Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk berinvestasi, semuanya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan pastinya, kemampuan kita juga. Salah satunya adalah dengan cara lump sup. Apa itu investasi lump sum?
Pengertian Investasi Lump Sum
Lump sum merupakan istilah untuk menyebut segala sesuatu yang dibayar satu kali, alias sekali bayar. Ini adalah istilah yang sangat umum di dunia keuangan. Kadang kita mendengarnya saat sedang membicarakan asuransi, jaminan pensiun, atau kayak sekarang, pas lagi ngomongin investasi.
Nah, lawan dari lump sum adalah cost averaging, alias pembayaran yang dibagi dalam beberapa termin. Kalau di dunia investasi, cost averaging ini adalah kalau kita berinvestasi dengan menyisihkan sejumlah uang setiap bulan sampai mencapai target tertentu. Jadi, seperti menabung atau mencicil gitu deh. Sedangkan lump sum, itu bayar sekali di depan sejumlah tertentu, dan kemudian tidak ditambah lagi dalam kurun waktu tertentu.
Jadi, oke nih ya, kalau mau investasi dengan cara lump sum ini? Ya, boleh-boleh saja. Sah-sah saja, enggak ada yang melarang. Kan semua balik ke tujuan dan kemampuan masing-masing. Tinggal disesuaikan saja kan? Tapi, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan nih buat kamu yang memutuskan untuk investasi lump sum. Apa saja?
Skuy, disimak.
Beberapa Hal yang Harus Dipertimbangkan untuk Investasi Lump Sum
Buat yang belum bisa disiplin
Dalam pengelolaan keuangan, kita sebaiknya bisa menabung dan berinvestasi minimal 10% dari penghasilan bulanan.
Namun, hal ini ternyata cukup sulit dilakukan oleh sebagian orang, karena butuh disiplin dan konsistensi yang cukup tinggi. Investasi lump sum memungkinkanmu untuk berinvestasi sekali saja, nggak perlu ngeluarin duit setiap bulan lagi, sehingga kemudian kamu bisa fokus ke hal yang lain. Tinggal tunggu jatuh tempo, ataupun menunggu target–baik itu target waktu atau target jumlah–kamu sendiri kapan dana investasi itu hendak kamu cairkan.
Nggak perlu ingat-ingat deh, buat nabung tiap bulan.
Perhitungkan berkurangnya aset lancar
Karena hanya dibayar sekali, dan sebaiknya dalam jumlah besar (alasannya akan kamu ketahui di bawah nanti), maka bisa jadi akan memengaruhi jumlah aset lancar yang kamu punya.
Memang ada instrumen investasi yang cukup likuid, tetapi pastinya tidak selikuid kalau uang yang hanya ditaruh di tabungan biasa, ya kan? Kalau misal, semua uangmu lantas diinvestasikan–apalagi jika instrumennya tidak selikuid itu–ya bisa jadi, nanti kamu akan mengalami kesulitan ketika ada kondisi darurat dan butuh aset lancar dengan cepat.
Karena, misalnya seperti obligasi, dana kita kan tidak bisa dicarikan sewaktu-waktu sebelum jatuh tempo. Begitu juga dengan deposito. Bahkan reksa dana pun butuh sekian hari kerja untuk pencairannya kok.
Nah, karena itu, hal ini perlu untuk kamu pertimbangkan juga sebelum kamu mulai benar-benar investasi.
Pemilihan produk investasi adalah koentji
Dikarenakan kamu hanya akan sekali saja setor dan kemudian tinggal tunggu sampai waktu investasinya kembali cair, maka pemilihan produk menjadi sedikit harus lebih Saksama. Kenapa? Karena ada banyak faktor yang harus dipikirkan, lebih ketimbang kalau kita investasi secara cost averaging. Salah satunya adalah soal imbal dan risiko.
Seperti yang kamu tahu, imbal dalam investasi itu ada beberapa jenis. Yang pertama adalah imbal tetap, berupa kupon yang biasanya diberikan secara periodik (bisa bulanan, tahunan, atau sesuai kesepakatan), dan yang berupa capital gain, yang didapatkan jika ada selisih harga jual dan beli di pasar.
Imbal tetap yang berupa kupon bisa kamu dapatkan misalnya dengan berinvestasi di obligasi ritel dan jenis-jenis surat utang lainnya. Besarnya sesuai kesepakatan, atau sudah ditentukan. Seperti ORI018 misalnya, kan sudah ditentukan oleh pemerintah, kuponnya sebesar 5.70% per tahun.
Nah, jenis-jenis investasi ini memang sudah disesuaikan secara lump sum. Jadi tidak bisa di-topup di tengah jalan, pun tidak bisa ditarik juga. Ada sih jenis yang menawarkan early redemption, tapi kan juga enggak serta merta dan full.
Instrumen investasi lain yang juga bersifat lump sum adalah deposito. Kamu hanya perlu menyetor sejumlah dana di awal. Bunga akan masuk ke rekening setiap bulan sesuai ketentuan, dan di akhir jatuh tempo, pokok investasi akan kembali. Kalaupun ARO atau nonARO, ya itu kan tergantung pilihan si investornya kan?
Nah, kalau kamu lihat, instrumen-instrumen yang bisa diinvestasi secara lump sum adalah instrumen yang cocok untuk tujuan jangka pendek hingga menengah, dengan tingkat risiko yang relatif rendah. Iya, seperti obligasi ritel atau deposito itu kan?
Lalu bagaimana dengan instrumen lain–misalnya yang berisiko tinggi, dan menawarkan imbal yang lebih tinggi pula? Reksa dana, misalnya, yang reksa dana campuran atau reksa dana saham? Atau, investasi di saham itu sendiri?
Nah, mari kita lihat ke poin berikutnya.
Semakin besar nominal, semakin besar risiko
Ini yang perlu kamu sadari banget ya, sebelum kamu mulai investasi secara lump sum.
Misalnya, kamu investasi saham seharga Rp1.000 per lot, dan kamu langsung membeli 10 ribu lot. Itu artinya kan kamu menghabiskan uang Rp1 miliar untuk saham. Ketika terjadi fluktuasi harga dalam tempo yang pendek, maka nilai investasimu juga akan berpotensi ikut berfluktuasi. Hal ini enggak akan jadi masalah sih, jika kamu memang sudah melakukan analisis fundamental, dan melakukan value investment. Nah itu artinya, kamu harus belajar investasi saham secara mendalam dulu.
Adalah penting untuk memastikan profil diri sendiri sebelum berinvestasi, apalagi secara lump sum. Terutama jika kamu adalah investor pemula yang memang belum berpengalaman. Seperti yang selalu dibilang oleh para ahli keuangan, knowledge investment adalah yang utama sebelum akhirnya berinvestasi yang betulan.
Mau investasi lump sum di saham dengan modal besar? Nggak ada yang melarang, tapi bekali dirimu sendiri dengan ilmu yang cukup, karena risikonya akan cukup besar pula.
Bagaimana kalau modal untuk investasinya kecil saja? Memangnya mesti besar?
Nah, lanjut lagi yuk, ke poin berikutnya
Perhitungkan imbal
So, mungkin kepikirannya, kalau modal besar risikonya juga sangat besar, maka kenapa enggak kita investasi dengan modal kecil saja, tetapi tetap secara lump sum?
Ya, bisa saja. Di dunia investasi itu sebenarnya kita bebas kok menentukan besar kecilnya nominal investasi. Yang harus difokuskan kan pada kebutuhanmu sendiri.
Jadi, kalau memang mau lump sum dengan modal kecil ya enggak masalah juga, tapi kamu perlu tahu, bahwa ketika kita berinvestasi dengan nominal besar, maka kita pun bisa berharap untuk mendapatkan imbal yang juga sepadan (plus risiko yang seimbang juga). Sebaliknya juga demikian, ketika kita hanya berinvestasi dengan modal kecil, maka imbal yang akan didapatkan juga terbatas.
Pertanyaannya: cukupkah imbal itu untuk kebutuhan tujuan keuanganmu nantinya?
Nah, kalau jawabannya cukup, ya go for it. Kalau jawabannya nggak cukup atau bahkan nggak bisa jawab, nah, itu perlu ditelaah lagi deh rencana investasinya.
Melesetnya nilai investasi di masa depan bisa berefek pada melesetnya tujuan keuanganmu, dan ini bisa jadi sangat fatal. Misalnya, target dana pensiun Rp3 miliar, karena salah perhitungan jadi tidak tercapai.
Akibatnya, karena bekal pensiun tidak mencukupi, kamu pun mesti kerja lagi buat menutup kekurangan. Nggak jadi pensiun kan?
Jadi mesti gimana dong?
Perhitungkan lagi dengan saksama.
Nah, kira-kira sampai di sini sudah dapat gambaran kan, bagaimana investasi lump sum itu? Menurut saya sih, kalau memang kita hanya modal kecil, apalagi kita para orang gajian, akan lebih cocok jika berinvestasi secara cost averaging deh. Sedikit-sedikit, tapi rutin dan konsisten. Akan lebih ringan juga untuk operasional sehari-hari, asalkan kita sudah benar bikin anggaran rutinnya.
So, selamat berinvestasi, fellas! Semoga tujuan keuanganmu segera tercapai!
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai penulis konten untuk website dan media sosial profesional. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.