• BLOG
  • Buku
  • Podcast
  • Video
  • Testimonials
  • Data

Diskartes - Blog Investasi dan Ekonomi

Blog Perencanaan Keuangan, Investasi Saham, Cryptocurrency, dan Ekonomi.

  • Ekonomi
  • Saham
  • Blockchain
  • Perencanaan Keuangan
  • Fintech
  • Bisnis
Anda di sini: Beranda / Perencanaan Keuangan / Gaji Naik Drastis, Apa Yang Akan Anda Lakukan?

Gaji Naik Drastis, Apa Yang Akan Anda Lakukan?

Juli 1, 2017 By diskartes

naik gajidiskartes.com – Assalamualaykum karyawan Indonesia!

Semua orang pasti seneng kalau dapat kabar kenaikan gaji, di benaknya uda ngumpul banyak angan-angan untuk direalisasikan. Sembilan tahun yang lalu, saya masih inget banget dari yang biasanya sebulan dikasih 900 ribu sebagai uang pesangon, terus bulan berikutnya dapet sekitar 6,5 juta ketika gaji turun full.

Wow!

Karena memang dasarnya enggak boros, yaudah duit juga cuma dibeliin laptop, nge-mall, travelling, dan macem-macem. Lifestyle sok-sok an berubah, biasanya mau ngekos di kamar triplek, jadi pilih-pilih yang ber AC. Motor pun ogah yang biasa, demi “menggaet” gadis-gadis ibukota.

Tahukah Anda, sifat dasar manusia seperti ini mirip dengan yang dikatakan oleh ekonom Jerman bernama Ernst Engel.

Dalam penelitiannya di Belgia, dia menemukan bahwa kenaikan pendapatan tidak akan menaikkan permintaan bahan dasar seperti makanan. Tetapi, kenaikan pendapatan akan memberi dampak signifikan terhadap barang mewah.

Tiga baris yang Anda baca tadi adalah intisari Hukum Engel, yang populer dua abad lalu. Jika kita lihat dan bandingkan dengan kondisi saat ini, ternyata masih relevan. Buktinya jelas fenomena social climber!

Naik Gaji, Belum Tentu Tambah Kaya

Beberapa waktu lalu ada liputan yang menyinggung perilaku generasi millenial di Indonesia dan India. Jadi semakin banyak orang yang masuk ke dalam level menengah ke atas dari segi pendapatan. Tapi faktanya, pengeluarannya juga jauh lebih besar.

Sebelum ngobrol lebih jauh kita akan bagi barang menjadi dua, yaitu barang “normal” dan barang “lux/ luxury”.

Sebenarnya jika kita melihat dari segi kuantitas, tidak akan ada perubahan yang signifikan. Misalnya begini, ada seorang pemuda namanya Iwan. Ketika masuk menjadi karyawan perusahaan dengan gaji Rp 5 juta, sehari dia makan 3 kali di warung dengan total pengeluaran 50 ribu sehari. Padahal menunya udah ayam sayur dan nasi, yang masuk dalam kategori barang normal. Ketika itu dia hanya sebulan sekali merasakan makan barang “lux” yaitu saat gajian, dan itupun hanya di malam hari. Makanan itu adalah “steak Gandy”.

Baca Juga  Reksa Dana Pasar Uang, Apa yang Perlu Kamu Ketahui Sebagai Pemula?

Setelah 10 tahun, tentu saja Iwan promosi sampai ke level Manager. Perilaku menjadi berubah, jika dulu terbiasa dengan bahan makanan “normal”, ketika di level Manager justru berkurang menjadi hanya sekali atau dua kali. Makanan “normal” hanya disantap pas kangen makanan lampau. Terbalik dengan barang “lux”, menjadi lebih sering dikonsumsi. Steak Gandy dan sebangsanya lebih sering memenuhi perut si Iwan.

Benang merahnya adalah kenaikan gaji mengurangi konsumsi barang normal, namun meningkatkan konsumsi barang lux.

Apa pentingnya kesimpulan ini?

Sun Tzu pernah mengajarkan kepada kita bahwa untuk memenangkan peperangan adalah dengan mengenal diri kita dan lawan.

Sering kan ditemui sebuah rumah makan yang cukup enak, ternyata tidak laku dan bangkrut. Alasannya sederhana, terlalu murah di tempat premium. Orang-orang borjuis malas beli yang murah-murah nampaknya. Adapula rumah makan yang tidak laku karena memang sangat mahal. Jelas, orang dengan pendapatan level menengah ke bawah enggan membelinya.

Itulah alasan kenapa pusat perbelanjaan ibukota seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, atau tongkrongan di kawasan SCBD dan semacamnya super laris manis. Kumpulan orang yang naik gaji, kawasan level menengah, mereka berlomba-lomba memburu area “lux”.

Lah, kalau level menengah belanja disitu. Orang dengan gaji superkaya ngabisin duit dimana?

Singapore!

infografis gaji naik

Elastisitas Permintaan Mulai Bergeser

Beberapa waktu lalu saya mendatangi butik Louis Vuitton di Plaza Indonesia, bukan mau beli karena cuma pengen liat-liat aja. Nah, tapi niat tadi terpaksa urung karena dicegah oleh sang nona penjaga toko. Ternyata di dalamnya uda full kata dia, meski kalau kita tengok lewat kaca isinya ga sampai 20 orang. Karena SOP di sana, mungkin setiap satu pelayan bertanggung jawab atas satu atau dua customer.

Baca Juga  Shopping Therapy: Obat untuk Para Shopaholic yang Punya Kebiasaan Belanja Gila-Gilaan

Apa pelajaran yang bisa kita ambil?

1. Orang berduit di Jakarta banyak, bohong kalau ada yang bilang Indonesia negara miskin.
2. Barang super luxury tidak elastis terhadap perubahan harga untuk kaum jetset.

Teori Alfred Marshall atas elastisitas permintaan menyebutkan bahwa permintaan akan turun ketika harga naik. Faktanya adalah barang super luxury hanya akan dikonsumsi oleh segelintir orang, yang jumlahnya sangaaat kecil. Se-signifikan apapun perubahan harga barang luxury, tidak akan mempengaruhi mereka!

Sementara orang level menengah ke atas yang baru merasakan kenaikan gaji gede, akan berperilaku lain. Ketika sebuah tas LV tadi sedang diskon dari 15 juta menjadi 5 juta, dimana masuk ke dalam budget si orang kaya baru ini, maka akan sangat berpengaruh. Doi berani beli di harga 5 juta, lebih dari itu maka dia angkat tangan.

Dari ilustrasi tadi, bisa kita tarik kesimpulan bahwa setiap barang memiliki karakter dan elastisitas permintaan yang berbeda.

Bagaimana Dengan Kenaikan Gaji Anda?

Setelah kita paham soal kenaikan gaji dan elastisitas permintaannya, sekarang lebih personal yuk. Entah Anda karyawan atau pengusaha, pasti akan ada momen penuh keberuntungan berupa kenaikan penghasilan. Saat Anda menjadi orang kaya baru, apa yang akan Anda lakukan?

1. Jangan-jangan kepikiran buat nyimpen semuanya?

Oh my God! I hate you!

Udah naik gaji, ga mau berkontribusi ke perekonomian. Belanjain kek, jangan cuma disimpen doang. Atau mau beralasan berinvestasi? I hate you again!

Jangan cuma investasi doang, Anda kan hidup di saat ini juga. Enggak cuma di masa mendatang!

2. Atau kepikiran buat dibelanjain seluruhnya?

Go party, go party!

Tapi saya juga tidak rekomendasikan seperti ini, terlalu bernafsu. Apa bedanya kita dengan binatang kalau nurutin nafsu mulu? Cukup nafsu yang “itu” aja yang di iyain!

Baca Juga  Apa Yang Harus Anda Pahami Sebelum Bisnis Bersama Teman?

3. Bayar Utang?

Nampaknya saya ada kewajiban untuk mengingatkan selalu bayar hutang, seperti pas kita ngomongin Tunjangan Hari Raya. Setelah utang kelar, tinggal digarap sesuai omongan para financial planner yang beredar di jagat maya.

Well, nampaknya obrolan kita cukup sampai ini ya. Tidak lupa saya meminta maaf jika ada perkataan yang salah, mumpung pas artikel ini diangkat masih di bulan syawal.

Wassalamualaykum karyawan Indonesia!

Ditempatkan di bawah: Perencanaan Keuangan Ditag dengan:cara naik gaji, gaji naik, naik gaji

Related Posts

  • Kartu Kredit: Sebenarnya Bikin Untung atau Buntung sih?
  • Shopping Therapy: Obat untuk Para Shopaholic yang Punya Kebiasaan Belanja Gila-Gilaan
  • Pengantin Baru seperti Kaesang dan Erina? Segera Atur Keuangan Keluarga Barumu!
  • Tanggal Muda kok Sudah Koma?
  • Cara Cerdas Ibu Rumah Tangga Mengatur Keuangan

Komentar

  1. Evrinasp mengatakan

    Juli 3, 2017 pada 5:32 PM

    Kalau naik pingin buka usaha, aku pingin punya toko dan tempat makan, rencananya ingin memperkejakan anak muda yg belum berpenghasilan di dekat rumah. Pingin banget punya impian itu

    • diskartes mengatakan

      Juli 3, 2017 pada 9:09 PM

      Mulia sekali mbak. semoga terlaksana yaa

  2. deddyhuang.com mengatakan

    Juli 7, 2017 pada 2:15 PM

    aku kangen gajian :((
    kalau udah gajian biasanya ditabung aja sih.

    • diskartes mengatakan

      Juli 8, 2017 pada 3:55 AM

      sekarang kn menggaji diri sendiri koh
      🙂

  3. Ariesusduabelas mengatakan

    Juli 9, 2017 pada 5:08 PM

    Artikel seru tapi lucu. Saya mah jarang ke mall atau tempat eksklusif gitu Bang, maklum anak kalem. 😀

    • diskartes mengatakan

      Juli 10, 2017 pada 8:33 AM

      kalau club? 😛

  • Instagram
  • LinkedIn
  • Twitter
  • YouTube

Podcast Diskartes

Buku Investasi (Katanya…)

buku saham terbaik

Copyright © 2025 diskartes