Apa kabar utang kamu? Semoga enggak menyulitkanmu di masa-masa darurat seperti ini. Sudahkah kamu memanfaatkan kebijakan relaksasi kredit pemerintah untuk tetap bisa membayar utang? Semoga di-approve ya pengajuannya.
Iya, di luar perkiraan banyak orang, separuh tahun 2020 harus dilewati dengan di rumah saja. Kegiatan ekonomi menurun, mau enggak mau, kondisi keuangan kita juga jadi terpengaruh. Meski tahap the new normal mulai dilaksanakan di sejumlah wilayah, demi memulihkan perekonomian, tapi ya tentunya enggak bisa langsung balik seperti semula.
Bahkan mungkin enggak pernah akan ada kenormalan seperti sebelumnya. Yang ada ya kenormalan yang baru.
Mengelola uang di tengah pandemi dan menjelang new normal seperti ini memang sedikit butuh kejelian. Tapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan. Karena pada dasarnya, manusia itu memang punya banyak kebutuhan, dan semua rasanya urgent untuk dipenuhi. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan ya dengan mengelola keuangan dengan sebaik mungkin. Tapi, kondisi masing-masing dari kita juga berbeda, sehingga kadang satu solusi bisa memecahkan persoalan satu orang belum tentu bisa jadi pemecahan yang baik juga buat orang lain.
Iya, solusi keuangan itu memang sangat subjektif. Yang punya blog ini tau banget sik kayak gimananya.
Seperti soal membayar utang dan menabung ini. Beberapa waktu yang lalu, sempat ada yang “curcol” di postingan Instagram akun keuangan, bahwa sekarang yang bersangkutan sedang bingung aka galau antara mau membayar utang dulu atau lebih baik stockpile more cash di masa darurat seperti ini.
Alasan si curcol-er juga masuk akal sih, karena kan banyak yang bilang, dana darurat menjadi hal yang sangat penting sekarang ini. Sedangkan, dia juga punya beban utang, yang meski relaksasinya sudah di-ACC, tapi kan ya tetep harus dibayar cicilannya. Sementara, uangnya juga masih terbatas.
Terus, gimana dong?
Nah, mari kita lihat dari beberapa aspek.
Apakah Kebutuhan Pokokmu Sudah Terpenuhi Semua dengan Baik?
Apa saja sih yang termasuk dalam kebutuhan hidup pokok? Yaitu yang bersifat:
- Kalau tidak kamu lakukan atau beli, maka bisa membahayakan hidupmu.
- Kebutuhannya tetap ada setiap bulannya alias rutin.
Kalau melihat karakteristiknya di atas, maka yang termasuk di dalam kebutuhan pokok ini adalah:
- Groceries: beras, sembako, dan sejenisnya. Kalau tanpa kebutuhan ini, mustahil kamu bisa melanjutkan hidup. Yes?
- Utilitas: listrik, PDAM, pulsa, dan sejenisnya. Ini juga enggak mungkin ditinggal kan? Mau pakai apa di rumah, kalau enggak pakai listrik? Mau pakai obor?
- Uang sewa; sewa rumah, apartemen, dan sejenisnya, karena ada konsekuensi ‘terusir’ kalau ini enggak dipenuhi, ya kan?
- Cicilan utang, yang kalau enggak dibayar will cost you more.
Nah, dari daftar di atas jelas, bahwa cicilan utang termasuk dalam kebutuhan hidup pokok. Mengapa? Karena ada utang yang kalau enggak atau telat dibayar akan mengenakan denda pada kita, yang akhirnya bikin beban keuangan kita jadi lebih berat lagi. Ini kan ‘bahaya’ yang dapat mengancam hidup kita selanjutnya. Misalnya saja seperti utang kartu kredit.
Lalu, bagaimana dengan utangmu sekarang di masa pandemi dan the new normal ini? Apakah ada utang yang berpeluang tertunggak? Seberapa banyak? Apa konsekuensinya?
Kalau Lunasi Utang Dulu ….
Kalau ada beberapa peluang utang tertunggak, maka sebaiknya ini mesti jadi perhatian lebih dahulu. Cek:
- Seberapa banyak kekurangan utang yang masih menjadi beban untuk saat ini?
- Seberapa lama lagi utang tersebut akan jadi tanggungan kamu?
- Seberapa besar konsekuensi yang harus kita bayar jika terjadi penunggakan? Ingat, beban konsekuensi bisa jadi akan berkali lipat jika kita semakin lama menunggak utang. Jadi, coba cari celah dan solusi, bagaimana caranya agar kamu tetap bisa membayar utang ini.
Cobalah cek aset lancar, apakah ada aset yang bisa dimanfaatkan untuk membayar utang? Mungkin kamu punya tabungan berjangka atau deposito yang bisa dicairkan, meski harus membayar penalti atau bunga yang hangus? Atau, mungkin kamu punya aset lain yang bisa dijual, semisal smartphone, kendaraan, atau apa pun yang bernilai jual tinggi?
Jika memang ada, dan kamu perhitungkan bisa menutup (bakal) tunggakan, ya mengapa enggak kamu prioritaskan untuk membayar utang dulu?
Kalau Dana Darurat Dulu …
Ini juga bukan opsi yang terlalu salah, asalkan kamu tahu pasti bahwa utang tidak akan tertunggak. Cicilan utang masih safe, meskipun kamu tidak bisa melunasinya cepat-cepat.
Dana darurat memang penting, terutama di masa sulit seperti ini. Tetapi penambahan beban berupa denda akibat tertunggaknya utang seharusnya enggak perlu ada. Jadi, kamu pasti bisa menyimpulkan, bagaimana baiknya.
Seharusnya memang, baik menabung untuk dana darurat dan juga membayar utang, sama-sama harus dilakukan secara berimbang, karena keduanya sangat penting. Pembayaran utang harus tetap lancar, demi menghindari tambahan beban denda dan bunga berbunganya, sedangkan dana darurat menjadi jaring pengaman untuk menjamin hidup selama masa-masa yang tidak pasti ini. Kamu pasti enggak mau ada tambahan beban karena keduanya kurang. Bener enggak?
Be Flexible …
Kondisi ke depan tidak akan ada yang bisa memprediksi dengan pasti. Pun tidak dengan orang-orang pintar dan pakar itu. Banyak yang memprediksi, September pandemi akan berakhir. Oktober, ekonomi akan pulih. Bulan depan, obat corona akan bisa diedarkan. Bla bla bla.
Orang boleh kasih kamu berita bagus dan segala macam prediksi (serta hoaksnya). Tapi, penting bagi kita untuk tetap bersiap akan segala kondisi yang mungkin datang.
Semua masih serba nggak pasti, jadi bersiaplah untuk tidak pasti. Amankan semua jaring pengaman, punyai plan A, B, C, kalau perlu sampai Z. Apalagi kalau kamu punya tanggungan juga beberapa nyawa di rumah.
So, be flexible dan tetap pantau situasi ya. Jangan stres, tapi juga jangan lengah.
Semangat, kawan! Kita pasti bisa melaluinya dengan baik.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.