diskartes.com – Assalamualaykum para pembaca!
People die when they stop creating
Beberapa waktu silam saya diundang untuk datang ke konferensi “Indonesia Knowledge Forum V”, trims buat Frieda dari Inke Maris & Associates serta pihak BCA sebagai penyelenggara acara. Di sana bertemu dengan ahli finansial lain seperti koh Dani Rachmat, Mr. Topan, dan ada juga Ibu Ani Berta.
Siapa speakernya? Keren, banyak insight baru dari Thomas Lembong, Yohanes Surya, founder Tokopedia yaitu William T, sampai Pandji Pragiwaksono bisa share pandangan mereka mengenai kondisi keuangan Indonesia. Jadi paham kenapa selain undangan, ternyata banyak orang rela menebus tiketnya yang dibandrol Rp 4,6 juta rupiah.
Ketika di akhir acara, akhirnya saya menyimpulkan sebuah fenomena menarik sebagai benang merah konferensi selama dua hari itu.
Fenomena Financial Technology atau Fintech telah merubah paradigma tentang menabung, berinvestasi, bahkan spending duit
Apa itu Fintech atau Financial Technology di Indonesia?
Tercatat ada lima gelombang yang mengubah kondisi keuangan secara global, dan ternyata generasi melek internet merupakan yang paling besar merevolusi sistem ini. Munculnya digital networks, software, dan biotechnology telah menghasilkan ribuan inovasi cara orang ngatur duitnya sebagai dampak ekonomi digital.
Fintech bisa dibilang digitalisasi sektor keuangan
Ada suatu pernyataan menarik dari Pandji Pragiwaksono yang bilang bahwa
“Jaman belum ada listrik, ternyata media sosial sudah ada yaitu sungai.”
Sungai jadi tempat ngumpul orang, trus nggosip kesana-kemari. Sekarang facebook, twitter, dan semacamnya lah yang menjadi tempat ngumpul orang-orang. Begitu pula dengan Fintech, hanya butuh portal!
Dalam sebuah portal, maka akan mempertemukan semua yang berkepentingan seputar uang. Orang bayar barang cukup pake handphone, begitu pula ketika beli saham, transfer duit, bahkan ketika nabung pun ga perlu ke Bank secara fisik. Mau ngumpulin orang untuk investasi? Cukup bikin crowd funding dalam portal berbasis web atau apps. Keren nggak sih?
Mau tau contoh perusahaan Fintech di Indonesia?
Dinamika Keuangan Global
Setelah Fintech di Indonesia, mari tengok dunia luar. Dengan teknologi yang maju, Tiongkok “pernah” merajai keuangan global. Uang pindah dari negara maju seperti Amerika menuju negeri bambu runcing tersebut. Nah sekarang ceritanya lain, konon industri dan tenaga kerja di AS sudah mulai menggeliat. Rencananya The Fed (BI nya Amerika) uda mulai naikin bunga, dan inilah yang membuat kita agak menderita.
Ini gawat!
Lho kenapa gawat, padahal Amrik cuma mau naikin bunga bank nya? Itu kan jauh di samudra sana!
Begini sahabat, AS adalah negara maju yang memiliki risiko rendah. Sedangkan Indonesia dan negara emerging market (negara berkembang) lainnya, lebih rentan risiko.
Nah pas AS sudah sehat, duit dari negara berkembang akan pindah ke negara maju. Jika uang asing di Indonesia uda terlalu banyak dan tiba-tiba ditarik keluar, maka kita akan kaget dan mempengaruhi ekonomi nasional.
Orang aja kalo kaget bisa pusing, apalagi negara yang orangnya lebih dari 250 juta nyawa!
Industri jelas menjadi lesu, demikian pula dengan fintech. Tapi ada statement menarik dari Komisaris BCA Cyrillus Harinowo, doi tetep bersikukuh bahwa meski Indonesia belum terlalu sehat, tapi kondisinya jauh lebih baik dibanding negara-negara tetangga. Sektor bisnis terutama keuangan diharapkan tetep go forward, maju terus pantang mundur.
Saya sendiri sependapat, momentum yang tepat adalah ketika pihak lain sedang takut untuk memulai. Di momen sekarang, seorang pioneer usaha akan memiliki nilai plus dan branding lebih kuat dibanding pesaingnya.
Coba bayangkan seandainya fintech yang ada bisa terus exist bahkan dikembangkan oleh Bank-Bank besar, maka efisiensi akan banyak terjadi. Bandingkan saja pelayanan seribu kantor cabang bisa digantikan oleh smartphone di tangan Anda. Ketakutan akan capital outflow (duit keluar dari Indonesia ke Amrik) akan terreduksi, sepanjang perusahan Fintech tadi didanai orang kita.
The New Normal
Ketidakstabilan yang tadi kita bahas akan memaksa negara di seluruh dunia untuk menciptakan tatanan atau posisi ekonomi baru, ekonom dunia sering menyebutnya “The New Normal”. Thomas Lembong (sekarang Kepala BKPM, sebelumnya doi Menteri Perdagangan), secara terbuka menyatakan bahwa Vietnam sudah mengejutkan dunia internasional. Negeri kecil itu memiliki akses bebas ke Uni Eropa dan Amerika Utara.
Efeknya apa?
Jadi kalo Indonesia ekspor ke Eropa kena pajak sekitar 10%, Vietnam tu ga bayar pajak apa-apa. Amazing kan kemampuan mereka?
Namun demikian, kondisi yang masih cukup baik memungkinkan Indonesia untuk terus berkreasi. Dalam beberapa bulan kedepan akan diadakan banyak konferensi startup, nah ini adalah indikasi bahwa negeri kita nggak kapok untuk fokus pada pengembangan dunia usaha ditengah gejolak politik terutama Pilgub DKI Jakarta.
Seandainya Pemerintah dan dunia usaha bisa mencuri start untuk pengembangan Fintech yang diramalkan akan menggantikan sistem Bank konvensional, bukan tidak mungkin skema moneter akan menjadi lebih efektif dalam mengantisipasi krisis yang setiap saat bisa terjadi.
Segitu dulu obrolan serius kita, semoga Anda yang mau bikin startup terutama Fintech bisa makin sukses, saya siap jadi Direkturnya. Dan untuk para pembaca, semoga makin terbuka wawasan ekonominya. Bisa dibilang ini adalah ilmu yang kalau kalian datang ke acaranya musti bayar jutaan. So, manfaatkan dan silakan hubungi saya jika ada pertanyaan.
Wassalamualaykum para pembaca!
dani mengatakan
The new normal ini kudu bisa cepet dirasakan dan disesuaikan sama para pelaku bisnis di sini. Kalo kagak bakalan kelibas ya. Dan semoga fintech-fintech di Indonesia bisa semakin kasih kemudahan buat kita masyarakat awam.
diskartes mengatakan
Kita?? bukannya kita mau bikin fintech jugak..hahahah
Iya, klo uda dirasakan akan gampang buat pelaku bisnis berkreasi.. Uda kebayang mapping pasarnya
Gara mengatakan
Baru dengar istilah fintech ketika kemarin Bu Menkeu membuka semacam pameran atau apa gitu soal fintech. Di sini pun baru lihat perusahaan-perusahaan fintech yang sudah banyak (ke mana aje yak, haha). Ternyata itu semacam next step buat digitalisasi kegiatan ekonomi, jadi semua-mua nanti bisa diatur dari gawai gitu yak. Harapan saya (yang betulan awam, haha) soal ini sih semoga semakin mempermudah kita-kita saja kalau mau transaksi, terus yang paling penting lagi biar aman. Kan keamanan duit itu penting banget, jadi mesti ada standar di semuanya.
Thanks for sharing!
diskartes mengatakan
Hasekk,, dengenrin Bu SMI..
Iya bisa dibilang next generation industri keuangan ya fintech ini..
Regulasi yang mendasar sebenarnya beberapa sudah ada. Tetapi memang penggunaan teknologi untuk finansial perlu dibahas lebih lanjut oleh pihak berkepentingan semacam BI, OJK, dan Kemenkeu
Helena mengatakan
250juta masyarakat Indonesia harus yakin dengan kekuatannya membangun negeri supaya ga gampang goyah saat US naik-turunin FED rate.
diskartes mengatakan
aiiiissshhh.. Mba Helena uda dengerin rekamannya yaaak..
hahha
Nik Sukacita mengatakan
Orang aja kalo kaget bisa pusing, apalagi negara yang orangnya lebih dari 250 juta nyawa! << nah ini yang bikin ngakak, bikin bacanya lebih ringan..
Terima kasih yaaaa …
diskartes mengatakan
Please,, jangan ngakak..Ini bukan artikel lelucon..wuakakakakkaka
Thanks ya uda mampir!!
Dee - @HEYDEERAHMA mengatakan
Jadi penasaran lihat kondisi kehidupan di Vietnam nih. Bahas tips finansial buat rencana travelling dong! 🙂
diskartes mengatakan
Kalo mau lihat di TV banyak..Klo mau merasakan musti nongkrongin di sana, travelling..
Okay, tunggu aja yaa