Yang namanya mendidik anak itu sudah jadi tugas orang tua. Pokoknya nih, begitu sudah ada pikiran pengin punya anak di dalam kepala, maka saat itu pula seharusnya sudah tertanam di benak juga bahwa bagaimana bentuk dan rupa si anak di masa depan adalah hasil didikan kita sendiri.
Termasuk soal konsep uang.
Baru bener-bener ngeh, bahwa ajarin anak soal konsep uang itu nggak sekadar duit 2 rebu terus ditambah lagi lembaran 5 rebu itu adalah 7 rebu. Nggak, ternyata enggak sesederhana itu. Karena yang terjadi sebenarnya adalah, begitu kita udah mulai nyodorin lembaran duit ke anak-anak, maka saat itu pula seharusnya disertai dengan pelajaran moral, etika, hingga agama.
Lo kok agama? Iya, kita nanti juga harus ngajarin bersyukur soal berapa pun rezeki yang diterima kan? Pelajaran agama bangetlah itu. Hohoho.
Terus kedua, ternyata sesepele hal “duit jangan dihabisin di depan” dan “kenapa kita mesti menabung”, itu ternyata membutuhkan penjelasan yang sangat laaama dan bertahap. Ya, namanya anak kan? Otak mereka berkembang sedikit demi sedikit, sehingga ternyata (lagi) kita juga enggak bisa menjejalkan begitu saja semua informasi itu sekaligus.
Ya, maunya sih kan ya, sekali diajarin langsung mudeng. *Mamak nggak tahu diri dan nggak sabaran emang* Jadi, bisa langsung pindah ke pelajaran lain, gitu. Tapi ternyata enggak bisa.
Ketiga, kalau mau ajarin anak soal konsep uang, maka kita mesti pastikan dulu. Diri kita sendiri ini udah beres belum soal keuangan?
Jengjeng! Yang terakhir langsung bikin ‘deg!’ gitu kan ya? Ya tapi ‘monkeys see, monkeys do’. Anak-anak akan lebih cepat belajar kalau meniru. Niru siapa? Ya niru emak dan babenyalah yang pertama. Makanya, mau ajarin anak nabung? Ya, kita udah punya kebiasaan itu belum?
Oke, itu di bawah nanti akan sedikit trik yang sudah dan akan saya jalankan untuk mengenalkan konsep uang ke anak. Yang pertama, yang mesti dipahami dulu adalah soal mendidik secara bertahap.
Kemarin buka-buka lagi majalah Parenting lama, dan menemukan bahasan soal mengenalkan uang sesuai tahap usia, yang pernah diberikan oleh Australian Securities & Investments Commision (ASIC). Dibagi dalam 3 tahap, mari kita lihat prinsip-prinsipnya aja. Ini penting untuk dipahami dulu di awal, karena ya kan ga mungkin kita ngajarin konsep uang yang harusnya buat remaja ke anak preschool, yekan? Puyeng nanti.
Jadi pelajaran pengenalan konsep uang pada anak itu dibagi dalam 3 kelompok besar, yaitu:
Kelompok usia preschool
- Kenalkan bahwa uang adalah alat untuk membeli sesuatu.
- Uang ada dalam 2 bentuk: kertas dan koin
- Emak dan babenya punya uang karena kerja (tambahkan lagi: qerja keras bagai quda)
- Barang yang dibeli dengan uang adalah barang yang sangat kita butuhkan sehari-hari. Sedangkan ada beberapa barang yang kalau dibeli bikin seneng, tapi enggak dibeli pun enggak apa-apa.
- Kalau mau beli sesuatu, pikirkan dulu, apakah kalau barang itu tidak dibeli lantas kita dapat akibat yang bikin “sakit”? Misalnya, beli minuman saat haus. Haus kalau enggak minum akan sakit, tapi kalau beli milkshake di kafe itu hanya keinginan aja, karena minum air mineral pun sudah bisa.
Nah, sampai sini aja dulu ternyata kalau buat anak preschool. Poin yang terakhir aja akan butuh waktu luama supaya mereka betul-betul paham. (Iyalah, orang kita yang sedewasa kek gini aja kadang susah ngebedainnya kok.)
Kelompok usia sekolah dasar
- Mulai bisa biasakan survei soal harga dan kualitas sebelum membeli. Jadi di sini kita mulai memberikan pengenalan, bahwa ada kualitas ada harga, tapi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan.
- Mulai kenalkan beberapa fintech yang simpel (saya mulai kenalin si sulung saat kelas 4), misalnya gopay.
- Lalu mulai kenalkan keamanan bertransaksi. Kemarin sempat si sulung ngomong gini, “Mah, nomor xxxxxx itu nomor telepon kan?” di depan kasir supermarket saat saya belanja bulanan dengan debit. Yha! Bagos! Padahal banyak antrean di belakang. Saya lantas gegas ke ATM buat ganti PIN
- Mulai ajarin tujuan keuangan, yang kemudian dibarengi dengan pembiasaan menabung. Nggak usah sulit-sulit. Cukup dengan menabung untuk membeli buku cerita incarannya saja, si sulung sudah termotivasi.
- Kalau mau ajak belanja, ajarkan bahwa kita sudah punya tujuan untuk beli sesuatu sebelum berangkat.
Kelompok usia remaja
- Mulai kenalkan beda antara kartu kredit dan debit. Lalu, hindari belanja dengan menggunakan kartu kredit di depan anak.
- Mulai kenalkan konsep pinjam uang: bahwa pinjam = kewajiban mengembalikan. Pinjaman uang tidak sama dengan “dapat duit” seperti kalau dia dikasih uang saku sama mamaknya.
- Jangan sampai kita menunjukkan bahwa kita pernah meminjam uang pada siapa pun.
- Mulai bikin pembukuan sederhana untuk melihat pengeluarannya sendiri, dan mengupayakan uang tabungan.
- Tanamkan, bahwa menabung adalah cara terbaik dalam menyiapkan uang jika terjadi hal-hal di luar rencana.
Nah, sudah tahu teori ajarkan konsep uang per tahap usia, sekarang kita lihat praktiknya. Atau, trik-triknya yang sangat tricky. Hehehe. Saya cuma mau share pengalaman aja sih. Jadi yang akan ditulis berikut ini adalah hal-hal yang pernah saya lakukan, berikut kesalahannya. Semoga teman-teman yang lagi baca artikel ini tidak merasa digurui ya, tapi coba tarik hikmah dari pengalaman saya ini. Karena saya pun masih belajar cara mendidik yang benar.
Beberapa trik ajarkan anak konsep uang
1. Nggak punya uang?
Kadang demi cepetnya, saya suka bilang, “Mamah nggak punya duit buat beli ini itu (yang dipenginin anak).”
Ternyata ini salah. Kalau si anak buka dompet, dan menemukan saya punya uang di sana, maka dia akan mencap saya sebagai pembohong. Yes? Yes, saya pembohong kan? Uang ada gitu lo! Nextnya, akan lebih susah “ngeles” kalau anak minta sesuatu lagi.
Mendingan bilang, “Wah, kita ke sini buat beli barang A. Kalau yang Kakak minta itu, coba deh, besok bulan depan kalau Mamah sudah dikasih gaji lagi ya?”
Nah, bulan depan kalau memang itu dibutuhkan dan ada anggaran, ya nggak ada salahnya beli. Tapi kalau memang nggak niat membelikan, misalnya karena sebenarnya kita punya barang serupa di rumah, ya langsung aja kasih pengertian. Intinya kita punya uang, tapi peruntukannya kan buat kebutuhan lain yang lebih mendesak. Jelasinnya jangan berhenti di “nggak punya duit”.
Intinya: jangan bohong supaya cepat kelar urusan. Terutama soal duit.
2. Ajak belanja
Saya suka sok-sok bikin catatan belanja di depan anak-anak, lalu mereka kepo barang apa saja yang mau saya beli. Kalau ada barang favorit mereka, maka mereka akan seneng banget. Hahaha. Tapi dengan ajak mereka bikin catatan belanja, kita jadi ngajarin kalau penggunaan uang itu memang butuh perencanaan.
Saya jadi inget pas ajak si sulung pertama kalinya ke minimarket franchise itu. Tau kan ya? Begitu masuk toko, dengan gegap gempitanya dia ambil keranjang belanja, lalu memasukkan semua permen yang ada di meja dekat kasir ke keranjangnya. Yes, semua. Hahaha. Waktu itu saya sih ketawa, cuma nggak sekeras sekarang dan agak sedih gimana gitu ya.
Tentu saja “belanjaannya” saya kembalikan lagi ke tempatnya, dan saat itulah dia tantrum. Oho. Just a perfect thing every parents would wish. Yeah.
Tapi dari pengalaman pertama itu justru saya dapat pelajaran, bahwa pelajaran attitude di pusat perbelanjaan itu penting dan harus sudah dimulai sejak mau berangkat bareng mereka. So, sejak di rumah, saya tunjukkan catatan belanja yang sudah saya tulis, lalu saat di swalayan, saya biarkan mereka yang memilih (dengan tentu saja kita banyak diskusi soal mana yang lebih oke untuk dibeli). Acara belanja jadi quality time kami.
Sampai dengan hari ini, si sulung selalu “sopan” di pusat perbelanjaan, nggak pernah memasukkan barang di luar catatan ke dalam troli. Bagus. Si bungsu? Masih PR 😆 Beda anak beda karakter. Ya sudah, enggak apa-apa. Doain mamaknya sabar.
3. Nggak butuh nggak beli
Saya mungkin orang tua yang kejam. Saya enggak membiasakan anak-anak beli mainan, kalau memang enggak dari rumah niat beli mainan.
Misalnya, kalau di suatu tempat, seperti di event atau di gereja, kadang kan suka ada mamang-mamang penjual mainan mangkal di gerbang gitu ya? Saya enggak pernah beli mainan dari mereka, demi bikin seneng anak. Kalau mau beli mainan, ya ke toko mainan, dan itu direncanakan jauh sebelumnya.
Karena pembiasaan saya itu, kalau ada anak-anak lain yang punya balon-balon dari mamang mainan, anak-anak cuma ngeliatin aja. Saya? Muka tega, muka lempeng, cuek aja. Tapi ya hasilnya, setiap ajak mereka ke mana-mana, nggak pernah ada rengekan beli ini itu.
Saya cuma pengin ngajarin, kita nggak akan beli kalau enggak butuh. Sudah, prinsip itu saja saya kira yang jadi dasar dari semua ilmu pengelolaan keuangan pribadi sampai kapan pun. Ketika kita bisa mengendalikan diri, bisa memilah mana yang butuh mana yang enggak, sepertinya keuangan pasti akan safe. CMIIW.
Nah, itu dia beberapa trik dasar yang masih terus saya lakukan sampai sekarang. Saya juga belum tahu sampai saat ini, apakah trik saya itu akan membuahkan hasil yang baik nantinya 😆 Semoga saja. Karena kalau soal parenting mah, kadang yang kita lihat bagus sekarang belum tentu seindah ini juga di masa depan.
Ya, parenting itu rumit, fellas. 😆
Punya trik pengenalan konsep uang ke anak yang lain enggak, yang juga praktis–maksudnya yang kita lakukan karena kita pernah salah sebelumnya kayak saya di atas? Kalau ada, boleh dong ditulis di komen ya, biar bisa tukar pengalaman. 😀
So, happy parenting, parents!
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.