Bagi banyak orang, quarter life crisis is real!
Krisis ini nyata, yang dipicu oleh adanya tuntutan yang terasa tak seimbang dengan kemampuan seseorang. Saat berada pada fase ini, seseorang—jika sampai level parah—bisa jadi mempertanyakan eksistensi dirinya sendiri. Bingung, untuk apa sih semua yang dilakukan sampai sekarang ini? Mau buat apa? Apakah mampu meneruskan? Apa pilihan ini sudah benar? Gimana kalau salah?
Well, kamu sadar enggak, bahwa sebenarnya akar masalah dari krisis seperempat abad ini lebih banyak soal achievement dalam finansial? Yang kemudian merembet ke berbagai masalah lainnya.
Yuk, kita lihat dan bahas quarter life crisis ini pada artikel kali ini.
Apa Itu Quarter Life Crisis?
Quarter life crisis adalah kondisi yang sering dialami oleh mereka yang berusia antara 20 – 30 tahun, yang galau akibat ketidakpastian hidup dan pencarian jati dirinya. Pada umumnya, mereka yang mengalaminya akan merasa khawatir akan masa depan, dan gamang apakah pilihan yang sudah mereka lakukan sejauh ini berada di jalan yang benar.
Fase ini biasanya akan dimulai dengan munculnya berbagai emosi negatif, seperti meragukan diri sendiri, cemas berlebihan, frustrasi berkepanjangan, kecewa akan segala sesuatu, dan akhirnya merasa hilang arah.
Ada data yang menyebutkan, bahwa quarter life crisis cukup berdampak bagi 86% generasi milenial, hingga mereka sering merasa kurang nyaman, kesepian, dan akhirnya mengalami depresi. Sementara, survei yang dilakukan oleh Linkedin tahun 2017 mengungkapkan fakta bahwa 75% dari populasi usia 25 – 33 tahun di dunia mengaku pernah mengalami Quarter Life Crisis pada usia rata-rata 27 tahun.
Nah loh. Lalu, apa saja gelaja quarter life crisis ini?
Gejala Quarter Life Crisis
Bisa jadi, setiap orang akan mengalami gejala yang berbeda, karena fase ini juga tergantung pada kondisi dan situasi hidup masing-masing. Bahkan, ada yang mengaku tidak pernah mengalaminya.
Namun, pada umumnya, gejala yang timbul antara lain seperti berikut ini.
Impulsif
Impulsif artinya adalah tindakan yang diambil tanpa pikir panjang, hanya menurut apa yang jadi kehendak hati. Misalnya saja, seseorang yang tak suka dengan pekerjaannya akan langsung berhenti dan resign, tanpa pertimbangan yang panjang.
Sulit mengambil keputusan
Orang yang mengalami quarter life crisis biasanya juga sering sulit untuk berkonsentrasi, sehingga ia juga mengalami kesulitan untuk membuat keputusan. Ia akan terlalu mempertimbangkan banyak hal ketika dihadapkan pada berbagai pilihan, hingga akhirnya membuatnya untuk sulit maju.
Biasanya yang menjadi sumber kegalauannya adalah pilihan untuk hidup penuh petualangan ataukah mau settling down, hidup mapan di suatu posisi. Atau misalnya mendapat tawaran pekerjaan baru yang gajinya tak lebih besar daripada yang sekarang dijalani, tetapi menjanjikan jenjang karier yang lebih jelas, atau menawarkan benefit lain yang lebih menyenangkan. Misalnya bisa Work from Anywhere, alias WFA.
Merasa masa depannya suram
Karena kesulitan untuk berkonsentrasi, rata-rata orang yang mengalami quarter life crisis juga tak bisa memastikan, apakah rencananya sudah cukup baik untuk dijalankan dan akan memberikan hasil yang baik juga di masa depan. Ia selalu menganggap masa depannya suram, karena ia selalu overthinking terhadap dirinya sendiri.
Insecure
Yang paling khas dari seseorang yang mengalami quarter life crisis adalah kebiasaannya untuk membandingkan diri dengan orang lain, yang kemudian membuatnya insecure berlarut-larut.
Ia merasa bahwa tinggal dirinya sendiri yang masih berjuang, sementara orang lain sudah mencapai tujuan hidup masing-masing. Jika seandainya ia masih melihat orang lain juga belum sukses, ia akan tetap merasa dirinya yang paling gagal. So, ia akan sering “memproklamasikan” dirinya sendiri sebagai sobat misqueen, dan berbagai sebutan lain yang mencerminkan kegagalannya.
Kurang motivasi
Akibat dari berbagai hal di atas, akhirnya membawa seseorang yang mengalami quarter life crisis ini ke kondisi kehilangan motivasi.
Saat seseorang sudah hilang motivasi, ya pastinya ia akan stuck di tempat. Enggak akan ke mana-mana. Nah, kondisi ini kemudian memunculkan rasa insecure yang lebih besar lagi, karena sementara dirinya stuck, orang lain bisa melangkah semakin jauh ke depan. Semakin jauh gap yang dirasa ada, maka semakin hilang lagi motivasinya.
Berlarut-larut, akhirnya membuatnya mengalami depresi akibat krisis diri yang dihadapinya. Duh, jadi rauwis-uwis kan? Jadi lingkaran sebab akibat yang enggak ada ujungnya.
Mengatasi Quarter Life Crisis
Berhenti membandingkan diri
Ya, ya, kamu mungkin memang belum sesukses teman-temanmu. Mereka akhirnya sudah sukses menikah, sukses mendapatkan penghasilan yang besar, kariernya cemerlang, sudah kaya, dan sebagainya.
Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Hanya berhenti saja di situ, membandingkan diri dan mengeluh? It gets you nowhere! So, berhenti membandingkan hidup dengan milik orang lain. Ingat, bahwa setiap orang punya linimasa masing-masing, punya backstage story masing-masing. We never know apa yang ada di balik kekayaan atau kesuksesan mereka, kan? So, mengapa harus membandingkan diri?
Quarter life crisis akan berakhir begitu kamu bisa fokus pada dirimu sendiri.
Buat rencana
So, apa sih yang sebenarnya kamu inginkan? Mau sukses? Sukses seperti apa? Punya aset banyak? Mencapai puncak karier?
Dengan kamu memiliki keinginan, itu berarti bahwa sebenarnya kamu sudah memiliki tujuan hidup. Kamu punya target. Selanjutnya, kamu butuh rencana yang realistis dan executable. Jadi, ayo duduk sejenak, dan buat rencananya.
Misalnya, kamu pengin punya aset banyak. Aset apa saja? Misalnya kamu ingin punya properti, yang nantinya bisa kamu ubah menjadi sumber passive income: mau disewakan sebagai homestay. Ok, properti seperti apa yang ingin dicari? Berapa harganya? Di daerah mana? Untuk itu, kamu akan butuh modal apa saja, dan berapa? Apa yang bisa kamu lakukan untuk mengumpulkan modal tersebut? Mau menyisihkan dana dari gaji? Mau berapa persen? Mau ditampung di mana?
Dan seterusnya.
See? Dengan adanya rencana ini, kamu akan tahu bagaimana memulai kisah suksesmu sendiri kan? Dengan begini, kamu akan berhenti salfok ke orang lain, dan bisa refocusing pada dirimu sendiri.
Belajar atur keuangan
Setuju enggak, kalau akar semua permasalahan yang timbul padamu dalam fase quarter life crisis ini berasal dari keuangan?
Kamu lihat orang lain lebih sukses, karena mereka punya kekayaan. Sedangkan, kamu melihat dirimu sendiri sebagai orang yang kurang beruntung; gaji kecil, jadi sandwich generation, kebutuhan terlalu banyak, terlalu banyak tuntutan, inflasi, resesi, endebre endebre.
So, berhenti “memusuhi” uang dan menyalahkannya atas kondisimu yang tak memuaskan. Yuk, belajar atur keuangan. Dengan begini, cita-cita dan mimpimu bisa diatur dan dibuat rencananya dengan baik.
Upgrade diri
Daripada hanya fokus melihat orang lain, coba fokus untuk mengembangkan dirimu sendiri. Coba kenali dirimu sendiri, terutama soal apa yang kamu suka, apa yang ingin kamu lakukan, dan kamu pengin jadi yang terbaik dalam hal apa.
Asah skill dan kemampuan kamu, upgrade diri sesuai minat. Siapa tahu nantinya bisa kamu manfaatkan untuk lebih cepat mencapai kesuksesan dan bisa menambah penghasilan.
Minta bantuan
Jika memang fase ini cukup menyulitkanmu, kamu bisa meminta bantuan pada orang-orang terdekat. Mungkin keluargamu, atau sahabat-sahabatmu. Berbicaralah tentang kekhawatiranmu dengan mereka. Siapa tahu dengan didengarkan, bebanmu menjadi lebih ringan.
Jika perlu, kamu juga bisa meminta bantuan pada yang profesional, misalnya seperti psikolog. Zaman sekarang, berkonsultasi ke psikolog sama sekali tidak menakutkan. Bahkan, kamu bisa melakukannya secara online, karena ada banyak aplikasi kesehatan yang bisa kamu manfaatkan.
So, yuk, hadapi quarter life crisis dengan berbagai kegiatan yang realistis dan bermanfaat, ketimbang hanya tenggelam dalam overthinking dan kecemasan. It’s all only in your head. Faktanya, jika kamu bisa bertindak secara aktif, quarter life crisis bisa dengan cepat kamu atasi.