Melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pemerintah telah mengumumkan bahwa Indonesia secara resmi telah mengalami resesi ekonomi, meskipun pengumuman resmi baru akan dilaksanakan November nanti oleh BPS.
Suatu negara dikatakan masuk ke jurang resesi ketika mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi hingga ke angka negatif selama dua kuartal berturut-turut. Kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di angka 2.97%. Kuartal kedua terperosok hingga -5.32%. Penentuannya ada pada kuartal ketiga, yang ternyata sudah diproyeksikan antara -2.9% hingga -1%. Memang masih belum officially, tetapi, yah, Indonesia sudah bisa dikatakan mengalami resesi tahun ini.
November Resmi Mengalami Resesi Ekonomi (?)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, resesi artinya:
kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri)
Jika dilihat lagi, salah satu tanda terbesar terjadi resesi ekonomi adalah adanya gelombang PHK besar-besaran, lantaran banyak bisnis yang harus gulung tikar karena merugi. Either mereka mengurangi karyawan, ataupun sampai menutup total bisnisnya.
Hal ini sebenarnya sudah mulai dapat kita lihat di sekitar akhir kuartal pertama di tahun 2020 kemarin. Dan benar saja, setelah sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapat 5.23%, kuartal pertama kita hanya mampu bertumbuh sampai 2.97% saja. Tentu, secara resmi ini belum resesi. Pemerintah sendiri sudah berusaha menggenjot ekonomi dengan berbagai stimulus. Namun, kasus positif COVID-19 yang tak pernah menurun membuat stimulus yang dijalankan pemerintah menjadi tak efektif.
Kuartal II tahun 2020, pertumbuhan ekonomi minus 5.32%. Namun, pemerintah masih belum juga mengumumkan secara resmi, karena harus melalui satu kuartal lagi untuk bisa dikatakan resesi. September yang merupakan akhir dari kuartal III sudah dilewati. Jadi, inilah penentuannya.
So, meski sudah diproyeksikan oleh Ibu Sri Mulyani, sekarang–saat artikel ini ditulis–kita sebenarnya tetap belum resmi resesi. Nanti, rencananya di bulan November akan diumumkan secara resmi oleh pemerintah.
Negara-negara yang Juga Mengalami Resesi
Meski demikian, kita juga harus melihat secara perspektif. Dalam artikel yang dirilis oleh salah satu portal berita Indonesia disebutkan bahwa 92% negara di dunia saat ini mengalami resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19. Bahkan, ada yang sampai resesi 2 digit.
Beberapa di antara negara yang mengalami resesi tersebut, ada pula beberapa negara besar dan kuat. Di antaranya:
- Amerika Serikat (AS), yang sudah resesi sejak kuartal II 2020, dengan angka mencapai minus 32.9%. Hal ini sekarang diperparah dengan berita Presiden Donald Trump positif mengidap COVID-19, yang langsung memengaruhi pergerakan pasar modal, dolar, hingga iklim investasi di negara tersebut. AS sepertinya harus melewati ujian terberatnya tahun ini dengan tertatih.
- Jerman, yang telah mengumumkan resesi di kuartal II tahun 2020 sebesar minus 10,1%, setelah sebelumnya di kuartal I tahun 2020 pertumbuhannya minus 2%.
- Prancis, yang pertumbuhan ekonominya melambat minus 5.9% di kuartal I, dan minus 13.8% di kuartal II tahun 2020.
- Italia, dengan pertumbuhan minus 17,3% di kuartal II, setelah sebelumnya di kuartal I minus 5,5%.
- Korea Selatan, yang melaporkan pertumbuhan ekonomi minus 1,3%, dan di kuartal II tahun 2020 mengalami minus 3,3%.
Selain lima negara besar di atas, tercatat Jepang, Hongkong, Singapura, dan Filipina juga tercatat mengalami resesi dengan pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut. Bahkan India juga resesi hingga mencapai minus 24%.
Dengan demikian, resesi Indonesia yang diperkirakan mencapai minus 5% di kuartal II, dan proyeksi minus 1% di kuartal III jadinya nggak buruk-buruk amat. Meski demikian, kita nggak boleh berhenti berusaha. Jangan sampai kuartal IV jadi lebih buruk lagi.
Apa yang bisa kita lakukan? Memangnya kita bisa mengatasi resesi sebuah negara? Ya, nggak gitu mainnya. Biarkan urusan negara dipikirkan oleh para petinggi negara. Biarkan mereka bekerja, dan semoga usahanya cukup efisien dan efektif untuk memperbaiki kondisi yang kacau ini. Terutama sih, soal penanganan COVID-19, karena di situlah akar penyebab resesi kali ini.
Sementara itu, apa yang bisa kita lakukan? Di artikel yang lalu sudah ada sih, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu pemerintah mengatasi resesi dari hal-hal kecil di sekitar kita. Sila dibaca, jika belum sempat membaca.
Plus, kamu juga bisa melakukan beberapa hal tambahan berikut ini.
Sikap Bijak Menghadapi Resesi Ekonomi
Tidak panik
Dengan diumumkannya resesi ekonomi oleh pemerintah ini, maka bisa jadi hari-hari kita ke depan akan sedikit lebih berat. Apalagi jika kamu adalah salah satu yang terimbas dan kehilangan pekerjaan akibat PHK.
Meski demikian, penting untuk tidak panik dalam menghadapinya.
Setelah periode resesi, bisa jadi kita akan masuk ke periode depresi ekonomi. But, eventually, semua akan bounce back juga pada waktunya. So, tak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan. Yang penting sekarang tetap tenang, dan cobalah cari solusi tersimpel mulai dari dirimu sendiri.
Kepanikan justru memperparah kondisi. Ingat kan, apa yang kita alami di awal pandemi? Tiba-tiba semua orang belanja besar-besaran di supermarket dan pasar, sampai-sampai beberapa barang pun jadi langka. Hal-hal seperti inilah yang akan memperburuk kondisi yang sudah buruk ini. Kepanikan akan memperdalam krisis, dan akan makin sulit untuk bangkit lagi.
Jadi, ingat, tak perlu panik.
Jangan hentikan belanja
Ya, memang, untuk menghadapi kondisi sulit, tentu kita harus berhemat. Tetapi, bukan berarti ekstra hemat, yang sampai menahan konsumsi. Justru, kalau kita terus berbelanja dan tetap mengedarkan uang, maka hal itu akan dapat menolong negara untuk lolos dari resesi yang terlalu dalam.
Mengapa?
Karena konsumsi rumah tangga adalah tulang punggung perekonomian negara. Negara-negara besar yang mengalami resesi seperti yang dijelaskan di atas rata-rata terjadi akibat penurunan konsumsi rumah tangga sebagai penyebab terbesarnya. Kita masih beruntung, karena memang beberapa bisnis kolaps, ekspor terdampak, sektor pariwisata tercekik, tetapi kita masih suka belanja di pasar, warung, sampai super market. Keep it that way.
Hanya saja, karena sedang krisis, kurangi gaya hidup konsumtif. So, jangan menahan konsumsi, tetapi bukan konsumtif. Itu adalah dua hal yang berbeda ya.
Pemerintah juga sudah berusaha membantu dengan adanya program-program bantuan tunai. Baru saja ada bantuan tunai untuk karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta kan? Ini adalah upaya pemerintah agar dapat mempertahankan aktivitas konsumsi di tengah warganya. Karena itu, pergunakan dan manfaatkan bantuan ini sebaik-baiknya.
Yes, resesi sudah di depan mata. Tetapi, hey, kita juga sudah pernah mengalaminya dan terbukti bisa bangkit lagi dan bertumbuh dengan lebih baik lagi. Lagi pula, seluruh dunia memang sedang resesi sekarang. Sudah cukup beruntung, kita tidak terlalu dalam penurunan pertumbuhannya bukan?
So, let’s be optimistic! Lihat dari sisi baik, dan support dengan pikiran positif. We can thru this together.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.