diskartes.com – Assalamualaykum semesta Indonesia!
Entah salah apa negeri ini, sampai begitu banyak kerumitan yang terjadi dan membuat pening kepala. Saat ini, ketika surat kabar tergeletak di meja, malas hati untuk membuka. Beritanya tidak akan jauh dari pembunuhan, pemerkosaan, pelacuran. Mau lebih keren? Maka Anda bisa temuin kemiskinan, inflasi tak terkendali, suku bunga tidak beraturan, atau bursa amblas. Entah konspirasi para bos media atau memang kondisi sebenarnya, karena saya yakin berita positif hanya mendapat porsi secuil.
Padahal idealnya kita sudah beranjak, tidak perlu ada praktik tak bermoral maupun kebodohan intelektual. Ekonomi kerakyatan yang dulu digadang-gadang bung Hatta untuk menandingi ekonomi kolonial harus segera bertransformasi menuju ekonomi digital, dan sekarang waktunya mepet. Bukan berarti meninggalkan kultur pribumi lhoh ya, tapi lebih mengedepankan aspek adaptasi menghadapi gempuran MEA.
Ekonomi Digital
Yeap, Anda tidak salah dengar. Dunia sudah berlari begitu cepat ketika manusia terlelap. Definisi singkat dari saya, ekonomi digital adalah “perpindahan arena bermain”. Hah? Cuma itu??
Lhoh, emang mau didefinisikan seperti apa lagi? Terlalu banyak pakar yang mendefinisikan dengan bahasa mereka masing-masing padahal konsep dasarnya adalah teknologi informasi bernama internet. Ketika ada bangsa yang tidak bisa terkoneksi dengan internet, well dia tidak bisa menjamah ke area ekonomi digital. Sederhana.
Tapi jangan dianggap enteng, hal sederhana seperti ini saja masih belum bisa ditangani dengan baik. Di artikel sebelumnya tentang bisnis online atau e-commerce, saya sudah mengatakan bahwa sekitar 150 juta orang belum melek internet. Padahal perlu Anda ingat, bahan bakar dari ekonomi adalah konsumsi, dan kenyataannya 150 juta orang belum bisa mengkonsumsi!
Ekonomi digital adalah masa depan Indonesia, dengan konsep mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas, bisa dibayangkan bagaimana Indonesia bisa melaju. Ingat, SDM dan SDA Indonesia masih di jajaran menengah ke atas secara global. Jika bisa digarap sendiri, bukan tidak mungkin kalimat yang sering muncul di koran seperti “Indonesia akan menjadi macan Asia di tahun… bla bla bla” akan benar-benar terwujud.
Sumber Daya Teknologi
Seriously, saya sudah mulai ngelantur sampai menggunakan istilah SDT (sumber daya teknologi). SDM dan SDA sebagai sumber dari segala sumber daya di kehidupan ini memang tak bisa dibantah, tapi di ekonomi digital, Indonesia membutuhkan lebih dari itu. Infrastruktur yang merupakan Sumber Daya Teknologi adalah jawabannya.
Syarat mutlak untuk ikut dalam kancah ekonomi digital adalah infrasturktur IT, mulai dari kabel jaringan, satelit, antena, routers, aggregators, repeaters, dan semua yang berhubungan dengan fasilitas internet. Setelah itu perkuat SDM di bidang IT, tidak perlu penjelasan bukan?
Pemerintah juga seyogianya mulai serius menggarap aturan mengenai ekonomi digital. Bukan berarti membatasi, tetapi memperjelas aturan mainnya. Coba kita lihat tentang pajak desainer grafis, well saat ini masih ada banyak pertentangan tuh. Belum lagi kasus Go-Jek dan ojek pangkalan, atau uber dengan taxi konvensional. Saran saya sih memang sudah saatnya untuk migrasi luar biasa, dimana pemerintah turun membentuk BUMN khusus sebagai investor startup melalui mekanisme penanaman modal pemerintah (PMP).
Internet of Things (IoT)
Konsep IoT adalah Machine to Machine (M2M), yang artinya terjadi saling komunikasi antar mesin, dimana endingnya adalah informasi matang kepada pengguna. Seperti biasa ini adalah penjelasan sederhananya, dan biar makin gampang coba saksikan video berikut
Dengan adanya IoT, ekonomi digital jelas bukan “bullshit”. Meski masih dalam tahap pengembangan, tapi sensor yang semakin sempurna dari teknologi ini semakin memaksa Indonesia untuk maju. Konsekuensi ketinggalan berat, karena masyarakat yang terlalu terbuka jauh lebih mengerikan daripada kapitalis. Pernah melihat suku terdalam Indonesia mendapat pendidikan internet? Jangan-jangan kelak mereka akan ditinggal oleh mesin.
Wassalamualaykum semesta Indonesia!
Alris mengatakan
Ekonomi digital itu suatu keniscayaan. Tak perlu banyak mengajukan berbagai macam teori, bukti sudah memberikan begitu banyak perusahaan meraksasa di usaha digital. Di China, Jack Ma menjadi orang terkaya disana karena dunia digital. Di Indonesia, bukalapak telah meraksasa dengan maju bersama pelapaknya.
Setuju pemerintah harus mendukung dengan aturan yang berpihak untuk membesarkan dunia usaha digital dan membangun infrastruktur yang baik.
salam
diskartes mengatakan
Wuidih dapat kunjungan dari mas Alris..
Yeap mas, ekonomi uda mulai bertransformasi apalagi semenjak generasi sosmed yang menjadi jalan baru untuk ekonomi digital.
Semoga kedepan aturan makin friendly ya, biar sistem konvensional bisa mulai ditinggalkan.
Salam
Sri Lestari mengatakan
Kalau menurut saya kalau kita beralih langsung ke dunia digital maka bukan berarti kita langsung bisa beradaptasi dengan usaha digital tapi sebenarnya mas masih banyak orang yang masih tidak mengerti tentang kecanggihan teknologi digital, walaupun bagi sebagian orang yang mengerti teknologi digital dengan menggunakan digital sudah dipercaya sangat ampuh untuk meningkatkan ekonomi seseorang tetapi kalau buat yang belum mengerti pasti akan terasa sulit.
diskartes mengatakan
Yups..sepakat mbak..
Makanya saya nulis peran pemerintah di infrastruktur itu penting, juga pemberdayaan masyarakatnya di bidang teknologi.
Thanks ya mba uda mampir
Nik Sukacita mengatakan
Tulisan yang menarik.
“karena saya yakin berita positif hanya mendapat porsi secuil.” << maka itulah Indonesia membutuhkan pemuda sepertimu untuk menulis hal yang positif.
Teruslah menulis dan sukses dalam karyanya.
Salam kenal
diskartes mengatakan
Halo Mba Nik yang selalu bersukacita… 😀
Salam kenal,, akhirnya sempat reply yaaa…
thanks ya untuk supportnya..semoga bermanfaat..hohoho
Genaldo Saptha Panji Kusuma mengatakan
Saya jadi ingat pemberitaan di salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu.
Salah satu bank swasta besar di Indonesia mengadakan kompetisi bagi developer-developer muda Indonesia untuk mengembangkan media transaksi perbankan elektronik . Pemenangnya adalah seorang developer yang memanfaatkan platform sosial media sebagai alat transaksinya ! Bayangkan saja, kita bisa transfer, cek saldo dan kegiatan transaksi perbankan lainnya melalui sosmed2 yang sering kita gunakan.
Mungkin pemberitaan tersebut bisa diangkat melalui tulisan disini, karena bagi saya cukup inovatif sekali 🙂
Terimakasih
diskartes mengatakan
Halo Mas Genaldo
Terima kasih banyak sudah memberi input yang luar biasa, menyinggung masalah sosmed yang memang produk generasi Y dan digunakan oleh kaum generasi Z. Dengan kemajuan seperti itu, saya sepakat dengan mas Genaldo bahwa pemberitaan itu sangat menarik. Akan menjadi catatan khusus Mas. Sekali lagi terima kasih