diskartes.com – Assalamualaykum WNI!
Gara-gara diskusi dengan Pak Zaim Saidi di Facebook, saya terjerumus dengan diskusi tak berkesudahan dengan beberapa teman. Bahkan seorang kawan baik memberi challenge lumayan, kebetulan beliau pegawai teladan dengan nama “Preman”.
Ketika saya sedang ada kerjaan di Jambi, muncul whatsapp dari Preman yang intinya berbunyi seperti ini:
“Andai aku jadi Presiden, trus pengen menghapus pajak, kira-kira bisa melakukan apa? Guru, dokter, dan PNS tetap butuh gaji, anak-anak harus sekolah! Kalau jawabanmu oke, kujadikan Menteri BUMN!”
Sahabat, saya sarankan Anda minum obat dulu biar enggak darah tinggi. Ini bukan persoalan sepele, mari kita berandai-andai bersama.
Kalau Pajak dan Utang Tidak Boleh, Berarti Negara Harus BERBISNIS!
Negara diciptakan untuk memberi pelayanan dasar bagi masyarakat. Tidak ada perusahaan yang mau bikin sekolah jika enggak kasih keuntungan buat yayasan, bikin puskesmas gratis, bikin jalan raya di kampung-kampung, dan lainnya.
Syarat kalau mau bebas pajak yang pertama adalah sudah tersedianya pelayanan dasar bagi masyarakat, 100%! Ada satu wilayah saja tertinggal, bisa gawat akibatnya. Chaos! Itulah kenapa beberapa daerah dikhususkan dengan adanya dana tambahan seperti Dana Keistimewaan untuk Yogyakarta, kemudian dana Otonomi Khusus di Papua dan Papua Barat.
Gambar yang saya kasih liat ini adalah kondisi dompet Indonesia di tahun 2018. Perhatikan “Penerimaan Negara Bukan Pajak”.
Anggap saja pos disitu adalah dana yang produktif misal dari dividen BUMN atau royalti pemanfaatan Sumber Daya Alam. Jumlahnya berapa sih? Hanya sekitar 14% bos!
Lebih dari 80% pendapatan Indonesia masih tergantung dari pajak.
Kalau pajak hilang dari muka bumi NKRI saat ini, kerusuhan yang terjadi nampaknya bakal ngalahin krisis moneter 1998. 4,5 juta PNS enggak gajian, jembatan baru kebangun setengah ga bisa diterusin, dan lain sebagainya.
Saya bukan pakar ilmu Islam, tapi syarat kedua jika mau tanpa Pajak berarti warga negara harus ikhlas bersedekah untuk membiayai keperluan negara. So, iklas ga nih?
Mem-BUMN-kan Kementerian??
Kemudian kawan saya si “Preman” ini mengungkit peran BUMN,
“Katanya Indonesia kaya raya, masa kekayaannya ga bisa buat nutup defisit Indonesia? Emang iya harus dengan pajak? Lha itu pegawai BUMN gajinya selangit, masa ga bisa ngasih pendapatan segede pajak? Kamu sebagai ekonom harus bisa memahami sanubari orang-orang yang ga pengen pajak juga dong”
Entah apa salah saya hingga kena damprat juga.
Dalam bayangan saya, jika kedua syarat pelayanan dasar (kesehatan dan pendidikan) uda oke, mau bikin negara menjadi entitas bisnis untuk pelayanannya, maka mari kita berandai-andai. Perluasan pasar BUMN untuk mengisi kas negara.
Saat ini Kementerian Pekerjaan Umum mengurus jalan dan infrastruktur publik. Lha kalau negara berbisnis dan menjadi semacam BUMN, berarti setiap kendaraan yang mau lewat jalan atau jembatan publik, akan dikenakan biaya untuk kemudian masuk PNBP.
Permisalan lain, pembangunan saluran irigasi di desa banyak yang dibiayai dengan dana desa. Nah, karena sudah tidak ada transfer ke daerah, berarti masyarakat gotong royong bikin saluran irigasi dengan dana sendiri.
Mau berbisnis dengan layanan kesehatan juga? Oke, andaikata mem-BUMN-kan Kementerian Kesehatan. Kalau saat ini ada subsidi untuk puskesmas, peralatan kesehatan, dan lainnya. Berarti kalau mau bangun, maka masyarakat lokal harus punya dana yang membiayai pembangunan sarpras tadi lho ya.
Konteks berbisnis kan kita menyediakan barang dan jasa, kemudian mendapat profit dari situ. Dari profit tadi, akan dimasukkan ke negara dalam bentuk PNBP.
Apabila memang 200 juta lebih masyarakat kita masuk ke dalam kategori kaya, mau dibisniskan ya silakan saja. Wong daya beli sudah ada. Realitanya 27,77 juta penduduk masih dibawah garis kemiskinan dengan koefisien gini 0,40. Alih-alih memikirkan kesehatan, untuk makan sehari-hari sudah repot.
Dengan mem-BUMN-kan akses jalan dan kesehatan, memang benar akan menambah pundi-pundi APBN. Tapi itu akan membunuh mereka perlahan-lahan.
Kondisi Saat Ini
Tahun 2016 tercatat laba dari 118 BUMN Rp164 T, yang artinya telah meningkat. Dengan adanya penajaman fungsi maupun sinergi BUMN, nampaknya perusahaan telah berada di jalur yang tepat. Mengurangi biaya yang tidak perlu dan memiliki blue print bisnis secara komprehensif.
Mari kita buat skenario perandaian lainnya.
Pelayanan dasar tetap ada, pajak nol, perbankan ditutup, tapi pendapatan BUMN harus mengganti pajak. Hitungannya kan berarti BUMN harus bisa bikin profit minimal 10 kali lipat dari tahun 2016. Otomatis harga yang dibebankan di setiap barang atau jasanya naik 10 kali lipat!
Bensin premium yang saat ini dijual di harga 7000an, akan dijual dengan harga 70 ribuan. Implikasinya pasti akan kemana-mana, bahkan menyentuh warga yang tidak membelinya. Mungkin ga sih?
Sekali lagi, dengan kondisi saat ini ya jelas enggak mungkin. Keburukannya sangat tidak terukur dibanding manfaatnya. Entah bagaimana Indonesia di tahun 2030 atau 2040, namun saya mencoba realistis dengan fenomena dompet negara di masa sekarang.
Anda punya pendapat cemerlang mengenai topik ini? Silakan tulis di komentar.
Wassalamualaykum WNI!
Prambudi mengatakan
“In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes.”
Saya kutip yg bang kartes tulis sendiri wkwk
Kayaknya gak bakalan deh pajak dihapuskan, kl diperkecil mgkn bisa.
Dan kl pun rakyatnya sdh makmur semua, tetap aja btuh utk membuat kemajuan di banyak sendi kehidupan masyarakat.
Karena makmur kan gak hanya soal ekonomi ya bang, tapi semua aspek (ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, sosial, dsb).
Menurut saya pajak itu instrumen luar biasa utk membangun negara.
Tp ya saya hnya asal nyeplos aja sih hehe
Mgkn ada negara lain yg bsa jadi referensi (yg gak membebankan pajak)..
diskartes mengatakan
Di dunia yang kita tinggali saat ini, semuanya masih bergantung sama pajak kok. Itu realita yang harus kita hadapi.
Tapi memang ga ada seorangpun yang suka kena pajak, termasuk kita juga.
Btw, thanks loh ya untuk pemikirannya!
Cellent Kristian mengatakan
Kalau Pajak dihapus sepenuhnya saya gak yakin Indonesia kan makmur bang, mungkin hanya bisa dilakukan jika pajak hanya dikurangi, dan itupun juga dengan dibantu dengan Masyarakatnya yang bisa memakmurkan diri sendiri terlebih dahulu bang.
diskartes mengatakan
Hei Kristian,
itu juga pendapat saya. Masih banyak PR yang harus diselesaikan dengan pajak.
Erly Silalahi mengatakan
Hai, Salam kenal ya. Kenal blog ini waktu iseng cari di google dengan key word “blog perencanaan keuangan” dan blog ini muncul sebagai salah satunya. Semenjak itu sampai dengan saat ini menjadi pembaca setia Diskartes, tapi lebih ke silent reader aja..hehe. Menarik sekali tulisan-tulisan yang disampaikan. Berisi dengan fakta dan analisa yang tajam. Termasuk tulisan ini termasuk tulisan yang visioner dan memaksa kita untuk berani berpikir di luar zona pikir yang biasa dan berani berandai2 (secara ga bayar kok klo berandai andai..hehe). Mengomentari artikel ini, masih jauhlah kita dari pembebasan pajak secara total karena kita masih berada pada fase pembangunan infrastruktur dan SDM yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Sementara untuk alternatif pembiayaan lain di luar pajak kita masih minim. Sebagai contoh nyata, saya bekerja di Kementerian PUPR dengan fokus pembangunan sarana prasarana pengelolaan air limbah di masyarakat. Pasca sarana terbangun maka masyarakat akan dibebankan biaya operational maintenance sebesar 10.000 – 20.000 rupiah per bulan dan ini susahnya minta ampun, ada penolakan dimana-mana. Apalagi jika sampai harga bensin naik sampai 10x lipat?? CHAOS! 🙂
diskartes mengatakan
Halo Erly
Wah terima kasih loh ya, sudi mampir dan berbagi pikiran di blog ini. Saya sangat senang mendengar Anda rajin baca artikel disini, semoga bermanfaat.
Ya betul sekali, dengan kondisi sekarang, masih jauh banget untuk bebas dari pajak. Apalagi Anda berada di Kemen PUPR, setiap karya infrastruktur yang dibangun pasti butuh modal luar biasa besar. Dimana-mana orang selalu mencari cara untuk “tidak bayar”, kalaupun bayar ya “jangan besar”. Seperti yang sudah Anda sampaikan, kalau disuruh bayar 10 ribu dengan pajak atau sudah 10x lipat tanpa pajak, ya orang bakal pilih yang hanya 10 ribu.
Terima kasih sekali lagi untuk apresiasinya. Salam
zaenudins mengatakan
kalau indonesia tanpa pajak, kbar gembira tuh. bang. hehe
pendapatnya luar biasa bang, semenjak saya kenal blog ini, jadi banyak tahu masalah keuangan baik itu negara maupun masalah investasi. makasih bang
Ari Prabowo mengatakan
Bang diakartes, Ketentuan perpajakan yg baru kan Smartphone aja sama beli emas aja dikenakan pajak tuh, Mengindikasikan gak sih pemerintahan yg gagal dan juga hutang yg hampir 4000 ituh (indikasi)??
diskartes mengatakan
Kalau pandangan saya, pemerintah boleh dikatakan gagal jika:
1. Gagal bayar utang
2. Rakyatnya tidak bisa konsumsi (termasuk beli smartphone dan emas)
Jika ternyata rasio-rasio keuangan negara masih dalam batas aman, menurut saya kita tidak perlu panik. Karena bila rakyatnya panik, mudah dirusak asing. Salam
Adi mengatakan
Negara tanpa pajak adalah ide yang menarik saat ini, mengingat kemampuan fiskal pemerintah yang semakin hari-semakin tergerus oleh belanja rutin seperti bunga utang, gaji PNS, subsidi dll… padahal dilain pihak kita tidak bisa mengandalkan pajak secara berlebihan, bahkan mungkin gejalanya sudah mulai terlihat bahwa pajak sudah mulai jenuh (hanya pendapat si, tapi pasti akan terjadi jika pajak digenjot secara berlebihan)… Saya sangat setuju bahwa untuk saat ini pajak merupakan primadona penerimaan negara dan TIDAK AKAN dapat digantikan tetapi tidak ada salahnya jika pemerintah mulai berfokus beralih haluan untuk mendapatkan sumber penerimaan yang lain yang selama ini terabaikan agar pilihan pemerintah lebih banyak dalam mengelola negri ini, Salah satunya adalah aset manajemen mengingat pemerintah sebenarnya memiliki aset yang sangat banyak dan tidak termanfaatkan, cenderung terabaikan… Selain itu pemerintah juga mulai harus meningkatkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya menjadi resource based country yang menurut saya adalah pilihan paling baik yang kita miliki saat ini, sebelum resources, terutama SDA sudah HABIS atau bahkan tidak bernilai lagi… Mungkin kita perlu waspada melihat kasus yang menimpa venezuela sekarang ini, negara dengan SDA melimpah tetapi tidak dikelola dengan baik…
Pilpres sebentar lagi, daripada sibuk memperbedatkan kebaikan dan keburukan masing-masing calon sepertinya lebih baik jika masing-masing dari kita belajar untuk mengelola negri ini dengan lebih baik, apapun profesi kita #Curcol
diskartes mengatakan
Mantap ni pemikirannya, sangat saya apresiasi melihat kemungkinan dan pembelajaran dari negara lain.
Apalagi ditambah pemilihan yang akan segera berlangsung, semakin menarik melihat bagaimana gejolak yang terjadi.
Thanks ya
Ariesusduabelas mengatakan
Uni Emirat Arab. Pernah dengar negara kaya minyak ini gak ada pajak, karena emasnya banyak dan pemimpin negaranya jago investasi. Tapi gak tau kabarnya sekarang.
Angga mengatakan
Menurut saya sistem perpajakan dapat dihilangkan secara bertahap, mulai dari daerah baru memusat. Membangun BUMD dan Pengembangan BUMN bisa membantu. Menghentikan pajak juga berarti meningkatkan perekonomian rakyat pertahunnya, sehingga daya beli rakyat pun ikut meningkat. Akhirnya realisasi BUMD sebagai penyokong produksi kebutuhan rakyat dapat berjalan lebih baik. Pajak tetap dapat dilakukan jika, tanah itu merupakan tanah sewa atau landsharing antara pemerintah dengan pengusaha lokal atau asing. Karena jujur pandangan saya sebagai muslim, pajak memang haram hukumnya karena pengelolaan keuangan pajak hampir tidak sepenuhnya diketahui oleh rakyat dan diandil-andilkan bahwa ini untuk mereka juga dan dirasakan keuntungannya oleh mereka, tetapi juga lebih banyak masuk ke kantung orang yg lebih kaya dari mereka.
Setelah saya pernah mengikuti acara pengabdian masyarakat dimana disana terdapat kegiatan pembangunan drainase uangnya didapat hasil dari donasi atau sumbangan rakyat yang dengan jelas memperlihatkan bahwa sistem ini lebih baik dari pajak.
Saya sangat amat berharap sistem pajak dihapuskan. Karena akan berakar dan terus bertambah nantinya karena sudah seperti dianggap halal. Akhir kata banyak yang tidak berani hidup makmur dan kaya karena takut harus membayar pajak dan banyak yang tidak berani hidup miskin karena takut tidak bisa membayar pajak (Makan, parkir, dan belanja lainnya yang dikenakan pajak)
Terima Kasih.
Tatang Wahyu Hidayat mengatakan
Bisa saja tapi membutuhkan perjuangan dan keihlasan serta proses panjang.
Penerimaan pajak yang katanya sebesar 80% untuk biaya pembangunan dan pengelolaan negara serta tetek bengeknya,jangan dibebankan kepada rakyat,tapi bebankan kepada perusahaan2 yang berdiam diri dan mengambil keuntungan dari negara kita,terapkan pajak yang tinggi dan tentukan ambang batas nilai jual kepada konsumen.Dasar dari sebuah negara tidak melulu soal angka,kembali kepada dasae negara UUD dan Pancasila,tak satupun disitu tertuang tentang pajak,Indonesia adalah rahmat dari Tuhan YME dan itu bermakna dalam sekali kalo digali,Indonesia jangan kufur nikmat ,Indonesia bisa tanpa pajak jika mampu menggali potensi SDA yg ada secara maksimal didukung SDM yang berahlak dan beriman.
R.M.Mandollo mengatakan
Untuk negara seluas Indonesia dengan penduduk sebanyak ini,pajak sangat tidak mungkin di hapus.ditambah lagi,saat ini kita adalah negara yg konsumtif.rasio ekspor dan import tidak seimbang.
Mungkin jika pajak di hapuskan pada tahun 60-70an,tidak terlalu terasa,karena saat itu kita masih swasembada pangan.SDA juga masih utuh,banyak yg belum terjamah.
Soal pajak,dari jaman kerajaan2 hingga era penjajahan,metode pajak sudah di terapkan.Jadi jangan anggap pajak ada setelah kemerdekaan saja.
Intinya..Pajak hanya bisa di hapus,jika negara ini punya sumber devisa tak terbatas,melebihi kebutuhan anggaran negara.
Contoh Monaco..karena negara tsb hanya mempunyai luas wilayah beberapa km pesegi,dengan penduduk minimalis.tapi punya sumber devisa dari pariwisata yg sangat besar.sedangkan anggaran untuk militer tidak di perlukan,infrastruktur sudah lengkap.jadi wajar negaranya free tax.
Danang mengatakan
Andai pajak dihapus saya sih setuju banget. Dan semua regulasi perdagangan juga dihapus juga. jadi pemerintahan benar2 mandiri. anggap saja swasta.
bumn swasta juga bukan sebagai regulator dan operator. Mungkin rakyat akan memulai dengan “pemerintahannya sendiri” dan “pemerintah” silahkan bikin rakyat sendiri.
Infrastruktur dan lainnya itu dibangun di atas tanah negara atau tanah pemerintah ?
Jihad mengatakan
Pajak melambung tinggi, utang negara terus bertambah.. perampokan yang di legalkan, yang tidak akan pernah bisa terlunasi sampai anak cucu dan cicit kita.