Di awal pandemi COVID-19 terjadi, banyak di antara kita yang akhirnya melakukan panic buying.
Barang-barang di pasar swalayan habis dalam sekejap. Antrean di kasir mengular, masing-masing pebelanja tak cukup hanya mendorong satu troli. Ada yang sampai 2 – 3 troli belanjaannya, itu pun menggunung begitu tingginya.
Di Indonesia, orang memborong mi instan, frozen food, beras, dan berbagai kebutuhan, tak lupa juga membeli stok masker dan hand sanitizer banyak-banyak. Di Amerika, pebelanja memborong tisu toilet.
Tak pelak, hal ini berefek pada stok logistik secara nasional. Daging sapi pun tampak menghilang dari beberapa negara. Gula pasir juga sempat menghilang dari bumi Indonesia.
Hmmm, jangan-jangan, ada di antara kamu yang kemarin juga melakukan panic buying ini ya? Boleh ngaku lho, nggak akan dimarahi.
Ya, soalnya perilaku panic buying ini cukup wajar terjadi sih, terutama di saat-saat darurat seperti ini. Menurut ahli, ada beberapa hal yang memicu terjadinya panic buying ini.
Beberapa Penyebab Panic Buying
1. Rasa takut
Pada dasarnya, manusia memang sangat sensitif dan reaktif terhadap rangsangan yang berupa ancaman. Dan begitulah, ancamannya sekarang seakan tak kasatmata, tak terlihat. Rasa takutnya semakin menjadi-jadi.
Akhirnya, beli deh barang-barang yang sekiranya bisa dipakai untuk mempertahankan diri secara berlebihan.
2. Dipengaruhi oleh tindakan orang lain
Manusia bertindak semata-mata bukan karena keinginan sendiri, kadang. Ketika orang lain melakukannya, maka kita pun cenderung untuk juga melakukan hal yang sama. Alasannya sih bermacam-macam, kadang ya rada nggak masuk akal juga. Inget kan, gejala FOMO–alias fear of missing out?
Begitu juga panic buying. Karena melihat orang lain melakukannya, maka kita pun cenderung untuk ikut juga melakukannya. Ditambah rasa takut terhadap ancaman, lengkaplah sudah motivasi kita untuk panic buying.
3. Kurangnya pengendalian diri
… yang dipicu lantaran rasa takut dan kecemasan berlebihan, yang timbul lantaran rasa terancam.
Membeli banyak barang akhirnya membuat kita bisa mengatasi kecemasan dalam jangka pendek. Dengan melakukan panic buying, kita jadi merasa bisa mengendalikan situasi, merasa tenang karena memiliki barang-barang yang dibutuhkan untuk hidup.
Setelah melihat dan mengetahui penyebab panic buying ini, lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya? Karena, kalau dibiarkan saja, panic buying ini enggak hanya merugikan diri sendiri–karena lantas belanja kalap tanpa sasaran–tetapi juga merugikan orang lain, bahkan negara.
Mengatasi Panic Buying
1. Buat anggaran
Budgets are so handy untuk menghadapi segala macam ketidakpastian dan kecemasan. Begitu juga untuk mengatasi panic buying.
Selain kita jadi bisa menyesuaikan dengan isi dompet–yang masih harus dibagi-bagi dengan keperluan mendesak lain–saat menyusun anggaran ini, kita jadi “dipaksa” untuk berpikir rasional biasanya.
Makanya, meski lagi panik, coba biasakan untuk diam dan duduk sejenak, sambil bikin anggaran. Begitu juga sekarang, mau belanja, coba duduk dulu dan bikin anggaran. Berapa duit yang bisa kita belanjakan? Berapa duit mesti disisain untuk kebutuhan lain yang sama urgent-nya?
2. Buat daftar belanja
Setelah tahu berapa (sedikit) anggaran belanja kita, buatlah daftar belanjaan yang dibutuhkan.
Ingat, kata kuncinya: yang dibutuhkan. Barangnya apa saja, dan berapa jumlahnya. Sesuaikan dengan kondisimu, dan belanjalah sesuai dengan kebutuhan jumlah anggota keluarga dalam waktu tertentu. Misalnya, untuk seminggu ke depan, biar belanjanya sekali seminggu aja.
Setelah tiba di tempat belanja, belanjalah sesuai dengan daftar yang sudah kamu buta. Percuma banget, kalau kamu sudah bikin daftar belanja tapi akhirnya kamu belanja impulsif juga.
3. Ingat, bahwa orang lain juga punya kebutuhan yang sama
Memang, di saat-saat mencekam, kita akan cenderung jadi hanya memikirkan diri sendiri, dan keluarga, biasanya sih. Ini juga termasuk insting dasar kita sebagai manusia.
Tapi, sebagai makhluk sosial, kita juga dianugerahi rasa empati terhadap sesama. Dan, hal ini juga bisa kita manfaatkan untuk mengendalikan diri agar terhindar dari panic buying. Karena kebutuhan hidup manusia pada dasarnya sama. So, pasti barang yang kita beli itu juga dibutuhkan oleh orang lain.
Kita bisa bertanya pada diri sendiri, “Kalau gue butuh barang banget, tapi ternyata stok kosong, bagaimana rasanya?”
Jika jawabannya adalah muncul rasa sedih, rasa takut, dan cemas, maka begitu pulalah yang dirasakan oleh orang lain. So, biarkan orang lain juga bisa memenuhi kebutuhan mereka. Kita belanja saja sesuai kebutuhan kita.
4. Ikuti update seperlunya
Ingat, bahwa salah satu penyebab panic buying adalah karena pengaruh orang lain di sekitar kita? Makanya, kurangi deh membaca update dan berita-berita negatif yang beredar.
Berpeganglah pada update, informasi, dan berita yang ada di media-media resmi dan media umum. Seimbangkan antara good news dan bad news. Jangan cuma baca bad news doang, yang akan menimbulkan panik dan cemas berlebihan yang bisa memicu kita untuk melakukan hal-hal di luar kendali. Ya, kayak panic buying itu.
Jangan percaya setiap berita atau info, apalagi yang cuma dibilang, “Share dari sebelah.” Yuk, jadi penerima informasi yang cerdas dan bijak.
5. Cash is the king
Ingat, di masa-masa darurat tanpa kepastian seperti ini, akan lebih baik jika kamu memiliki uang tunai yang cukup, ketimbang kamu stock piling barang-barang yang bisa membusuk atau menuh-menuhin kulkas saja.
Dengan uang cash, kamu akan bisa menggunakannya sesuai kebutuhan, yang mendadak sekalipun.
Jadi, daripada kamu pakai untuk panic buying, kalau memang masih ada dana, lebih baik gunakan untuk memperkuat dana daruratmu. It will come handier, really.
Nah, semoga kamu bisa menghindari panic buying ini ya. Kayaknya bakalan nyesel deh, kemudian, kalau sampai panic buying. Apalagi kalau barang yang dibeli lalu membusuk dan nggak bisa dipakai lagi. Huhuhu, mubazir banget padahal kita lagi perlu untuk menghemat setiap pos sekarang.
So, bijaklah dan berpikirlah dengan tenang, kapan pun.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.