Kondisi pasar saham sungguh tak terduga di tahun 2020, bahkan hingga paruh kedua pun masih belum jelas juga. Meski kadang ada tren naik, tapi kondisi fluktuatifnya masih terus berjalan. Situasi itu belum pernah kita alami. Maka, nggak heran banyak kasus hold, nyangkut, atau bahkan sampai berhenti investasi.
Hal ini wajar sih. Sebelum pandemi COVID-19 dimulai, Indeks Harga Saham Gabungan berada di titik kisaran Rp6.500. Sungguh saat itu iklimnya sangat bagus untuk berinvestasi, ditambah makin meleknya orang-orang akan pentingnya memiliki rencana dan tujuan keuangan yang realistis.
Lalu tiba-tiba saja wabah menyerang. Nggak hanya sektor kesehatan, imbasnya merembet ke semua arah. Dan, ekonomi menjadi sektor yang paling parah.
Hal ini bisa terindikasi dari pergerakan pasar modal. Dari kisaran Rp6.300 – Rp6.500 di awal tahun, lalu di bulan April dan Mei, IHSG nyungsep ke kisaran Rp4.000-an. Bahkan sampai tembus Rp3.900-an. Di bulan Juni, IHSG mulai sesekali menghijau meski tak jarang turun lagi ke zona merah.
Konon, kondisi ini lantas disebut dengan kangaroo market. Hadirnya kanguru menemani banteng di bull market dan beruang di bear market. Hmmm, menarik ya?
Naik turunnya kondisi pasar modal ini tak pelak bikin bingung, terutama para investor pemula. Yang baru mulai investasi di awal tahun 2020 ini, pasti cukup waswas. Selain jam terbang belum tinggi, mungkin juga dipengaruhi oleh situasi.
Hingga di satu titik ada yang memutuskan untuk berhenti investasi.
Sejarah Fluktuasi dan Krisis di Pasar Modal
Untuk menjawab pertanyaan, apakah harus berhenti investasi di masa krisis seperti ini, mari kita lihat grafik Indeks Harga Saham Gabungan. Grafik di atas adalah sejarah fluktuasi harga saham dari tahun 1992 hingga 2017. Menarik ya?
Kamu lihat kondisi saat IHSG turun juga kan? Iya, tahun 2008. Di tahun tersebut, IHSG turun sampai dengan 59,5%, hingga menyentuh level terendah di kisaran Rp1.111. Bahkan BEI sempat ditutup selama 2 hari di tahun ini, karena penurunan saham mencapai 10%.
Tapi dilihat dari grafik, kita kemudian melihat ada kenaikan pertumbuhan signifikan di tahun-tahun berikutnya, dan menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah di kisaran Rp6.635 di bulan Januari 2020.
Dari Januari yang mencapai level tertinggi kemudian tiba-tiba harga saham anjlok sampai 26.43% dari awal tahun 2020, hingga menyentuh level terendah di Rp3.937 di bulan Maret 2020. However, di bulan Mei, IHSG fluktuatif di kisaran Rp4.000 – Rp4.500. Dan di bulan Juli ini, sempat menembus Rp5.000.
Sinyal bagus?
Jadi, Apakah Harus Berhenti Investasi?
Buat yang sempat merasakan gejolak di tahun 1998 dan 2008, sepertinya sudah punya daya tahan yang lebih baik. Bagaimanapun kondisinya, ada penurunan pasti akan ada kenaikan. Karena ada kenaikan juga, maka terlihat ada penurunan.
Itu sudah hukum alam.
Hanya saja, kondisi penurunan pasar modal di tahun 2020 ini memang berbeda. Tahun 2008, misalnya, penyebabnya jelas, yaitu kasus subprime mortgage di Amerika Serikat yang akhirnya berdampak luas. Investor bisa melihat dan tahu apa yang harus dihadapi, meski wujudnya juga abstrak.
Sedangkan yang harus kita hadapi sekarang adalah virus yang tak kasatmata. Yang baru terkendali ketika sudah ada vaksin, ketika sudah ditemukan obat yang efektif. Padahal ini adalah virus baru, yang vaksin dan obatnya tak akan bisa ditemukan dalam sehari dua hari saja.
However, kalau mau dibandingkan, harga saham saat ini sama dengan harga saham tujuh tahun yang lalu. Artinya, kalau kita tetap berinvestasi sekarang, maka saat kondisi pasar pulih, kita bisa mengharapkan hasil yang baik.
So, untuk saham-saham perusahaan dengan fundamental yang baik, inilah saat yang tepat untuk membelinya. Borong sekalian! Karena waktu yang tepat untuk bisa membeli saham (diskon) adalah saat terjadi resesi atau krisis. Di titik tertentu, pasar akan pulih. Dan kamu akan menikmati hasilnya.
Skenario untuk Tetap Berinvestasi di Pasar Modal di Masa Krisis
Yes, jangan berhenti investasi. Tetapi, tentu saja, harus disesuaikan dengan kondisimu juga.
Untuk kamu, para investor pemula …
Jika kamu masih muda dan baru saja mulai berinvestasi, tetaplah fokus pada pertumbuhan asetmu dengan berinvestasi. Optimalkan portofolio, seimbangkan instrumen investasi yang kamu miliki, sesuaikan dengan tujuan keuangan dan kemampuan.
Jangan khawatirkan volatilitas pasar saham. Hal seperti ini bukan jadi masalah jika kamu berinvestasi untuk jangka panjang.
Untuk kamu, para investor yang sudah berpengalaman …
Cek alokasi aset yang sudah kamu miliki sampai sekarang. Kejatuhan pasar saham baru-baru ini adalah ujian yang bagus buat kamu.
Jika kebetulan kamu punya jumlah lot saham yang cukup banyak, sekarang mungkin kamu jadi nggak nyenyak tidur. Untuk menyamankan dirimu sendiri, boleh saja jika kamu mencari zona aman. So, cek alokasi asetmu yang sudah ada, dan segera lakukan review. Rebalancing, kalau perlu. Atau, ubah proporsinya.
Untuk yang sebentar lagi pensiun …
Akan butuh uang tunai atau aset lancar yang lebih banyak sih, sehingga mungkin perlu untuk mempertimbangkan ulang untuk lebih ke arah konservatif.
Jika portofolio sekarang terdiri atas berbagai macam aset; dari mulai saham, obligasi, dan mungkin juga properti, cobalah untuk mempertimbangkan melikuidkan aset selain saham dulu. Setelah pasar pulih, baru seimbangkan kembali alokasi asetnya seperti rencana semula.
Kesimpulan
So, sebagai jawaban dari pertanyaan, “Haruskah berhenti investasi?”, investor jangka panjang sebaiknya terus berinvestasi selama resesi. Ini kesempatan bagus untuk membeli beberapa saham dengan fundamental baik dengan harga murah. Dalam 10 tahun, portofolio kamu akan jauh lebih bernilai.
Ayo, terus belajar ilmu-ilmu investasi. Terutama kalau kamu memiliki tujuan keuangan jangka panjang, kamu butuh strategi investasi yang mumpuni, supaya mendapatkan hasil yang optimal.
Baca buku Investory dan Investory X yuk!
Dengan pengantar ‘bahasa manusia’ yang mudah dipahami, investor pemula akan dapat mencerna isi buku-buku ini dengan lebih baik, dan mendapatkan banyak insight seputar strategi investasi yang jitu.
Follow the link yang sudah ditautkan di atas untuk melihat detail buku lebih lanjut ya.
Semoga bermanfaat dan happy investing!
Penulis