Trading saham memang sudah banyak dipilih sebagai cara untuk mendapatkan uang yang cukup legit. Apalagi kalau kamu memang sudah punya ilmunya. Seiring jam terbang semakin tinggi, cuan pun bisa digenggam. Namun, akhirnya, meski sudah melakukan apa yang seharusnya, seorang trader pasti harus berkenalan juga dengan “sisi lain” dari trading. Salah satunya soal insider trading.
Yah, namanya juga usaha. Sebisa mungkin ya harus mendapatkan keuntungan dong. Bukankah di situ inti dari “usaha”—terlepas usaha apa pun itu. Tapi kadang “mendapatkan keuntungan” ini dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan cara yang kurang bijak atau kurang benar.
Nah, kalau kamu memang berniat menjadi seorang trader, praktik insider trading ini mungkin akan sering kamu jumpai. Memang cukup jamak dilakukan, padahal hal ini ilegal. Insider trading merupakan salah satu bentuk kejahatan di pasar modal.
Yuk, sebelum lanjut, coba dengerin dulu podcastnya.
So, mau paham seluk-beluk insider trading? Simak artikel ini sampai selesai ya.
Apa Itu Insider Trading?
Insider trading bisa terjadi di pasar modal mana pun, besar maupun kecil, bahkan yang pasar modal negara maju juga tak bisa mengelak dari praktik manipulasi ini.
Intinya, insider trading adalah aktivitas transaksi di pasar modal yang terjadi karena adanya kebocoran informasi sebelum dirilis ke publik, sehingga memunculkan peluang bagi satu pihak untuk mendapatkan keuntungan.
Mungkin kamu bertanya-tanya, apanya sih yang dipermasalahkan? Kan sama saja jualan toh? Itu sama saja, misalnya seseorang mau jual buku, terus ngasih info ke beberapa orang kalau bakalan jual buku dan ditawarkan lebih dulu?
Enggak, nggak seperti itu yang berlaku di pasar modal. Yang terjadi dalam insider trading adalah ketika seseorang yang memiliki informasi mengenai aksi korporasi—dan kebetulan dia bekerja di korporasi yang sama—melakukan transaksi atas informasi yang dimilikinya. Untuk transaksi ini, yang bersangkutan menerima keuntungan yang dinikmatinya sendiri. Karena informasi seperti itu sifatnya rahasia, maka praktik ini menjadi ilegal. So, bisa dibilang, pelaku insider trading adalah orang dalam perusahaan emiten yang bersangkutan, yang memanfaatkan privilegenya sebagai orang dalam untuk mendapatkan keuntungan sendiri.
Hal ini diatur lo, ada dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pasal 95.
Mengapa dianggap ilegal? Karena praktik ini menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain yang belum mendapatkan informasi terkait aksi korporasi tersebut. Pelaku insider trading berpeluang untuk mengambil keuntungan maksimal untuk dirinya sendiri.
Misalnya nih, suatu emiten akan melakukan merger dengan perusahaan lain, yang dapat mendongkrak harga saham. Sebut saja Budi, salah seorang manajer di emiten bersangkutan, yang kemudian membeli sebanyak-banyaknya saham emiten tempatnya bekerja, sebelum informasi merger dirilis ke publik. Begitu informasi tersebut diumumkan, harga saham emiten yang bersangkutan pun meroket. Budi menjual saham miliknya dan meraup keuntungan yang banyak.
Unsur-unsur Insider Trading
Wah, memang bisa ya, begitu? Bisa banget. Dan, sudah pasti, banyak pelaku pasar modal lainnya yang merasa dirugikan akibat Budi “mencuri start”.
Untuk itu, kamu perlu mengetahui siapa saja yang terlibat dalam upaya insider trading ini.
Orang dalem
Namanya juga insider trading, alias transaksi yang dilakukan oleh insider alias orang dalam, maka ya pasti ada unsur “orang dalem”. Siapa itu orang dalem? Ya mereka yang memiliki akses terhadap informasi rahasia yang bernilai jual ini. Misalnya seperti pemilik saham terbesar, direktur dan karyawannya, atau orang yang punya wewenang tertentu sehingga diberikan akses terhadap informasi tersebut. Misalnya seperti akuntan yang mengaudit keuangan, dan sebagainya.
Informasi rahasia
Insider trading tidak akan terjadi jika tidak ada informasi rahasia yang menjadi “objek” manipulasi di sini, yang menjadi “dagangan” para pelakunya.
Informasi rahasia di sini enggak melulu soal efek, tetapi juga informasi sensitif seputar perusahaan yang bersangkutan. Seperti kasus Budi di atas tadi, insider trading terjadi karena ada informasi merger perusahaan.
Nah, dengan informasi yang dimiliki, sang insider kemudian menggunakannya untuk mendapatkan keuntungan. Inilah yang menjadi tahap akhir dalam perjalanan insider trading.
Contoh Kasus Insider Trading yang Pernah Terjadi
Kasus Insider Trading Amazon
Pada bulan September tahun 2020, Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) menyeret mantan manajer keuangan Amazon serta 2 anggota keluarganya ke meja hijau terkait tuduhan melakukan insider trading, yang diduga terjadii antara bulan Januari 2016 hingga Juli 2018 yang menghasilkan keuntungan USD1.4 juta.
Bulan November 2020, suami sang mantan manajer keuangan mengaku bersalah.
Alhasil, atas hal ini, saham Amazon sempat mengalami penurunan tajam lebih dari 2% keesokan harinya. Anjloknya harga saham ini berlanjut hingga minggu berikutnya hingga mencapai 5.5%.
Kasus Insider Trading PGAS
Tahun 2007, PGAS juga terlibat kasus insider trading yang dilakukan oleh 9 orang karyawannya. Kasus ini diumumkan langsung oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, atau Bapepam LK.
Kronologinya, bulan Januari 2006, harga saham PGAS menurun 23.36% dan menyentuh harga Rp7.400 di Januari 2007. Kesembilan karyawan PGAS tersebut mengetahui informasi adanya koreksi volume gas pada bulan Desember 2006, sebelum dirilis pada publik. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh ke-9 karyawan tersebut dengan melakukan transaksi saham PGAS di bursa saham. Saat harga saham PGAS terkoreksi, tentu saja ke-9 karyawan tersebut mendapatkan keuntungan yang sangat banyak.
Atas tindakan ini, ke-9 karyawan PGAS tersebut dijatuhi sanksi administratif berupa denda dengan nominal antara Rp9 juta hingga Rp2.33 miliar oleh Bapepam LK.
Kasus Insider Trading BDMN
Tahun 2012, juga sempat terjadi kasus insider trading terhadap saham Bank Danamon, BDMN, yang dilakukan oleh mantan Country Head UBS Group, Rajiv Louis.
Saat itu, Bank Danamon sedang dalam proses akuisisi oleh DBS Group yang berbasis di Singapura. Rajiv mengetahui informasi ini sebelum dipublikasikan, dan dibelilah satu juta lembar saham BDMN melalui rekening istrinya. Hal ini lantas memberinya keuntungan Rp2.5 miliar, meskipun transaksi akuisisi tidak jadi dilakukan. Hal ini kemudian diketahui oleh Monetary Authority Singapore.
Sayangnya, kasus ini tidak ada closure. Memang Rajiv adalah pejabat UBS di Indonesia di masa tersebut, tetapi transaksi dilakukan di Singapura. Dengan demikian, hal ini tidak menjadi wewenang dari bursa saham Indonesia. Pun dari pihak Singapura juga tidak melanjutkan penyelidikan lantaran jumlah manipulasinya dianggap tidak signifikan.
Hukuman untuk Praktik Insider Trading
Insider trading memang sulit dillacak, kecuali jika ada laporan dari pihak-pihak terkait. Meskipun sebenarnya sudah ada undang-undangnya, dan bahkan sudah ada ancaman hukumannya. Tak tanggung-tanggung, ancamannya 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar, menurut Undang-Undang Pasar Modal.
Namun, bukti yang tak kasatmata biasanya menjadi hambatannya.
Seperti pada kasus Rajiv. Praktik manipulasi yang dilakukannya tercium karena seseorang di perusahaan tempat istri Rajiv melakukan transaksi menaruh curiga, dan kemudian melaporkannya. Namun, bukti bahwa terjadi insider trading juga tidak ada secara fisik, sehingga kasus pun tidak ada penyelesaian.
Apa Efek Insider Trading untuk Investor Ritel Seperti Kita?
Ya, kalau dibilang sih, manipulasi pasar modal seperti ini ada di luar jangkauan kita, para investor ritel. Jika dirunut, kita memang berpeluang dirugikan. Namun, sebenarnya ya tidak signifikan, meskipun tetaplah kurang adil. Kasus insider trading BDMN misalnya, tidak akan banyak memengaruhi kita kalau kita tidak ingin membeli atau menjualnya. Betul kan?
Karena itu, akan lebih baik kita fokus saja pada hal-hal yang bisa kita kendalikan. Misalnya saja manajemen risiko dengan melakukan analisis fundamental dan teknikal terhadap pergerakan harga saham yang terjadi.
Hanya saja, jika kebetulan kita memiliki privilege menjadi seseorang yang mempunyai akses ke informasi yang rahasia dan sensitif terkait emiten-emiten tertentu, jagalah agar tidak lantas tergoda untuk memanfaatkannya demi kepentingan dan keuntungan pribadi.