Selamat menempuh hidup baru! Ciyeee … selamat bergabung di dunia double. Hahay. Pasti sekarang baru anget-angetnya. Bahagia-bahagianya. Sayang-sayangnya. Uhuk-uhuknya. Yah, begitulah pengantin baru. Biasa. Kalau gak gitu, berarti ada yang salah.
But … but … tunggu 6 bulan lagi. Setahun lagi. Lima tahun lagi. Saat status sudah bukan lagi pengantin baru, yang namanya permasalahan hidup kek ga ada habisnya. Apalagi sudah punya anak. Huhu, bakalan jauh berbeda dari bayangan saat sebelum menikah. Bisa sampai 180 derajat.
Dan, saat sudah bertahun-tahun menikah, kadang muncul penyesalan, “Duh, kenapa gue nggak nyiapin ini itu sejak dulu sih?”
Nah! Itu dia! Makanya sekarang ada artikel ini. Let’s learn from other people’s mistakes! Buat kamu yang masih berstatus pengantin baru, mendingan mulai mikirin beberapa hal berikut sekarang juga.
5 Hal terpenting yang harus sudah mulai dipikirkan oleh para pengantin baru
Rumah
Habis nikah, mau tinggal di mana?
Ternyata ini pertanyaan superbesar yang harus segera dicari jawabannya bahkan sebelum menikah!
Mau tinggal di mana setelah nikah? Mau tinggal sama salah satu orang tua–yang berarti pondok mertua indah bagi yang lain? Atau mau segera mandiri?
Kalau sebelum nikah sudah punya rumah atau sudah ngontrak sendiri sih sepertinya nggak terlalu masalah. Tinggal diskusi lagi aja ke depannya, mau seperti apa. Tapi kalau selama ini masing-masing masih sama orang tua, mungkin akan perlu untuk segera diskusi bagaimana baiknya.
Memutuskan untuk tetap tinggal di rumah salah satu orang tua? Nggak masalah juga sih, kan semuanya tergantung kondisi masing-masing. Tapi, jangan terlena. Tetap rencanakan untuk punya properti sendiri.
Mau ambil KPR? Bisa banget. Segera bicarakan, dan lakukan survei. Tapi ingat, beli rumah juga ada biaya akad, harus juga siapin dana untuk isi perabotan, perawatan, dan sebagainya. Ini juga harus diperhitungkan.
Ke depannya nggak masalah sih, mau ditempati sendiri atau mau disewakan sebagai aset aktif. Semua bisa diputuskan bersama.
Yang pasti, jangan sampai nggak punya rumah.
Proteksi
Yang kedua adalah proteksi, alias asuransi. Coba cek, apakah masing-masing sudah punya asuransi kesehatan? Kalau sudah, jenisnya apa?
Untuk suami, coba dicek, apakah ada tunjangan kesehatan dari kantor untuk istri, dan juga untuk anak-anak nantinya? Kalau ada, coba segera diurus, tambahkan nama istri. Kalau istri juga karyawan mah, biasanya kantor enggak kasih tambahan kaver tunjangan kesehatan buat suami ya? Yah, itulah, gender gap. Mau gimana lagi, kondisinya masih seperti itu di Indonesia.
Kalau memang sama-sama belum punya asuransi kesehatan, segera buat deh. Jangan sampai bocor di pos ini ya, karena keuangan akan tergerus terutama kalau sampai kita sakit. Apalagi kalau pakai rawat inap. Jadi, asuransi kesehatan wajib punya.
Yang kedua, asuransi jiwa. Si suami sebagai tulang punggung keluarga, segera deh bikin asuransi jiwa ya. Itu tandanya mencintai istri dan keluarga, yang bahkan tak bisa dikalahkan oleh maut. Tsah.
Dana Melahirkan
Berencana untuk punya momongan enggak? Kalau enggak, ya bagian ini boleh diskip. Langsung aja ke bagian dana pensiun di bawah sana.
Kalau ada rencana, sebaiknya segera persiapkan dana-dananya. Meski harapannya (biasanya sih) ibu dapat melahirkan normal, tapi yang namanya kesehatan, siapa yang bisa jamin? Apalagi di masa kehamilan.
Operasi caesar makin mahal. Belum lagi nanti saat pemulihan, bakalan lebih panjang dengan jadwal ketemu dokter yang lebih banyak. Pastinya ongkosnya juga membengkak.
Soalnya, hamil itu … hmmm. Unpredictable. Yang tadinya aktif, jadi mager. Yang tadinya malas dandan, tiba-tiba menor. Yep, semua bisa berubah berbanding terbalik saat kehamilan tiba, utamanya soal kesehatan.
So, barangkali dari kantor ada tunjangan dana melahirkan? Biasanya sih termasuk dalam tunjangan kesehatan. Kalau pakai BPJS Kesehatan sih, otomatis masuk. Cuma kan ada plafonnya, yekan?
Dan, ingat. Kehamilan itu nggak cuma soal rutin kontrol ke dokter lo. Ada soal nutrisi ibu dan bayinya yang harus diperhatikan. Apalagi kalau termasuk dalam kehamilan berisiko. Nah, ini biayanya enggak sedikit.
So, meski sudah ada asuransi kesehatan dan melahirkan sudah termasuk di dalamnya, ada bagusnya juga kalau dibikinin tabungan tersendiri. Mau didepositokan? Boleh banget, terutama kalau memang program hamilnya mau ditunda sebentar.
Bicarakan dengan pasangan ya, dan nggak usah mikirin orang-orang yang nanya, “Sudah isi belum?” Kalau ditanya gitu, ya jawab aja, “Sudah. Tadi pagi sudah diisi kok.”
… diisi salad, nasi, roti, dan susu.
Dana Pendidikan Anak
Yah, status masih pengantin baru, punya anak aja belum, sudah mikirin dana pendidikan anak? Ya, kenapa enggak? Semakin dini dipersiapkan, waktu kita juga makin panjang. Makin ringan pula bebannya, karena kenaikan biaya pendidikan di Indonesia itu 10 – 20% setiap tahunnya.
Jadi, nggak ada salahnya dipersiapkan sejak dini. Diskusikan hendak dipersiapkan dalam bentuk apa? Investasi? Instrumennya apa? Karena mungkin masih (agak) panjang, maka dana pendidikan anak ini bisa menjadi financial goals jangka panjang.
Jangan cuma satu macam investasi juga. Diversifikasikan, dengan jangka waktu yang variatif.
Masih bingung aja nih, mau investasi apa? Coba ubek-ubek blog ini ya, banyak bahasan soal saham di sini. Pasti bisa menemukan salah satu yang pas dengan kebutuhan.
Intinya, jangan terlena mentang-mentang masih lama. Because, our biggest enemy is time. It is.
Dana Pensiun
Ini juga. Mungkin sekarang sebagai pengantin baru, kita juga masih dalam usia yang paling produktif ya? Tapi, sampai berapa lama lagi sih kita bisa produktif terus?
Ingat, pensiun nggak cuma berarti kita nggak kerja lo. Tapi pengertiannya bisa saja, kerja tapi sudah nggak melakukannya semata untuk dapat duit. Pensiun bisa berarti kita tetap kerja tapi karena kita senang melakukannya, nggak peduli dapat duit atau enggak.
So, pastinya, setiap pasangan berharap untuk bisa menua bersama. Yekan? Terus, nanti kalau sama-sama udah nggak kerja, mau hidup dengan apa nih?
Baguslah kalau sudah punya Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua dari BPJS Ketenagakerjaan. Tapi, apa cukup? Apalagi untuk mempertahankan gaya hidup kita seperti sebelum pensiun. I doubt it! Ada kok penelitian yang ngasih data, untuk bisa mempertahankan lifestyle setelah pensiun, setidaknya kita harus punya pemasukan minimal 70% dari gaji terakhir. Sedangkan kalau dihitung-hitung, dengan Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan, kita tuh paling-paling cuma menerima 40%-nya.
Gak cukup, bok! Apa kabar sama cita-cita: muda foya-foya, tua kaya raya?
Jadi, gimana nih? Mau hidup pake apa? Mau andalkan anak buat biayain hari tua kita? Widih, enggak bisa gitu. Saat anak udah gede nanti, mereka punya hidup sendiri lo! Umumnya juga sudah punya keluarga sendiri, sudah punya nasib yang ditentukannya sendiri. Tega gitu, gangguin mereka buat ngurusin kita?
Anak bukan investasi lo! Mereka ada dan menjadi tanggung jawab orang tua. Kalau kita nggak merawat mereka, kita yang dosa *benerin kerudung* Tapi merawat kita bukanlah kewajiban mereka. Kalaupun mereka mau ngurusin kita, berarti itu bonus, buah dari cinta orang tua untuk mereka. Jangan jadikan mereka sebagai generasi sandwich, harus menanggung keluarga mereka sendiri dan kita juga.
Hayuk, jadi orang tua mandiri. Nanti tua, kita harus bisa hidup sendiri. Dan, ini hanya bisa direncanakan sejak masih berstatus pengantin baru.
Nah, itu dia 5 hal–ternyata hal keuangan semua ya?–yang harus segera dipikirkan oleh para pengantin baru. Yang pasti memang, segera diskusikan mengenai peran masing-masing dalam keuangan keluarga. Siapa yang bayar tagihan inu, siapa yang nyicil ini? Siapa yang urusan makan sehari-hari? Gimana bagi pos rutinnya? Dan seterusnya.
Jangan bilang, ngomongin keuangan sama pasangan itu tabu ya? Kita juga harus tahu, nantinya dalam perjalanan, sudah punya aset apa saja, dan atas nama siapa saja? Juga soal akses dana darurat, harus di-share sejak awal.
Sampai di sini sudah pusing belum? Nggak apa, pusing sebentar. Ini baru beberapa langkah. Nanti yang ini selesai, akan ada masalah baru lagi kok #hloh!
Intinya, jangan remehkan komunikasi ya? Sekali lagi, selamat menempuh hidup baru! Hidup ke depan masih panjang, masih blur. Tapi dengan perencanaan berdua, tentu akan lebih baik 😉
Have fun!
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.