Kaget banget, Bun! Kemarin beli, harga LPG udah Rp200.000 lebih! Jadi mikir nih, apa mendingan beli saja di warteg tetangga ya? Atau, mendingan beli kompor listrik? Tapi, kalau pakai kompor listrik, nanti tagihan listriknya yang ganti bikin jantungan.
Jadi, mendingan gimana nih, biar uang belanja ibu-ibu tetap aman dan bisa masak?
Perjalanan Kenaikan Harga LPG
Di pertengahan bulan Juli 2022 lalu, PT Pertamina kembali menaikkan harga LPG nonsubsidi menjadi Rp213.000 untuk ukuran 12 kg, dan Rp100.000 untuk 5.5 kg. Kenaikan harga LPG ini sudah kali kedua di tahun ini.
Nah, kalau diingat-ingat, sebenarnya gas LPG ini naik bertahap mulai Desember 2021, setelah enggak pernah naik sama sekai sejak 2017.
Ayo, coba kita lihat perjalanan kenaikan harga gas LPG hingga menyentuh Rp200.000 lebih per tabung 12 kg sekarang.
Tahun 2015
Detikcom memberitakan kenaikan harga gas LPG 12 kg di Januari 2015, dari harga Rp114.900 per tabung menjadi Rp134.700 per tabung.
Saat terjadi kenaikan di bulan Januari 2015 ini, pemerintah sudah mengumumkan bahwa nantinya setiap 3 bulan sekali akan ada evaluasi, sehingga harga akan terus menyesuaikan dengan harga gas dunia. Artinya, setiap 3 bulan, harga gas LPG bisa naik bisa turun.
Tahun 2021
25 Desember 2021, harga LPG naik kembali sebagai respons atas tren peningkatan harga CPA—atau Contract Price Aramco. LPG tabung 5.5 kg naik menjadi Rp76.000, dari Rp65.000. Sementara LPG tabung 12 kg dari Rp139.000 naik menjadi Rp163.000.
Tahun 2022
Februari 2022, Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi menjadi Rp187.000 untuk tabung 12 kg, dan Rp88.000 untuk tabung 5.5 kg.
Kemudian di bulan Juli, LPG nonsubsidi kembali naik harga. Untuk tabung ukuran 12 kg menjadi Rp213.000, dan ukuran 5.5 kg menjadi Rp100.000
Naik, dan Naik Terosss …
PT Pertamina sendiri menjelaskan, bahwa kenaikan harga LPG ini berada di tingkat agen. Yang artinya, ketika sampai di tangan end user—yaitu KITA—harganya akan lebih dari itu.
Di Yogyakarta, misalnya, ada informasi kalau beli dari agen langsung, bisa dapat harga dasar Rp213.000. Tapi, kalau ambil dari pengecer, ada yang sampai Rp220.000.
Sebenarnya sih enggak cuma pengguna akhir yang mengeluh. Agen dan penjual ecerannya pun pusing. Dari hasil obrolan dengan seorang penjual eceran LPG bisa disimpulkan, bahwa mereka pun ketar-ketir sebenarnya menghadapi kenaikan harga LPG ini. Pasalnya, tidak seperti LPG melon, LPG tabung 12 kg dan 5.5 kg termasuk barang slow moving, sehingga margin jual mereka agak tinggi. Namun, dengan adanya kenaikan harga seperti ini, mereka juga mengaku tak bisa menaikkannya terlalu tinggi. Ada yang mau saja, sudah syukur. Begitu katanya.
Kemenkeu sendiri mencatat bahwa realisasi subsidi BBM dan LPG naik rata-rata sebesar 26.58% per tahun, sejak 2017 hingga 2021, yang terjadi akibat fluktuasi harga ICP dan nilai tukar rupiah. Lebih dari 90% kenaikan subsidi tersebut ternyata berasal dari alokasi subsidi LPG 3 kg akibat adanya kesenjangan harga jual eceran dengan harga keekonomian, yang disulut oleh naiknya harga minyak mentah dunia. FYI, harga keekonomian LPG 3 kg seharusnya adalah Rp15.698 per kg, yang artinya satu tabung 3 kg seharusnya dihargai Rp47.094. Dengan harga pasaran sekarang yang sekitar Rp12.750, maka memang berat beban pemerintah dalam hal ini.
Saatnya Beralih ke Kompor Listrik?
Ada wacana yang diusulkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, agar pemerintah mengalihkan subsidi LPG 3 kg ke sektor kelistrikan. Dengan demikian, konversi kompor gas ke kompor listrik pun harus dilakukan. Alasannya, dengan adanya subsidi listrik untuk rumah tangga golongan listrik 450 VA dan 900 VA bisa menjadi landasan penyaluran subsidi dengan tepat. Enggak seperti subsidi ke tabung gas melon, yang notabene bisa dibeli oleh siapa saja.
Dengan demikian, pemberian subsidi pun menjadi tepat sasaran, yaitu pada mereka yang memang membutuhkan.
Kompor Gas vs Kompor Listrik vs Kompor Induksi
So, kalau begini, mari kita bandingkan antara kompor gas, kompor listrik, dan kompor induksi.
Harus diingat ya, bahwa kompor listrik belum terlalu populer di tengah masyarakat menengah ke bawah. Ya kurang lebih sih, kondisinya sekarang ketika dulu mulai konversi dari kompor minyak ke kompor gas yang terjadi tahun 2007. Banyak orang yang enggak tahu kompor gas itu kayak gimana, bahkan takut menggunakannya. Banyak kasus kompor gas meleduk waktu itu. Inget banget deh.
Nah, sebelum membahas plus minus ketiganya, mari kita bandingkan dulu cost pemakaiannya. Apakah memang lebih efisien kalau menggunakan kompor listrik? Atau jangan-jangan malah bikin tagihan listrik jebol?
Menghitung Kebutuhan Pemakaian
LPG 12 kg sekarang berkisar pada harga Rp210.000 hingga Rp220.000. Kita pakai harga yang sempat disurvei ya, yaitu Rp213.000. Menurut beberapa sumber, pemakaian gas 12 kg rata-rata adalah 60 jam. Dengan demikian, setiap jam akan butuh Rp3.550.
Listrik untuk golongan 1.300 VA—kita ambil yang nonsubsidi agar apple to apple dengan LPG 12 kg—adalah Rp1.467 per kWH (= 1000 watt). Ini artinya per 1000 watt, kita akan menghabiskan Rp1.467. Kompor listrik dengan 1 tungku kumparan yang harganya paling murah, rata-rata wattage-nya adalah sekitar 300 – 600 watt. Kita ambil 500 watt. Ini artinya dalam per jam pemakaian, akan butuh Rp733,5.
Untuk kompor induksi, pemakaian daya akan tergantung pada settingan temperatur. Semakin tinggi temperatur, wattage juga akan tinggi. Demikian pula sebaliknya. Namun, dari hasil penelusuran, rata-rata tidak lebih dari 1000 watt, untuk satu tungku plate-nya. So, kita bisa asumsikan pemakaian listriknya sama dengan kompor listrik kumparan.
Kalau perhitungan masak per jam, sudah pasti nih, kompor listrik dan kompor induksi lebih unggul daripada kompor gas.
Perbandingan Fitur dan Komponen
Sekarang mari kita bandingkan komponen lain dari kompor gas, kompor listrik, dan kompor induksi.
Kompor gas | Kompor listrik | Kompor induksi | |
Harga | Murah. Satu tungku ada yang di bawah Rp100.000. Dua tungku Rp300.000 – Rp600.000 | Satu tungku antara Rp100.000 – Rp500.000. Dua tungku sampai Rp1 jutaan. | Satu tungku antara Rp400.000 – Rp1 jutaan, tergantung fitur. |
Efisiensi | 60% energi menjadi energi panas | 70% energi menjadi energi panas | 90% energi menjadi energi panas |
Utilitas | Selang dan regulator | Colokan listrik | Colokan listrik |
Sumber energi | Gas, tak terbarukan | Listrik, terbarukan | Elektromagnet, terbarukan |
Kelemahan | Harga LPG semakin mahal, butuh ruang terbuka karena rentan meledak. | Mungkin perlu tambahan daya untuk rumah tangga 450 – 900 VA. Kalau mati listrik, nggak bisa masak sama sekali. Untuk memasak butuh waktu preheat sampai 15 menit. | Kompornya saat ini masih paling mahal di antara semua. Bisa langsung dipakai memasak, tak perlu preheat. |
Nah, dengan perbandingan ini, jadi bisakah kita memutuskan untuk lebih baik menggunakan yang mana?
Tentu saja, disclaimer on ya. Ini adalah perbandingan umum. Bisa saja akan berbeda, jika kondisinya spesial.
Jika memang mau konversi ke kompor listrik, sepertinya pemerintah juga harus memikirkan penyediaan paket hemat untuk masyarakat menengah ke bawah, seperti ketika melakukan konversi kompor minyak ke kompor gas di tahun 2007. Paket hemat tersebut bisa terdiri atas kompor, perlengkapannya, penyesuaian daya, hingga instalasi gratis.
Lalu, bagaimana dengan kita sendiri? Ya, yang pasti, memang cash flow harus diatur dengan baik. Pasalnya, memang di situlah inti dari upaya penghematan. Betul?
Jadi, mau ganti ke kompor listrik atau kompor induksi sekarang?