Sedari pekan sebelumnya, headlines berita dipenuhi oleh berita tertembaknya Shinzo Abe, sang mantan Perdana Menteri Jepang, di Kota Nara. Setelah ditangani medis beberapa saat, Abe dinyatakan tewas. Tragedi ini terjadi saat Abe sedang menyampaikan pidato dalam rangka kampanye sebagai kandidat anggota majelis tinggi—seperti MPR, mungkin ya—dari Partai Demokratik Liberal.
Yah, well, kalau mau berita selengkapnya mengenai tertembaknya mantan orang nomor satu dalam pemerintahan Jepang ini, kamu bisa membacanya di banyak berita. Di sini, enggak akan dibahas mengenai apa dan bagaimana tindakan kriminal ini bisa terjadi. Kita akan membahas yang lebih menarik, yaitu tentang warisan Shinzo Abe.
Kebijakan Warisan Shinzo Abe untuk Jepang
Selama ini, Shinzo Abe dikenal sebagai seorang politikus konservatif yang punya pendirian kuat mengenai kebijakan Jepang untuk berbagai masalah yang berkaitan dengan luar negeri. Bahkan, melalui Shinzo Abe, Jepang mampu bersikap konfrontatif jika perlu terhadap negara lain.
Shinzo Abe terkenal karena tidak mau lagi meminta maaf atas perang yang terjadi dalam peringatan 70 tahun Perang Dunia II. Ia bahkan meminta generasi muda Jepang untuk juga tidak lagi meminta maaf atas sejarah yang sudah terjadi. Setelah itu, ia berusaha untuk merevisi konstitusi yang menolak perang, yang diberlakukan oleh AS setelah Perang Dunia II usai. Menurutnya, Jepang pantas untuk memiliki eksistensi militer Jepang, dan menjadi pemeran penting dalam keamanan regional, termasuk di Asia. Untuk itu, ia akan melengkapi peralatan militer Jepang sebaik mungkin.
Setelah konstitusi direvisi, Jepang pun dimungkinkan untuk ikut berperang membantu sekutu, terutama untuk menghadapi ancaman Tiongkok dan Korea Utara.
Langkahnya mempertangguh militer Jepang diiringi juga dengan upaya menjalin hubungan baik dengan berbagai negara. Bahkan, Shinzo Abe merupakan orang pertama yang mengunjungi Donald Trump, tepat setelah memenangkan pemilu AS tahun 2016.
Warisan kebijakan Shinzo Abe yang paling signifikan adalah kebijakan ekonomi, dengan menawarkan sepaket kebijakan yang terkenal dengan nama Abenomics.
Apa itu Abenomics?
Istilah ‘Abenomics’ ini merujuk pada beberapa prinsip ekonomi yang pernah dilakukan oleh berbagai pemimpin negara. Seperti Obamanomics, yaitu kebijakan ekonomi yang diprakarsai oleh Barack Obama, dan yang lainnya.
Saat Abe menjabat yang kedua kalinya sebagai perdana menteri tahun 2012, Jepang sedang berada dalam fase pemulihan ekonomi akibat resesi yang terjadi tahun 2008 – 2009. Selama periode ini, pertumbuhan ekonomi Jepang diketahui sangat rendah dan bahkan negatif. Bahkan, diketahui Jepang mengalami deflasi dan pertumbuhan ekonomi stagnan sejak 1990-an awal, yang merupakan efek domino dari real estate bubble burst yang terjadi sejak 1980-an.
Dengan konsep Abenomics yang digagas oleh Shinzo Abe ini, diharapkan inflasi Jepang bisa ditekan hingga 2%. Apa saja yang ada dalam “paket” Abenomics ini?
Mari kita lihat satu per satu.
1. Kebijakan Moneter
Bank of Japan, yang bertindak sebagai bank sentral di negeri sakura tersebut, menargetkan inflasi sebesar 2%. Agar dapat mencapai target tersebut, Bank of Japan lantas menambah jumlah uang beredar sebesar 60 triliun dan 70 triliun yen setiap tahun. Sejak Oktober 2013, kebijakan tersebut telah dilakukan dengan membeli obligasi pemerintah.
Dengan adanya kebijakan ini, maka perkiraan basis moneter akan meningkat menjadi 200 triliun yen di akhir 2013, dan 270 triliun yen di akhir 2014.
Selain itu, dengan penambahan ini, Bank of Japan berharap ada koreksi apresiasi berlebihan terhadap Yen. Nilai tukar Yen terdepresiasi, dan dengan demikian, ekspor pun harus kompetitif. Di bulan Oktober 2014, bank sentral menaikkan program pembelian obligasi, dengan membeli lagi 80 triliun obligasi per tahun.
Tahun 2016, bank sentral melakukan penurunan suku bunga hingga di bawah nol dalam upaya peningkatan pinjaman serta investasi. Selain itu, juga meningkatkan ETF yang beredar menjadi 6 triliun yen setiap tahun, dan juga menargetkan J-REITs—Japan Real Estate Investment Trusts—untuk meningkat 90 miliar yen setiap tahun. Pinjaman berdenominasi dolar AS juga ikut didorong meningkat dari USD 12 miliar menjadi USD 24 miliar.
Juli 2019, suku bunga jangka pendek dan imbal hasil obligasi pemerintah dipertahankan pada level 0.1% dan 0% oleh bank sentral.
2. Kebijakan Fiskal
Shinzo Abe menegaskan bahwa kebijakan fiskal yang dilonggarkan perlu dilakukan demi mendorong permintaan pasar. Dengan demikian, diharapkan Produk Domestik Bruto dapat meningkat, terutama dari jalur permintaan agregat.
Di tahun 2013, pemerintah Jepang mengalami peningkatan pengeluaran. Mereka banyak membangun infrastruktur, seperti jalan dan jembatan. Hal ini mengakibatkan adanya peningkatan defisit fiskal. Untuk mengatasi hal ini—dan meringankan pengeluaran—maka dinaikkanlah tarif pajak konsumsi menjadi 8%, dari yang sebelumnya 5%. Di tahun 2015, tarif pajak konsumsi ini naik lagi menjadi 10%.
Demi mendorong ekonomi yang terdampak oleh resesi, Shinzo Abe lantas memberikan stimulus darurat senilai 3.5 triliun yen di akhir tahun 2014. Tarif pajak perusahaan ikut dipangkas, hingga di bawah 30%.
3. Reformasi Struktural
Pada saat Shinzo Abe memimpin, Jepang sedang menghadapi masalah tenaga kerja. Tingkat pertumbuhan penduduk alias angka kelahiran menurun 6%. Jika ini dibiarkan terjadi, maka bisa jadi Jepang akan kehilangan 1/3 penduduk dalam durasi 2010 – 2060.
Tentu saja, ini adalah masalah yang serius.
Untuk mengatasi hal ini, Abe pun menggagas Abenomics 2.0. Di dalamnya ada berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan angka kelahiran, serta kebijakan meningkatkan jaminan sosial dan dana pensiun.
Salah satu upaya konkret dari kebijakan ini adalah meningkatkan kesehatan anak dan mutu pendidikan, yaitu dengan mendirikan pendidikan usia dini secara gratis bagi keluarga-keluarga yang tak mampu. Untuk proyek ini, pemerintah Jepang menggelontorkan dana sebesar 2 triliun yen.
Upaya lainnya antara lain:
- Mengatasi kesenjangan upah di kalangan pekerja
- Memfasilitasi fleksibilitas kerja
- Pendidikan gratis dan menambah beasiswa
- Regulasi sandbox untuk startup dan peningkatan kualitas pasar digital
- Penerapan tata kelola perusahaan
- Pembatasan rekruitmen tenaga kerja asing di beberapa kawasan ekonomi khusus
- Mempromosikan pariwisata secara lebih agresif
- Pengadaan re-training bagi kalangan pekerja
- Ekspor layanan infrastruktur dalam hal pembiayaan proyek dan partnership
- Mendukung tumbuhnya usaha kecil, menengah, dan startup
- Menyediakan layanan terintegrasi dalam satu tempat dan mengurangi biaya administrasi bagi investor asing
Perbedaan Kondisi Ekonomi Jepang setelah Abenomics Shinzo Abe
Tahun 1980 – 1990 memang sering dikatakan sebagai ‘dekade yang hilang’ dalam sejarah Jepang. Pertumbuhan ekonomi terhenti, stagnan, yang ditandai dengan melemahnya nilai aset nasional dan real estate.
Namun, dengan kepemimpinan Shinzo Abe, negara kelahiran Hiroyuki Sanada ini bisa bangkit dari resesi ekonomi yang panjang, melalui serangkaian kebijakan moneter dan fiskal seperti yang sudah disebutkan di atas.
Abenomics mulai memperlihatkan kesaktiannya saat Abe menjabat perdana menteri untuk kedua kalinya saat terpilih di tahun 2012. Dimulai dengan adanya indikasi penurunan jumlah pengangguran sebesar 0.3%, dari 4.0% di Q4 2012 menjadi 3.7% di Q1 2013.
Nah, itu dia sedikit cerita tentang Abenomics, sederet kebijakan ekonomi gagasan Shinzo Abe, mantan perdana menteri Jepang yang tewas ditembak tanggal 8 Juli 2022 yang lalu. Karena Abenomics, Jepang dapat bangkit dari keterpurukan ekonomi. Luar biasa ya?