu di sumbu Y ada presentase pendapatan kumulatif.
Dari kurva Lorenz tersebut, maka hasil rasio gini bisa dihitung dengan cara yaitu membagi area A dengan luas area berbentuk segitiga (A+B di kurva). Maka terciptalah rumus koefisien gini: GINI = A/(A+B)
Nah, agar lebih memahami berikut patokan koefisien gini.
Nilai Koefisien | Distribusi Pendapatan |
< 0,4 | Tingkat ketimpangan rendah |
0,4 – 0,5 | Tingkat ketimpangan sedang |
>0,5 | Tingkat ketimpangan tinggi |
Berikut ini contoh beberapa negara dengan indeks gini berdasarkan data dari OECD dalam rentang waktu 2017-2021.
Negara | Indeks Gini |
Australia | 0.318 |
Austria | 0.274 |
Belgia | 0.262 |
Canada | 0.280 |
Denmark | 0.268 |
Perancis | 0.292 |
Jepang | 0.334 |
Korea | 0.331 |
Jika dilihat dari tabel di atas, indeks gini beberapa negara tersebut ada di angka yang aman di mana tingkat ketimpangan pendapatannya rendah.
Balik lagi ke indeks gini Indonesia yang naik di awal tahun, apa dampak yang akan ditimbulkan dengan naiknya rasio tersebut?
Dampak dari Indeks Gini
Harus diakui bahwa pemerataan ekonomi di negara kita belum lah optimal. Apalagi selama dua tahun dipukul badai pandemi COVID-19, turut melebarkan jurang kesenjangan antara penduduk berpendapatan rendah dan berpendapatan tinggi.
Coba simak apa kata ahlinya soal ekonomi pasca pandemi ini dulu yuk.
Ketimpangan yang terjadi tentunya berhubungan dengan isu kemiskinan. Kondisi kemiskinan merupakan sebuah ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Dari data BPS, jumlah penduduk miskin di bulan Maret 2022 sebanyak 21,16 juta jiwa. Sedangkan tingkat kemiskinan di bulan yang sama sebesar 9,54%. Apabila dibandingan dengan data BPS bulan September 2021, maka jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan di bulan Maret 2022 mengalami penurunan. Di mana di bulan September tahun lalu sebesar 26,5 juta jiwa dan tingkat kemiskinan 9,71%.
Jadi, sudah sangat jelas bahwa dampak dari indeks gini Indonesia yang naik menunjukkan ketimpangan pendapatan, tapi di satu sisi jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan tidak ikut naik. Kondisi ini terjadi karena adanya pergerakan rasio gini di daerah perkotaan.
Lantas bagaimana agar ketimpangan pendapatan ini tidak meningkat lagi?
Salah satunya adalah dengan meningkatkan infrastruktur. Ketika infrastruktur yang kita miliki telah memadai, secara langsung geliat aktivitas ekonomi pun akan naik. Dampaknya bisa dilihat dengan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja khususnya di daerah yang terindikasi terjadinya ketimpangan. Nah, ketika infrastruktur ditingkatkan dan terjadinya penyerapan tenaga kerja, sangat diharapkan angka penangguran pun bisa menurun dan pemerataan ekonomi bisa terwujud.
Semoga pembahasan tentang indeks gini Indonesia di atas bisa membantu kamu lebih memahami tentang kondisi ekonomi negara kita dan bagaimana agar ketimpangan ini tidak terus berlarut.
Jangan lupa untuk subscribe channel YouTube Diskartes dan juga Podcast Diskartes untuk berbagai ilmu perencanaan keuangan, investasi, dan ekonomi seru lainnya ya.