Fase paling clueless dalam hidup perempuan–pada umumnya–adalah fase saat ia baru saja menyandang status sebagai ibu muda. Ya, ini pada umumnya.
Kalau ada yang enggak umum kondisinya–misalnya ada yang enggak menikah–yah itu berarti anomali. Kalau anomali pastinya beda cerita. Tapi kali ini, kita akan cerita-cerita tentang yang bukan anomali dulu. Yaitu tentang kehidupan seorang ibu muda.
Tantangan Hidup Para Ibu Muda
Kondisi paling umum terjadi adalah seperti ini: belum lama menikah (meski mungkin sudah lama pacaran, tapi hey … masa pacaran kan belum keliatan sifat aslinya masing-masing? Jadi, mari kita abaikan kondisi semasa pacaran), sudah punya anak yang masih bayi. Kondisi si ibu bisa jadi masih bekerja di luar rumah ataupun sudah resign atas dasar kesepakatan dengan suami. Sedangkan, lagi-lagi ini situasi pada umumnya, karier suami juga masih dirintis. Belum terlalu sukses, tapi sudah bisa untuk hidup pas-pasan.
Apa yang terjadi? Kegalauan lantaran kerepotan membagi waktu antara pekerjaan di kantor dan urusan anak bayinya. Memang sih pemasukan keluarga berarti dari 2 pintu: dari suami, dan dari dirinya sendiri.
Tetapi, urusan anak membuatnya jadi tak bisa bergerak terlalu banyak juga. Rasanya agak sulit bagi seorang ibu baru untuk bisa menapak jenjang karier lebih tinggi saat dia masih punya anak bayi. Meskipun saya percaya, ada juga yang mampu, tapi yakin banget, pasti enggak banyak. Ini berarti gajinya pas-pasan.
Lalu bagaimana dengan si ibu stay at home? Apakah kegalauannya berkurang, karena logikanya kan dia tak perlu menghadapi pekerjaan kantoran? Enggak juga. Tetep aja galau, karena berarti dia hidup bergantung pada suami, yang mana–lagi-lagi kondisi pada umumnya–memberikan uang belanja yang terbatas setiap bulannya.
Tapi, ya ampun. Keperluan anak bayik itu luar biasa sekali. Nggak usah menyebutkan anak ASI atau anak sufor, atau anak hasil melahirkan normal atau abnormal, popok sekali pakai atau popok kain, keperluan anak bayik itu bejibun betul. Kalau dihitung-hitung, keperluan kita sendiri saja enggak sebesar itu, meski kita belanja skincare setiap hari.
Ini baru ngomongin keperluan anak bayi. Kondisi ini akan berlangsung terus hingga si kecil masuk usia toddler. Belum ngomongin soal keperluan dapur. Bisa nabung 100 – 200 ribu setiap bulan saja udah syukur.
Belum lagi ngomongin soal me time. Beugh, barang mewah betul. Boro-boro nongkrong di warung kopi, mandi aja dikintilin terus sama si toddler.
Butuh Nasihat, Tapi Nggak Tahu ke Mana
Sungguh, kondisi-kondisi ini bikin clueless. Bener nggak? Paling dekat, biasanya sih kita–para ibu muda ini–akan nanya ke orang tua, apa survival tips-nya. Tapi, mindset orang tua kita dan kita sendiri itu sudah jauh berbeda. Lha kok mau nanya jurus ngirit, soal kapan bayi bisa mulai dikasih makan pisang aja lo, bisa bikin perang dingin antara menantu sama mertua.
Paling pol, ya baca-baca buku atau majalah. Tapi, dari pengalaman, teori memang banyak, tapi enggak semua sesuai dengan fakta di lapangan, buibu.
Tapi, tenang, buibu. Pada dasarnya tidak ada masalah yang tanpa solusi. Ibarat panci, selalu dijual dengan tutupnya. Jadi, mari kita cari tutup panci bareng-bareng.
Dan, meski kondisi satu ibu dengan ibu yang lain bisa saja berbeda, tetapi setidaknya 5 prinsip mengelola keuangan keluarga ini seharusnya bisa dilakukan oleh ibu muda mana pun.
5 Prinsip Mengelola Uang Belanja Terbatas
1. Ngobrol terbuka sama suami
Kadang ini masih jadi hal tabu bila kita ngomongin duit (yang jumlahnya terbatas) sama suami, takutnya dicap sebagai istri yang nggak becus ngelola uang. Jadi, mau berapa aja ya terima aja. Terus akhirnya, stres sendiri.
Jadi gini ya, buibu. Rumah tangga itu kan isinya berdua sama suami? Bertiga sama anak, berempat, berlima, dan seterusnya juga sih. Tapi seenggaknya kan kita enggak sendirian? Memang betul, ibu itu menteri keuangan dan suami adalah presiden. Tapi bukankah, Sri Mulyani saja bisa punya agenda rapat sama Pak Presiden, untuk membicarakan keuangan negara?
Begitu juga di rumah. Adalah penting bagi suami istri untuk duduk berdua sejenak, lalu ngobrolin duit bareng. Kalau kita sudah punya catatan keuangan, ya itu lebih baik. Bisa kita buka, lalu ditunjukkan ke suami, seberapa ngepasnya keuangan kita.
Dengan begitu, kita bisa tahu duduk permasalahan, lalu mencari solusi bersama. Stresnya dibagi-bagi ya, buibu. Percuma dong menikah, tapi stresnya dirasain sendiri, yes?
2. Catat pengeluaran
Poin selanjutnya, kalau belum punya catatan keuangan, sudah mulai harus punya. Nggak perlu pakai alasan malas. Malas buka laptop untuk pakai Excel, ada aplikasi mobile-nya. Masih malas buka handphone untuk nyatet pengeluaran (tapi nggak malas scroll Instagram), bisa pakai buku tulis manual.
Percayalah, buku catatan keuangan ini sangat penting! Dari buku catatan ini kita bisa tahu uang kita tuh ke mana aja. Kalau sudah tahu ke mana aja, kita bisa tahu, mana yang bisa dipangkas atau lebih dihemat lagi. Sudah tahu apa saja yang dihemat, kita lantas tahu juga alokasi dan prioritas mana saja yang harus didahulukan di atas yang lain.
Dengan catatan pengeluaran, kita akhirnya bisa membuat anggaran untuk bulan depan.
3. Buat anggaran
Anggaran adalah hal berikutnya yang harus kita buat. Bikinnya juga bareng sama suami ya, bagaimanapun dua kepala akan lebih “indah” daripada cuma satu.
Buat anggaran dengan berpegang pada catatan pengeluaran bulan sebelumnya yang sudah dibuat. Kan pengeluaran itu setidaknya ada 3 pos besar, yaitu pos utang, pos tabungan/ investasi, serta jangan lupa pos kebutuhan harian.
Kalau susah bikin anggaran dengan buku catatan atau aplikasi, coba bikin dengan cara old school: pake amplop. Emang jadul banget. Tapi efektif lo!
4. Tentukan prioritas tujuan jangka panjang
Nah, kalau anggaran sudah oke, berikutnya adalah menentukan prioritas tujuan keuangan jangka panjang keluarga.
Utamakan memenuhi dana darurat dulu. Kalau idealnya sih 6x pengeluaran bulanan. Tidak perlu memiliki dana darurat yang terlalu besar karena sangat tidak produktif, tapi memiliki pos khususnya adalah keharusan.
Ingat, hidup siapa yang bisa menjamin?
Namanya dana darurat, tentu saja adalah dana yang seharusnya dipakai untuk kondisi darurat. Ada sepatu yang dijual midsale di department store tidak termasuk kondisi darurat ya.
Baru setelah itu, rencanakan untuk dana pendidikan, dana pensiun, dan dana-dana yang lain. Untuk produk investasinya, bisa ceki-cek artikel lainnya di blog ini.
5. Cari alternatif pemasukan lain
Pernah baca Confessions of a Shopaholic? Atau nonton filmnya? Dalam salah satu bagiannya, ada tip menarik diungkapkan dalam kisah si Rebecca Bloomwood ini:
kalau enggak bisa mengurangi pengeluaran, maka tambahlah penghasilan.
Ini juga yang selalu jadi prinsip saya pribadi. Tambah penghasilan. Buat para ibu bekerja, barangkali ini memang akan lebih sulit sih, karena berarti tenaganya harus dibagi lagi; ngurus kerjaan utama di kantor, ngurus keluarga, plus cari sampingan. Tapi ingat, buibu, selalu ada celah kalau kita mau berusaha. Ini juga berlaku untuk para ibu stay at home ya.
Dan, salah satu cara menambah penghasilan yang paling bisa diandalkan bagi para ibu muda adalah berdagang. Jadi, ayo, coba cari peluang, bisa jualan apa. Tentu saja, yang bisa kita lakukan sembari ngurus keluarga ya.
Jadi gimana nih? Seharusnya, dengan 5 langkah awal di atas, kita sudah bisa mengelola keuangan keluarga ke depannya. Kondisi masing-masing memang bisa berbeda, jadi yang di atas adalah permulaan, selanjutnya bisa disesuaikan masing-masing.
Pokoknya ingat. Rumah tangga itu enggak dibangun sendirian.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.
Nana mengatakan
Tips yang sangat bermanfaat! Sesuai sekali dengan keadaan saya saat ini yang sedang hamil 30 minggu. Thanks!
diskartes mengatakan
Semoga bermanfaat, you are welcome ya
adi pradana mengatakan
Tipsnya menyenangkan, tapi untuk nomor 5 perlu kembali lagi ke nomor 1, diperbolehkan tidak oleh suami mencari tambahan penghasilan.. Ataukah yang mencari tambahan penghasilan tetap suami. Kadang hal sepele kalo tidak dibicarakan baik2 bisa menyulut cekcok keluarga…