Di setiap hal selalu ada peluang yang bisa saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu demi keuntungan pribadi, termasuk di pasar modal. Kalau sudah baca artikel beberapa waktu yang lalu yang mengulas tentang beberapa kejahatan yang terjadi di pasar modal, pasti sudah familier dengan insider trading ini.
Sebelumnya, perusahaan yang membutuhkan tambahan pendanaan hanya bisa memperoleh dari bank. Sekarang, dengan adanya pasar modal yang aktif, peluang perusahaan untuk mendapatkan pendanaan yang lebih mudah pun terbuka lebar. Banyak opsi yang bisa dipertimbangkan, misalnya melalui penerbitan saham dengan IPO, atau initial public offering, ataupun obligasi.
Sementara itu, peluang buat masyarakat umum untuk bisa membangun aset aktif pribadi masing-masing juga terbuka lebar, dengan adanya kesempatan untuk membeli saham perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia.
Sungguh suatu bentuk simbiosis mutalisma, ya kan?
However, manusia itu memang pada dasarnya cerdik; pinter banget melihat celah dan mencari cara untuk memanfaatkannya demi kepentingan pribadi.
Bagaimana Insider Trading Terjadi
Insider trading adalah praktik kecurangan yang terjadi ketika ada oknum yang memanfaatkan informasi material yang diperoleh (entah dengan cara apa pun) sebelum dibuka pada publik, demi kepentingannya pribadi.
Dengan berbekal informasi yang belum diketahui oleh umum itu, sang oknum kemudian melakukan transaksi demi meraup keuntungan pribadi.
Menurut definisi yang di-’fatwa’-kan oleh Otoritas Jasa Keuangan, fakta material adalah informasi atau fakta penting tentang suatu hal yang dapat memengaruhi harga saham yang diperjualbelikan di bursa.
Insider Trading Adalah Tindak Kejahatan Berat
Insider Trading ini sudah disebut sebagai kejahatan, sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, seperti yang tercantum di pasal 95. Disebutkannya seperti ini:
Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek:
a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
b. perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Jadi, jelaslah bahwa kasus insider trading ini sudah diatur dalam undang-undang, dan dengan demikian ada ancaman hukum buat yang melanggar.
Unsur-unsur Insider Trading
Kalau dilihat lagi, kasus kejahatan ini cukup sulit untuk dibuktikan, lantaran objek kejahatannya tidak berbentuk fisik, melainkan berbentuk informasi. Jadi, cukup sulit untuk menjadi bukti. Padahal ya, kita tentu tahu, bahwa hukum selalu berpijak pada bukti.
So, merujuk pada beberapa sumber, kasus insider trading bisa dikenali dari adanya 3 unsur berikut ini:
1. Adanya orang dalam
Di sini, “orang dalam” adalah pihak atau oknum yang menjadi pelaku atau subjek insider trading yang menjadi bagian dari emiten saham yang akan diperjualbelikan.
Jadi, di dalamnya termasuk komisaris, direktur, jajaran manajemen, sampai karyawan biasa yang bekerja di emiten tersebut, juga pemegang saham utama emiten, konsultan hukum, akuntan publik, dan semua orang yang karena pekerjaannya ataupun satu dan lain hal berhubungan dengan pihak emiten.
Hmmm, susah juga ya, menerjemahkan bahasa hukum ke bahasa “manusia bumi”. Tapi semoga jelas maksudnya ya.
Sepertinya jelas sih, mengapa orang-orang tersebut menjadi pihak yang dilarang untuk memberikan informasi terkait aktivitas emiten yang dapat berpengaruh pada harga saham di bursa. Ya, karena mereka memiliki akses ke informasi rahasia tersebut, baik langsung maupun enggak langsung.
Ya, enggak fair saja bagi investor luar yang “hanya” bisa memantau pergerakan saham emiten yang bersangkutan melalui berita dan grafik-grafik, ya kan? Sementara orang-orang “dalam” ini bisa dengan leluasa mengambil keputusan cepat untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin ada di depan mata, atau langsung gercep mengambil keuntungan.
2. Adanya informasi material yang belum dipublikasikan pada publik
Nah, definisi informasi material sudah dijelaskan secara sekilas di atas ya. Informasi material dalam hal ini bukan sembarang informasi, tetapi informasi yang dapat memengaruhi harga saham di bursa; dalam arti dengan informasi tersebut, harga saham bisa naik ataupun turun secara signifikan.
Misalnya saja, adanya penggabungan usaha, akuisisi terhadap perusahaan lain, pembelian saham, pembentukan usaha patuhan, pemecahan saham, perolehan atau kehilangan kontrak penting, produk atau penemuan baru, dan lain sebagainya.
Sudah bisa dilogika, bahwa informasi material ini (seharusnya) bersifat rahasia, yang hanya diketahui oleh orang “dalam”, seperti yang disebut di poin pertama di atas.
Memang tidak semua aktivitas emiten menjadi informasi material yang dilarang untuk dibocorkan sehingga memicu insider trading. Semua ini juga sudah diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan kepada Publik.
Dengan berbekal informasi yang sensitif ini, orang memang bisa lantas terpikirkan untuk mengambil peluang-peluang, sehingga potensi terjadi insider trading menjadi sangat besar yang kemudian bisa menimbulkan kerugian bagi pemegang saham publik.
3. Adanya transaksi yang dilakukan berdasarkan informasi material yang bocor
Kalau tidak ada tindakan yang mengikutinya, tentu ini tidak bisa disebut sebagai praktik insider trading. Betul kan ya?
Transaksi terjadi karena adanya motif sebagai reaksi terhadap informasi material yang bocor dan belum dipublikasikan. Transaksi di sini bisa berarti menjual ataupun membeli saham. Kalau informasinya bagus, maka pihak “pembeli informasi orang dalam” akan menawar harga rendah agar nantinya ketika harga naik, dia akan mendapat untung yang besar.
Demikian pula sebaliknya, kalau informasinya berpotensi menurunkan harga saham di pasaran, pihak “pembeli informasi orang dalam” akan menjual saham saat harganya masih di posisi yang tinggi, untuk kemudian mendapatkan keuntungan ketika saham terkoreksi nantinya.
Nah, di sini sudah terlihat kan, ketidakadilan informasinya di sebelah mana?
Demikianlah insider trading bisa terjadi.
Sudah ada beberapa kasus insider trading terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah kasus insider trading yang melibatkan saham Bank Danamon dan Rajiv Louis, mantan Country Head UBS Group AG, di tahun 2012. Ada juga dugaan insider trading yang melibatkan salah satu perusahaan sekuritas tahun 2017-2018 lalu. Meski penyelidikan OJK belum memberikan bukti nyata, tetapi harga saham si perusahaan sekuritas terus merosot dan belum tertolong hingga hari ini.
Yah, begitulah. Memang selalu ada celah untuk meraup keuntungan pribadi.
Lalu, kita mesti gimana, para investor? Ya, mendingan cari aman sajalah. Tetap fokus pada tujuan keuangan, dan berpedoman pada fundamental perusahaan. Insyaallah, semua akan baik-baik saja.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.