Selain inflasi dan resesi, sekarang juga ada istilah ekonomi lain yang sering disebut-sebut. Stagflasi. Konon, stagflasi ini justru menjadi ancaman yang lebih besar daripada inflasi.
Bener nggak sih kayak gitu? Apa itu sebenarnya stagflasi?
Sebelum membahas stagflasi, ada baiknya kamu paham dulu tentang inflasi, karena kedua hal ini sangat berkaitan. Cekidot video ini.
Apa Itu Stagflasi?
Stagflasi adalah siklus yang ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang melambat dengan tingkat pengangguran yang tinggi disertai inflasi yang melonjak, yang menyebabkan harga barang kebutuhan naik. Banyak pakar ekonomi menyebutkan, bahwa kondisi stagflasi sangatlah sulit untuk ditangani, lantaran ketika kita mencoba memperbaiki satu hal, maka justru memperburuk hal yang lainnya.
Istilah stagflasi pertama kalinya muncul saat seorang politisi Inggris menyampaikan pidatonya di Dewan Rakyat Britania Raya, yang mendeskripsikan kondisi inflasi yang tinggi dan stagnasi terjadi bersamaan di Inggris kala itu sebagai situasi stagflasi.
Jejak Stagflasi di Dunia
Saat terjadi resesi tahun 1970-an, yang bersamaan dengan terjadinya krisis bahan bakar di Amerika Serikat, PDB negara adidaya tersebut anjlok dalam 5 kuartal berturut-turut. Inflasi melonjak 2 kali lipat tahun 1973, bahkan mencapai dua digit di tahun 1974, dan angka pengangguran mencapai 9% tahun 1975. Saat inilah, istilah stagflasi kembali muncul.
Sementara, tahun 2022 ini secara resmi, Amerika Serikat memang belum masuk ke periode stagflasi, tetapi banyak yang memprediksikannya. Salah satunya adalah Forbes yang mengungkapkan bahwa periode stagflasi di Amerika Serikat mungkin akan segera terjadi kali ini, meski barangkali hanya dalam waktu yang singkat. Penyebabnya adalah kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menangani masalah pengangguran lebih dulu, dan enggak segera mencari solusi untuk inflasi yang sudah tak terkendali.
Myanmar dikabarkan juga sedang terancam saat ini. Kudeta militer yang terjadi di negara tersebut membuat lapangan pekerjaan hilang. Akibatnya bisa diduga, ekonomi bertumbuh melambat. Harga bahan pokok meningkat karena adanya keterbatasan suplai. Termasuk di dalamnya adalah harga BBM yang melonjak hingga 2 kali lipat semenjak kudeta terjadi. SPBU sudah banyak yang berhenti beroperasi. Bank sentral Myanmar juga sudah menjual simpanan dolar AS mereka dengan diskon untuk importir BBM, agar mereka bisa membawa masuk BBM dan bisa dijual dengan harga rendah.
Terlihat mengerikan, memang ya? Apa ya yang menyebabkan munculnya kondisi ini?
Penyebab Stagflasi
Dari Investopedia disebutkan, bahw stagflasi biasanya akan membuat misery index—atau indeks kesengsaraan—meningkat.
Apa itu misery index?
Adalah indeks yang menunjukkan ukuran sederhana atas tingkat inflasi dan pengangguran, yang bisa memberikan gambaran seberapa buruk kondisi masyarakat saat stagflasi terjadi.
So, memang, kondisi ini disebabkan terutama karena pertumbuhan ekonomi yang menurun, yang ditunjukkan dengan angka pengangguran yang meningkat, inflasi, kenaikan harga barang, dan berbagai masalah ekonomi lainnya. Biasanya terjadi ketika jumlah uang yang beredar meningkat, sedangkan jumlah barang terbatas.
Hal ini kemudian memunculkan kontradiksi, lantaran pertumbuhan ekonomi melambat dan meningkatnya angka pengangguran ini seharusnya tak membuat harga barang kebutuhan naik.
Angka pengangguran meningkat akan memengaruhi daya beli masyarakat. Jika hal ini ditambah dengan adanya kenaikan harga barang karena suplai yang terbatas, maka pada titik ini, inflasi akan naik tak terkendali. Artinya, uang menjadi berkurang nilainya—bahkan hilang—seiring waktu.
Pengaruh Stagflasi terhadap Kondisi Keuangan Pribadi
Saat ini, memang banyak pihak yang membahas soal inflasi dan resesi. Bahkan, menurut data Google Trend, kata kunci “resesi” melonjak banget terutama di bulan Oktober 2022 ini.
Artinya memang lagi hype banget. Kayaknya banyak orang mendadak jadi ahli ekonomi makro belakangan ya kan?
Sebenarnya sih, enggak salah kalau orang-orang mempermasalahkan isu seperti ini; merasa takut, waswas, itu wajar. Pasalnya, ya memang, meski kedengarannya masalah negara, tapi isu ini berdampak juga bagi hidup kita sehari-hari.
Misalnya nih. Pengin makan ayam. Dulu dengan uang Rp20.000 sudah dapat nasi, ayam, plus minum. Sekarang mungkin cuma nasi sama ayam doang, itu pun di warung nonwaralaba yang terkenal itu. Minum harus beli lagi sendiri. Atau, siapa yang doyan jajanan kemasan? Paling kerasa sih, ukurannya pada semakin kecil. Ya enggak?
Sekarang bayangkan, sudah berkurang dapatnya, ternyata penghasilan kita juga enggak naik. Bahkan, ada sebagian dari kita yang terancam PHK alias terhenti penghasilannya. Kebayang kan, sulitnya akan seperti apa?
Makanya, sebenarnya sih wajar kalau pada panik. Tapi hei, mari kita fokus ke hal-hal yang bisa kita kendalikan saja. Soal harga kebutuhan yang naik, uang yang beredar banyak, angka pengangguran tinggi, mari kita serahkan pada yang berwenang.
Buat kamu yang saat ini masih berpenghasilan, mari kita coba untuk survive, melewati inflasi, stagflasi, dan masalah ekonomi lainnya dengan berikhtiar. Apa saja yang bisa kita lakukan?
Atur lagi keuangannya
Saran terbaik tentu saja menjaga cash flow. Atur ulang pos pengeluaran, perketat pemilahan kebutuhan dan keinginan, dan tentukan skala prioritas dengan lebih baik. Kalau tidak mendesak, sebaiknya tunda saja, Syukur-syukur malah diputuskan untuk enggak jadi beli. Karena biasanya dengan menunda, lantas kita jadi lupa atau enggak kepingin beli lagi seiring waktu. Itu namanya keinginan belaka.
Fokus pada kebutuhan utama saja dulu untuk sekarang.
Cari tambahan penghasilan
Selain berhemat, hal lain yang bisa dilakukan untuk menjaga cash flow adalah mendapatkan tambahan penghasilan. Memang sih, bukan hal yang mudah, apalagi di masa krisis seperti ini, ketika malah banyak perusahaann gulung tikar.
But hey, tambahan penghasilan kan bisa dari mana saja. Justru seharusnya kita memilih penghasilan yang tidak berasal dari kerja perusahaan kan? Dari sektor informal, kerja lepas, bahkan dari mengaryakan aset yang sudah kita punya.
Ayo, lihat lagi yang ada di sekitar kita. Kira-kira apa nih yang bisa dibikin objek supaya bisa menghasilkan tambahan pemasukan?
Amankan dana darurat dan asuransi
Dana darurat dan asuransi adalah amunisi wajib selama masih ada berbagai risiko keuangan yang berpeluang terjadi. Apalagi di saat krisis. Sudah terbukti, banyak orang mampu bertahan melewati krisis saat pandemi, karena mereka punya dana darurat yang kuat.
Asuransi yang penting untuk dimiliki adalah asuransi kesehatan, dan asuransi jiwa bagi kamu yang menjadi tulang punggung keluarga. Sementara, milikilah dana darurat minimal 3 kali pengeluaran rutin bulanan. Dengan demikian, seandainya—amit-amit—harus kehilangan penghasilan, kamu bisa menyambung napas dalam 3 bulan, sembari mencari solusi untuk mengembalikan income kamu.
Nah, itu dia sedikit mengenai stagflasi yang konon efeknya lebih mengancam daripada inflasi. Mari kita tetap berharap yang terbaik, sekaligus bersiap untuk hal terburuk. Dengan demikian, kita siap untuk melewati krisis berbentuk apa pun dengan selamat.