Pinjaman online datang untuk menjawab kebutuhan orang-orang. Enggak ada yang salah dengan konsep bisnisnya. Kan ada demand, atas proses peminjaman dana yang lebih mudah dan cepat. Tapi, sayangnya, selain hanya mempromosikan kemudahan dan kecepatan proses pencairan dana pinjaman, tak pula dibarengi dengan edukasi mengenai risiko pinjaman online ini.
Hadirnya fintech pinjaman online ini memang seperti menjawab kegelisahan para pencari dana yang kurang bisa diakomodasi oleh lembaga keuangan konvensional seperti perbankan. Ya, kamu pasti sudah tahu sih, kalau mau pinjam dana ke bank, syaratnya itu bejibun. Prosesnya pun lama.
Ya, enggak mungkir, karena ada risiko besar yang harus ditanggung oleh bank kalau tidak ada proses pendataan, validasi, dan verifikasi yang panjang lebih dulu. Mereka harus memastikan, bahwa yang akan dipinjami dana memang berniat untuk membayar kembali pinjamannya. Wajar dong.
Lalu, bagaimana dengan pinjaman online? Apakah pinjaman online tidak harus mengelola risiko besar, yang sama seperti perbankan?
Oh, sama. Hanya saja penanganannya yang berbeda. Nah, ini nih yang kemudian bisa menjadi ‘jerat’ bagi orang-orang yang kurang bisa memanfaatkan pinjaman online sebagaimana mestinya.
Bagaimana Aturan Main Pinjaman Online yang Sebenarnya?
Sebenarnya, sekarang semua sudah ada aturan mainnya karena sudah ada undang-undang yang mengatur mengenai aktivitas peminjaman dana secara online ini.
Dasar hukum khusus untuk pinjaman online diatur dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Di dalamnya sudah meliputi berbagai aturan mengenai pencatatan dan pendaftaran aplikasi fintech juga mekanisme pengawasannya, sampai soal manajemen risiko dan juga perlindungan konsumen.
Sehingga, seharusnya sih, sekarang sudah enggak ada lagi fintech-fintech yang mempergunakan jasa debt collector ala preman untuk menagih utang dengan meneror tak henti-hentinya. Kalau masih ada, bisa dipastikan bahwa fintech pinjaman online tersebut ilegal, dan bisa dilaporkan.
Nah, meski sudah diatur dalam undang-undang, penting banget buat kita untuk memahami soal risiko pinjaman online ini secara lebih jauh. Let’s discuss, shall we?
Bahaya dan Risiko Pinjaman Online yang Harus Dipahami dan Diwaspadai
1. Bunga harian yang tinggi
Inilah yang disebut dengan salah satu handling risiko besar yang harus dikelola oleh fintech pinjaman online, yaitu dengan penerapan bunga yang tinggi. Relatif ya, dibandingkan dengan pinjaman lembaga keuangan konvensional.
Dalam peraturan yang ada, OJK sendiri tidak pernah menyebutkan secara pasti angka suku bunga pinjamannya. Hanya ada klausul mengenai pencantuman bunga pinjaman ini pada perjanjian pinjam meminjam dana, sehingga seharusnya adanya bunga yang tinggi ini sudah atas sepengetahuan si peminjam dan disepakati oleh kedua belah pihak.
So, istilah “terjebak” pinjaman online ini seharusnya enggak pernah ada, karena ketika pinjaman cair, itu berarti kedua belah pihak–peminjam dan pemberi pinjaman–sudah mencapai kesepakatan tertentu yang harus dipenuhi. Kalau “terjebak” berarti kan, ada salah satu pihak yang enggak tahu menahu dan enggak paham konsekuensi kan?
Seharusnya, ketika peminjam sudah tahu bunganya tinggi dan sudah pula melakukan perhitungan yang cermat, enggak masalah kok kalau memang meminjam dari fintech. Konsekuensinya kan sudah disadari secara sepenuhnya. Masalah muncul ketika si peminjam berutang tanpa perhitungan, hanya karena iming-iming mudah dan cepat, dan penggunaan dananya pun enggak jelas. Baru ketika ditagih, yang bersangkutan komplain dan nggak mau bayar pinjaman.
Padahal risiko pinjaman online yang satu ini justru harus disadari pertama kali saat kita berniat untuk meminjam di fintech.
Jadi, siapa yang salah?
2. Plafon pinjaman dana kecil
Ini juga merupakan salah satu kebijakan demi mengelola risiko pinjaman online ini. Dengan hanya meminjamkan dalam jumlah kecil, maka risiko yang harus ditanggung juga kecil.
Fintech pinjaman online hanya meminjamkan dana sampai plafon Rp2 miliar saja pada setiap peminjam dana, dan ini sudah diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh OJK tadi. Angka segini tuh kecil ya, gaes.
Kamu tahu kan, seberapa besar orang-orang (baca: pemilik bisnis) meminjam dana ke bank? Yes.
Namun, pada praktiknya, fintech-fintech ini hanya memberi pinjaman rata-rata di bawah Rp5 juta saja per peminjam. Ada pula yang menerapkan aturan, pinjaman pertama hanya bisa Rp1 juta, dan baru bisa naik ketika peminjam sudah meminjam beberapa kali dan terbukti bisa memenuhi kewajiban dengan baik.
3. Keamanan privasi
Isu keamanan privasi juga menjadi risiko pinjaman online yang harus diwaspadai. Sebagai peminjam dana, kita harus tahu bagaimana sebuah aplikasi pinjaman online bekerja.
Seharusnya, seperti yang sudah diatur, aplikasi pinjaman online yang kita unduh melalui smartphone hanya boleh mengakses fitur kamera, mikrofon, dan lokasi, sebagai pelengkap syarat validasi dan verifikasi data di awal pembuatan akun. Selanjutnya, pihak peminjam dana sudah bisa langsung memanfaatkan aplikasinya sebagaimana mestinya.
Nah, jika aplikasi fintech tersebut meminta izin juga untuk mengakses daftar kontak, foto-foto, bahkan fitur lain yang seharusnya bersifat pribadi, maka kita wajib untuk waspada akan risiko pinjaman online satu ini: terjerat pinjaman online ilegal. Ini sudah pelanggaran keamanan privasi , sehingga seharusnya kita langsung waspada.
Itu dia yang menjadi permasalahan besar. Banyak yang belum bisa membedakan mana yang ilegal dan mana yang legal. Sudah kepalang basah pinjam, baru ngeh kalau ada yang nggak beres dengan fintech-nya.
Yang seperti ini harus ada edukasinya memang, karena enggak semua orang mengerti akan hak-hak privasi mereka yang seharusnya tidak boleh dilanggar oleh pihak lain. Risiko pinjaman online akan melandai jika kita tahu apa yang kita mau dan apa yang tidak boleh dilakukan.
4. Jika tidak mampu membayar kembali pinjaman
Ini sebenarnya bukan risiko, tetapi kewajiban bagi siapa pun yang meminjam dana di mana pun, dari siapa pun, dengan cara apa pun. Harus membayar kembali pinjamannya. Namanya juga pinjam, ya harus dikembalikan. Jadi, kalau berani pinjam, ya harus berani bayar.
Hukumnya sudah begitu.
Lalu risiko pinjaman online seperti apa yang akan kita hadapi jika sampai kita tidak bisa membayar kembali pinjaman kita? Kan enggak ada jaminan juga? Hanya pernah berhubungan secara daring juga, bisa dong, kita kabur enggak membayar utang?
Tidak semudah itu, Esmeralda.
Inilah yang akan terjadi jika kita tidak mampu (atau mau) membayar kembali pinjaman dana kita:
- Kita akan diberi reminder dalam bentuk email ataupun SMS, beberapa waktu sebelum jatuh tempo.
- Semakin dekat dengan waktunya jatuh tempo, intensitas reminder ini akan meningkat. Bahasanya pun sudah lebih menekan lagi, mengingatkan kita untuk segera membayar pinjaman.
- Pemberlakukan grace period antara 2 – 3 hari, yaitu waktu kelonggaran atau allowance pembayaran. Kalau kita bisa bayar dalam rentang waktu ini, bisa jadi kita terhindar dari denda.
- Grace period lewat, semakin intens pula mereka melakukan penagihan, melalui telepon. Denda keterlambatan sudah mulai berlaku. Di beberapa fintech (yang ilegal terutama), bahkan berlaku bunga untuk denda keterlambatan. Jadi, sudahlah kita ada bunga yang berbunga dari pinjaman pokok, denda yang terlambat juga dikenakan bunga.
- Jika semua usaha di atas tetap tidak mempan, maka perusahaan pinjol akan meminta bantuan pada pihak ketiga yang memang punya keahlian dalam bidang penagihan.
- Bagaimana jika pihak ketiga juga tidak berhasil menagih? Peminjam akan dilaporkan ke Biro Kredit. Dengan demikian, kita akan memiliki catatan negatif sehingga suatu saat kita harus meminjam dana, bahkan ke aplikasi atau pihak lainnya, permohonan kredit kita akan ditolak.
5. Biaya administrasi yang cukup tinggi
Karena ada berbagai proses dan juga harus mengelola risiko yang sangat besar, maka pihak perusahaan pinjol juga akan menerapkan biaya administrasi yang cukup tinggi.
Dan, kadang, biaya administrasi ini justru tidak dijelaskan–atau malah tidak dicantumkan–dalam syarat dan ketentuan peminjaman dana yang resmi, di website sekalipun. Karena itu, jika kamu hendak meminjam dana dari pinjol, risiko pinjaman online yang satu ini sudah harus kamu sadari, meski kamu tidak membaca klausul mengenainya.
Nah, sampai di sini, sudah paham betul sih seharusnya apa saja risiko pinjaman online yang harus benar-benar kita pahami sejak awal.
Berutang atau meminjam dana itu enggak dilarang kok. Silakan saja kalau memang membutuhkan, tapi butuh kecerdasan untuk bisa mengelola utang dengan baik, terutama kalau kita utang ke aplikasi pinjaman online. Sudah harus paham mana yang legal dan tidak, pun harus tahu segala risiko pinjaman online beserta konsekuensinya.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.