Pernah dengar istilah bonus demografi Indonesia? Mau simak ceritanya?
Prestasi gemilang telah diraih seluruh masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Ketika perekonomian dunia mengalami kejutan pada tahun 2008 yang digawangi krisis Subprime Mortgage di Amerika, kenyataannya negara kita masih oke-oke saja.
Memang sih ketimpangan kekayaan di Indonesia masih terjadi. Namun demikian, data statistik yang diolah Katadata menunjukkan bahwa indeks koefisien gini Indonesia dalam batas normal. Mau tahu koefisien gini dunia? 0,52 pada tahun 2016.
Tentu saja dalam hidup ini selalu ada kaya dan miskin, tapi yang paling penting adalah memitigasi ketimpangannya.
Tunggu dulu, kamu masih inget obrolan Minggu lalu tentang koefisien gini kan? Itu lhoh, skala yang menunjukkan ketimpangan antara 0 – 1, di mana mendekati nol berarti makin merata, sementara mendekati satu berarti makin timpang.
Nah, tetapi jangan berlena-lena, karena tuntutan global di masa mendatang akan jauh lebih keras. Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mulai efektif tahun 2016 kemarin mau tidak mau akan memberi dampak signifikan kepada pola ekonomi kita. Apabila para pelaku bisnis tidak siap, jangan heran bisa ditinggal.
Selain itu Indonesia juga memiliki perjanjian-perjanjian baik regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area) ataupun perjanjian bilateral yang bertujuan menciptakan kawasan bebas dagang. Caranya ya menurunkan bea tarif antar anggotanya.
Poin tersebut bisa dibilang sebagai problem serius, tetapi juga solusi yang paling oke di masa depan. Sudah bukan jamannya lagi ekonomi digerakkan oleh bisnis yang jago kandang. Mereka yang berani dan kreatiflah yang akan menentukan laju perekonomian Indonesia. Tapi jangan takut kawan, negeri kita punya modal utama yang sangat kuat, apakah itu?
Sumber daya manusia!
Betul lhoh, selalu saya katakan dalam setiap seminar bahwa jumlah penduduk Indonesia yang melimpah ruah menjadi mesin utama pembangunan. Apalagi dalam beberapa tahun ke depan kita akan mendapat berkah berupa bonus demografi.
Apa Sebenarnya Bonus Demografi Indonesia?
Bonus demografi Indonesia adalah kondisi ketika jumlah penduduk yang berusia produktif (15 – 64 tahun) mendominasi Indonesia, dibandingkan penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun).
Statistik Indonesia menunjukkan bahwa di tahun 2020 dan 2030, negeri tercinta ini akan menikmati generasi emas tersebut. Coba deh Anda perhatikan gambaran demografi berikut yang diambil dari situs KataData.
Skema statistik berbentuk mangkuk terbalik mengindikasikan kondisi dalam 5 tahun ke depan, generasi non produktif yang muda, akan beranjak ke generasi produktif. Dan kamu bisa melihat bahwa jumlahnya luar biasa banyak!
Selain itu akan terlihat pula bahwa dominasi penduduk yang produktif akan sangat jelas pada tahun 2020 dan tahun-tahun selanjutnya. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan juga tidak terlalu besar perbedaannya, jadi tidak akan menjadi masalah yang berarti.
Kenali Data, Pahami Potensi dan Masalah Bonus Demografi Indonesia
Dalam segala aspek, baik bisnis, investasi, ekonomi, bahkan sampai ke industri kreatif, satu-satunya cara untuk terus bertahan adalah inovasi yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Kunci dari inovasi itu sendiri adalah penelitian dan data.
Data yang ngawur dampaknya akan buruk banget, sudah banyak contoh perusahaan startup yang kandas gara-gara terlalu meremehkan urusan data, begitu pula dengan kebijakan-kebijakan yang kurang tepat sasaran.
Berkaca dari pengalaman tersebut, seyogianya data bonus demografi Indonesia yang saat ini kita bahas bisa menjadi landasan dalam membuat kebijakan baik oleh pemerintah atau sektor bisnis. Generasi muda produktif sebentar lagi akan naik ke panggung pembangunan, dan jangan lupa, ini ibarat pedang bermata dua. Bisa menjadi potensi yang luar biasa, tapi jika tidak disiapkan di awal justru menimbulkan permasalahan.
Kok bisa jadi masalah?
Orang usia 20an – 50an bisa dibilang haus mengejar kesejahteraan dan gaya hidup, mereka juga sudah di fase yang harus berjuang sendiri. Kecil kemungkinan membutuhkan bantuan dari orang tua, apalagi bantuan dari negara. Oleh karena itu, dalam rentang tersebut tentu harus tersedia lapangan kerja yang memadai.
Sayangnya sampai detik ini, jumlah pengangguran di Indonesia masih di angka 7 juta orang. Angka tersebut hampir setara dengan jumlah penduduk di Hongkong, gede banget kan?
PR banget nih, makanya saya setuju dengan kebijakan pemerintah untuk merelaksasi sejumlah aturan usaha. Dengan demikian, orang gampang bikin bisnis di Indonesia, membuka lapangan kerja, menyerap para pengangguran tersebut.
Soalnya bahaya kalau si produktif dalam kondisi menganggur, bisa jadi mereka mengejawantahkan hasrat bekerjanya ke dalam tindakan yang melanggar hukum.
Terus, mana potensinya?
Dalam kondisi ideal, di mana generasi emas sudah bekerja, maka mereka akan menjadi pasar empuk. Secara tidak langsung, orang-orang ini masuk ke golongan menengah dan memiliki kemampuan konsumsi yang cukup. Dalam konteks negara, masih ingat kan dengan rumus pendapatan?
Y=C+I+G
Di mana, Y untuk PDB (Produk Domestik Bruto), C untuk konsumsi nasional, I untuk investasi dan G mengindikasikan belanja pemerintah.
Meningkatnya konsumsi individu, akan menaikkan nilai konsumsi nasional. Alhasil PDB Indonesia akan meningkat dan bersaing dengan negara lain. Apabila dalam 5 tahun terakhir PDB kita di kisaran USD 800-900 Miliar, bukan tidak mungkin ketika bonus demografi terjadi, PDB Indonesia akan meningkat hampir dua kali lipat!
Sebuah kabar yang menyenangkan untuk pemilik bisnis dan pemerintah.
Fokus Pada Solusi
1. SDM Berbasis IT
Saya agak terenyuh ketika menerima kunjungan salah satu tamu dari pemerintah daerah Papua, mereka bilang begini,
“Pak Kartes, kami masih harus mengajari kepala kampung di sana untuk menulis dalam Microsoft Word, padahal dana yang dikelola mencapai 1 miliar.”
Dalam dunia yang serba IT-minded, kemampuan di bidang teknologi harus menjadi perhatian utama. Jika dahulu pembangunan infrastrukur menjadi satu-satunya fokus kita, maka jangan lupa bahwa di zaman sekarang, pemberdayaan masyarakat di bidang teknologi harus mendapat porsi yang cukup.
Anak-anak muda harus dibekali kemampuan IT yang humanis. Paham teknologi dan tetap bisa bersosialisasi dengan baik di lingkungannya.
Selain itu, regulasi yang berpotensi menghambat inovasi teknologi harus direduksi secara masif. Kita patut mengapresiasi nasib mobil Esemka yang populer kala Jokowi masih menjadi walikota Solo, ternyata saat ini hendak diproduksi secara masif. Bayangkan saja, jika ternyata sukses di pasaran, berapa jumlah tenaga kerja yang bisa diserap mulai dari tenaga produksinya, pemasarannya, sampai ke lini servis-nya.
2. Fintech
Maraknya inovasi akan mendorong pengusaha muda mencari pembiayaan, dan era digital menciptakan kenaikan jumlah perusahaan financial technology (fintech). Sikap prudent atau kehati-hatian juga harus dijaga, jangan sampai menimbulkan masalah fraud di kemudian hari.
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran besar disini, dengan cara menjaga prinsip pengelolaan dan pembiayaan keuangan. Apalagi di masa depan, anak-anak muda produktif berpotensi lebih nyaman melakukan transaksi melalui perusahaan fintech dibandingkan perbankan. Jadi harus dijaga betul mekanismenya.
Well, nampaknya sudah cukup obrolan kita kali ini. Semoga ketika generasi emas dalam bonus demografi Indonesia datang, kita semua mendapat keuntungan menjadi pemimpin perekonomian global.
Sebagai bonus, mari kita simak video yang satu ini.
Jangan lupa untuk subscribe channel YouTube Diskartes dan juga Podcast Diskartes untuk berbagai ilmu perencanaan keuangan, investasi, dan ekonomi seru lainnya ya.
Juga follow Instagram Diskartes dan Value Magazine, supaya enggak ketinggalan berbagai update, tip, dan informasi seputar keuangan, bisnis, dan investasi.
Ariesusduabelas mengatakan
AFTA. I see. I see.
Kemarin, bikin paper tentang Free Trade Area nih. Dosen menyinggung demografi penduduk. Yang diambil Jepang, di mana angka kelahiran sangat sedikit. Mereka ketakutan kehabisan tenaga produktif di masa-masa mendatang.
Segala sesuatu, emang ndak boleh berlebihan ya. Hahaha.
diskartes mengatakan
Betul betul…Kalo berlebihan enggak elok dan sedap dipandang..
😀
Farash mengatakan
Bener banget bonus demografi harus dikelola supaya potensinya jadi optimal.
Hamli Syaifullah mengatakan
Wah, jadi betah baca Blognya Bang…
diskartes mengatakan
Makasih mas..alhamdulillah
Hamli Syaifullah mengatakan
Siap Bang, moga bisa saling bersilaturrahmi…
Karena saya juga blogger Bang. Tapi masih belajar-belajar nich dari blog-blog kerren. Salah satunya Blog Diskartes.com ini…
Tenggkyuu Bang…!
Nisa mengatakan
Bagus blog nya. Tapi sepengetahuan saya mobil esemka itu tidak dapat diproduksi lebih banyak sebab ada perjanjian bahwa Indonesia dengan negara2 maju harus menggunakan produk mobil luar negeri
diskartes mengatakan
Oh ya,, baru tau saya atas informasi tersebut. Tks ya buat inputnya.
Sofia Mahardianingtyas mengatakan
Ah iya, mari kita sambil mengingat bersama-sama, jangan sampai kata bonus pada istilah”bonus demografi” membuat kita jadi terlena. Halo, kawanku, generasi muda, itu bukan bonus seperti yang kita pikirkan. Kalo diartikan jumlah penduduk yang bertumbuh dengan cepatnya, iya! Kebetulan juga las usia produktif. Tapi jangan lupa, untuk menikmati manfaatnya, ada terms and condition nya. Ada syarat-syarat yg harus dipenuhi supaya perekonomian kita dan segala aspek kehidupan lain di negara ini bisa berkembang seiring pertambahan jumlah penduduk yang pesat itu. Misalnya: SDM yang makin berkualitas, manajemen sumber daya alam dan pengelolaan kebijakan publik yang baik, dsb. Baru deh, beneran jadi bonus, dan bukannya menambah beban karena di samping menghasilkan, setiap penduduk di negara ini, juga membutuhkan. 🙂