diskartes.com – Assalamualaykum Gen X, Y, dan Z!
Tidak bisa dipungkiri memang bahwa pucuk pimpinan organisasi besar di Indonesia masih didominasi oleh generasi Baby Boomers dan Gen X. Baby boomers untuk mereka yang lahir sebelum 1960, sementara Gen X adalah generasi 1960-1980.
Uniknya, generasi tersebut dihidupi oleh generasi di bawahnya, yaitu generasi milenial atau Gen Y (1980-2000). Loh, kok bisa?
Anda sudah baca artikel sebelumnya tentang bonus demografi kan? Meski belum banyak yang berada di posisi puncak, tapi kemampuan daya belinya sudah oke dan mendominasi jumlah penduduk Indonesia.
Sementara Gen Z masih di tahapan tumbuh dan belum memiliki cukup duit untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Thus, Gen Y menjadi prioritas. Itulah kenapa saat ini banyak perusahaan berusaha membranding ulang jualannya agar cocok dengan lifestyle kaum Milenial.
Sudah tau kan arah obrolan kita sekarang? Yups, bergosip tentang generasi Millenial!
Bagaimana sih menarik pasar Generasi Milenial?
1. Generasi Milenial Enggak Doyan Baca
UNESCO mengatakan bahwa dari setiap 1000 orang penduduk, hanya 1 yang doyan baca. Riset yang dilakukan di 61 negara menunjukkan Indonesia mendapat peringkat 2, dari bawah. PR besar, padahal infrastruktur untuk membaca sudah bagus lhoh. Ditambah lagi 20% dana APBN untuk pendidikan bisa ikut men-support program baca!
Generasi milenial cenderung betah di depan situs bergambar, dan malas berlama-lama di situs yang hanya menampilkan tulisan. Oleh karena itu, saya tidak terkejut bila suatu saat blog ini akan ditinggalkan jika kekurangan layanan bergambar atau video.
Jadi, apa yang harus dilakukan agar bisa menggaet pasar generasi milenial?
Mulailah mengkonversi cara branding Anda dari alur konvensional agar lebih eye-catching, baik dalam bentuk image maupun video. Itulah yang akan saya lakukan di buku nanti, memasukkan unsur kartun, bukan hanya grafik yang ruwet.
Oh ya, ngomong-ngomong soal buku, jangan lupa daftarkan email Anda untuk mendapat informasi ketika sudah terbit ya! Karena akan saya terbitkan sendiri, tanpa major publisher.
2. Social Media Network = The Real Networking
Kuadran dunia advertisement sudah bergerak, dulunya satu arah sekarang menjadi dua arah. Maksudnya seperti apa?
Dahulu iklan di TV dan koran adalah primadona, tentu saja dengan biaya yang sangat mahal. Namun sekarang, trend beriklan melalui social media dan influencer semakin meningkat. Selain harganya lebih murah, tetapi juga dinilai lebih efektif.
Melalui social media, perusahaan berusaha menciptakan komunikasi antara brand dan konsumennya. Dengan demikian, akan terbentuk engagement yang kuat sehingga berujung pada peningkatan revenue perusahaan.
Sementara influencer macam selebgram atau blogger dinilai memberi nilai tambah terhadap produk mereka. Lhoh kok bisa? Alasannya adalah nomor 3 di bawah ini.
3. Experience
Generasi millenial cenderung lebih kritis dan tidak menerima mentah-mentah kata iklan di TV. Mereka butuh review dan pengalaman dari seseorang yang dikira “ahli”.
Misalnya begini, sebuah restoran bintang lima akan mempromosikan menu terbarunya. Kemudian si manager komunikasi memasang iklan di koran nasional. Ketika Gen Y baca, cenderung akan muncul pertanyaan begini,
“Dengan harga semahal ini, apakah makanannya memang enak?”
Beda ceritanya kalau manager komunikasi meminta bantuan beberapa food blogger atau food vlogger. Mereka dianggap sebagai orang yang ahli tentang makanan, dan akan ngasih review. Tentu saja anak-anak muda lebih tertarik beli makanan yang sudah memiliki review daripada cuma sebatas iklan di koran.
Apalagi jika restoran tersebut langsung jadi hits di sosial media macam instagram.
Tapi ingat, experience jangan hanya ungkapan positif, akan lebih bagus jika bisa memberi inspirasi kepada si pembaca.
4. Sukar Dikendalikan
Suka tidak suka, inilah fakta yang terjadi.
Karena jumlahnya yang luar biasa banyak, generasi Y lebih susah dikendalikan oleh seniornya, yaitu generasi X. Inilah yang menjadi masalah, karena umumnya bos-bosnya masih generasi terdahulu.
Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan jika perusahaan mau bertahan, mereka harus mau bekerjasama dengan Gen Y.
Pemerintah dan Anak Muda
Berita hoax sudah bertubi-tubi menyerang pemerintah, semakin banyak tiap harinya. Jika terus menerus seperti ini, energi Pemerintah akan habis untuk membendung berita tersebut. Siapa yang rugi? Tentu masyarakat yang tidak tahu menahu, karena layanan yang diberikan menjadi kurang optimal.
Ingatkah Anda dengan kasus KPK?
KPK adalah contoh sukses, sebagai satu-satunya instansi yang dibela masyarakat terutama golongan muda. Selain programnya yang memang populer, masyarakat juga diminta ikut terlibat dalam kegiatan KPK. Melalui sosialisasi yang masif di kampus, lomba online, serta dukungan dari berbagai lapisan seperti seniman dan masyarakat biasa, semakin mengukuhkan peran positif KPK.
Untungnya berbagai instansi di Indonesia sudah mulai berinovasi. Saya sering menemukan pemerintah daerah memiliki akun instagramnya sendiri, dengan infografis menarik tentunya. Begitu juga Kementerian yang sudah mulai menggalakkan lomba vlog dan lomba blog. Efeknya si blogger dan pembacanya makin aware dengan kebijakan pemerintah.
Selain si pembaca atau penonton mendapat experience, biaya yang dikeluarkan Pemerintah juga semakin ditekan. Hal yang mustahil dilakukan pada masa lalu.
Wassalamualaykum gen X,Y, dan Z!
dani mengatakan
Hmm.. Baca ini jadi inget sama artikel yang pernah kubaca baca tentang anak-anak miskin ibukota yang demennya nongkrong di café demi citra dengan gesek kartu kredit lalalili. Hahaha. Komennya gak nyambung sih, tapi memang kalau mau engage sama mereka gak bisa lagi pake cara-cara konvensional.
diskartes mengatakan
nyambung komennya cak..
jadi inget artikel dari India itu juga yo..
aku sempet baca itu juga..
Deddy Huang mengatakan
demi namanya social climbing.. tapi hidup di gubuk gitu ya? 😀
jadi kak dani ikutan generasi apa? :p
diskartes mengatakan
Kak Dani generasi masa depan om Ded,, duit banyak buat invest terus.. 😀
Trada Stya mengatakan
Menjadi sebuah pelajaran bagi para leader dan calon leader, om..
Salam dari utara
diskartes mengatakan
weh si abang..matur nuwun Bang sudah mampir kemari..haha
Ardi mengatakan
bener banget, sekarang video, gambar lebih laris dari tulisan.
btw, cara bikin ilustrasinya pake aplikasi apa mas?
diskartes mengatakan
saya pake piktochart dan toondoo Ardi..yang gampang saja.. 😀
Ardi mengatakan
mantap…?
Nirwan mengatakan
Generasi milenial juga terkenal akan sifat konsumtifnya mas 😀
diskartes mengatakan
Eahaha…betul juga mas..
Saya nih salah satunya..
Makanya ga heran ekonomi tumbuh cefat
Blog Ekonomi Akuntansi mengatakan
Saya suka desain infographic nya..
Memang benar generasi sekarang cenderung lebih suka kontent berbau visual yaitu gambar, video, dll. Mungkin lebih praktis ya penyampaian informasinya..
diskartes mengatakan
yupp..lebih praktis dan gampang..
Timo mengatakan
Ciyee bukuuu ciyeeee :p
diskartes mengatakan
Beli Tim..hahaha
Hamli Syaifullah mengatakan
Info Grafisnya kerren Bang…!
Saya coba buat, seperti komen Abang di atas “saya pake piktochart dan toondoo Ardi..yang gampang saja.. ?”
Alhamdulillah berhasil, Lumayan lah buat nambah-nambah Icon di Blog..!
Makasih Bang infonya…
diskartes mengatakan
Siip.. semoga makin sukses ya.senang bisa membantu
Kresnoadi DH mengatakan
Akhir-akhir ini suka baca ulasan tentang generasis millennial (saya termasuk) dan emang bener sih. Yang bahaya adalah, karena kayaknya dari dulu pun kesukaan membaca kita masih rendah, eh sekarang udah digampangin pake video dan gambar-gambar yang secara visual enak diliat dan gampang dicerna. Iklan itu juga seru yang bilang jadi horizontal. Masalahnya, karena influencer-nya dibyaar, kayaknya ke depannya komunikasi akan lebih “rame” kalo produknya nggak bagus-bagus amat. Muehehee. Salam kenal ya kak! \:D/
diskartes mengatakan
Salam kenal Kresno,, iya.. sekarang uda pada dimanjain… kedepan blog akan semi kartun nampaknya..
Thanks ya
koir herianto mengatakan
tenang mas saya generasi z dan saya suka baca artikelnya. masih ada yg kaya gua
diskartes mengatakan
Hahaha. syukurlah