Kasus penyelewengan dana oleh lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap baru-baru ini memang makin seru diikuti.
Dalam kasusnya—menelusur dari berbagai sumber—diketahui bahwa petinggi lembaga ini mengambil uang donasi sebesar 13.5% lebih sebagai dana operasional. Hal ini menyalahi Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa amil zakat hanya boleh menerima 12.5% atau 1/8 dari hasil donasi sebagai dana operasional.
Menjawab akan hal ini, Presiden ACT menegaskan bahwa ACT bukanlah lembaga zakat. Dengan demikian, tidak ada aturan yang dilanggar.
Lebih lanjut, kemudian juga ada temuan bahwa sejumlah petinggi lembaga filantropi ini menerima gaji total hingga Rp250 juta per bulan. Lalu tentu saja menjadi pertanyaan, berapa besar gaji karyawannya?
Well, bersumber dari berita TVOne News, jumlah karyawan ACT di tahun 2021, ternyata mencapai 1.688 orang. Setelah bulan Juli 2022, ada efisiensi karyawan untuk meningkatkan produktivitas hingga jumlahnya pun berkurang menjadi 1.128 orang.
Melansir dari CNN Indonesia, terkuak ternyata gaji kameramen dan video editor di ACT bergaji Rp5.47 juta per bulan. Sedangkan untuk staf marketing sekitar Rp4.1 juta per bulan. Sedangkan dari situs qerja.com, gaji staf administrasi di ACT sekitar Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan.
Dengan 1.128 karyawan, dengan standar gaji terendah, maka untuk biaya overhead gaji setiap bulan, ACT butuh Rp2.25 miliar. Wow. Bukan perusahaan kaleng-kaleng seharusnya ya?
Kalau dari berita yang dapat ditelusur dari detik.com, setiap bulan ACT bisa mengumpulkan donasi hingga sebesar Rp60 miliar. Dana sebesar itu langsung dipangkas untuk gaji pengurus dan karyawan, serta operasional. Besarannya bisa mencapai 20% sendiri.
Kasus Penyelewengan Dana ACT
Salah satu kasus yang akhirnya mengangkat lembaga yang diakui sebagai lembaga swadaya masyakarat alih-alih lembaga dana bantuan ini adalah soal penggalangan dana untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi tahun 2018.
Dalam kasus kecelakaan tersebut, diketahui bahwa pihak maskapai penerbangan Lion Air memberikan kompensasi kepada ahli waris korban, berupa uang tunai Rp2.06 miliar. Total dana CSR yang diamanahkan pada Act adalah sebesar Rp138 miliar. Kesepakatannya, dana tersebut akan digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai rekomendasi para ahli waris. Namun, sampai dengan donasi “dinyatakan” telah disalurkan, tidak pernah ada komunikasi dengan pihak ahli waris.
Justru, ada dugaan, bahwa dana tersebut malah disalahgunakan untuk pembayaran gaji dan pembelian fasilitas pribadi.
Pada akhirnya, Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang yang dimiliki oleh ACT, dan berlaku secara nasional. Selanjutnya, ACT lantas diperiksa oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Bijak Berdonasi Belajar dari Kasus Penyelewengan Dana ACT
Kasus penyelewengan dana ACT tak pelak membuat kita jadi khawatir juga, pastinya, buat menyumbang. Padahal kegiatan donasi ini sangat mulia tujuannya. “Hanya” karena segelintir oknum, wah, jadi runyam segala urusan.
Mau enggak mau efek domino juga terjadi. Tingkat kepercayaan terhadap lembaga pengumpul dana menjadi berkurang. Lalu, apakah masih ada lembaga donasi yang bisa dipercaya?
Jawabannya, tentu saja masih ada. Seharusnya adanya kasus penyelewengan dana ACT ini enggak memengaruhi niat kita untuk bisa berbagi dan membantu sesama. Benar nggak sih?
So, tinggal kita yang memang harus berhati-hati dalam memilih lembaga untuk menyalurkan donasi kita.
Cek legalitasnya
Sebagai donatur yang ingin menitipkan uang untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, kita wajib mengecek legalitas lembaga penyalurnya. Seperti juga pelaku atau penyelenggara layanan keuangan lain, lembaga penyalur donasi—terutama yang berbentuk uang—juga harus memiliki legalitas, karena ada undang-undang yang harus dipatuhi.
Jika ruang lingkupnya nasional, maka lembaga tersebut harus ada dalam database Kementerian Sosial sebagai penggalang dana, dan terdaftar badan hukumnya.
Di manakah hal ini bisa kita cek? Biasanya sih ada di website resminya. Kalau tanpa website, atau kanal apa pun yang resmi, yang bisa sebagai media informasi dan profil lembaga yang bersangkutan, ya, ada baiknya kita tunda dulu penyaluran donasinya. Atau, cari lembaga lain yang lebih meyakinkan.
Pastikan akuntabel
Akan baik jika lembaga penyalur donasi yang kita pilih memiliki laporan keuangan yang lengkap, seperti halnya penyedia jasa layanan keuangan yang lain. Pasalnya, hal ini juga merupakan pertanggungjawaban pihak pengelola kepada donaturnya. Sama saja prinsipnya dengan laporan keuangan sebuah perusahaan terhadap investornya.
Karena itu, coba cek, apakah lembaga yang bersangkutan secara rutin memberikan laporan keuangan yang lengkap, yang berisi sumber penghimpunan dana, berapa banyak yang disalurkan, hingga ke mana saja dana yang ada diberikan.
Dengan adanya laporan keuangan seperti ini, pastinya kita akan nyaman juga kan, untuk berdonasi lagi ke depannya. Karena kita yakin, dananya sampai kepada yang dituju.
Cari informasi berapa banyak potongan
Sebenarnya adalah hal yang wajar bagi pihak penyelenggara donasi untuk memotong dana sesuai ketentuan. Karena ya, bagaimanapun, kerja keras mereka juga harus dihargai.
Namun, yang menjadi masalah adalah seberapa besar potongan tersebut?
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah mengeluarkan aturan yang ketat mengenai hal ini. Seperti Peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 1980, yang menyatakan bahwa maksimal potongan untuk pembiayaan pengumpulan dana ini adalah 10% dari total donasi. Tidak boleh lebih.
Karena itu, pastikan bahwa lembaga yang kita pilih memotong tidak lebih besar dari 10% tersebut.
Cermati pengurus
Perhatikan nama-nama pengurus atau pengelola lembaga. Yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah di antara pengurus tersebut yang pernah terlibat kasus besar yang menimbulkan kerugian pada orang lain.
Menelusuri rekam jejak memang perlu, karena kita bisa jadi tak kenal dengan para pengurus tersebut. So, kita bisa gugling nama-namanya.
Cari tahu ke mana donasi disalurkan
Lembaga penyalur donasi yang beriktikad baik dan beramanah akan mampu menjelaskan ke mana saja dana akan disalurkan secara detail. Pasalnya, memang banyak bidang yang bisa dibantu kan? Misalnya bantuan pendidikan, bantuan bencana alam, bantuan yang ada kaitannya dengan keagamaan, dan lain sebagainya.
Dari situ, nanti bisa terlihat, apakah lembaganya benar-benar beramanah atau tidak.
Cek ke lapangan
Sebelum berdonasi, kita bisa melakukan pengecekan, seperti apakah praktik donasi lembaga yang bersangkutan; seperti apa skema penyaluran donasinya hingga diterima di tujuan.
Kita bisa melakukan penelusuran, lewat Google, atau mungkin bertanya dan mencari informasi dari donatur lain yang sudah pernah berdonasi lewat lembaga yang sama.
Kalau perlu, kalau lembaga yang bersangkutan ada jadwal penyaluran donasi, kita bisa ikut menghadirinya agar lebih tahu bagaimana cara kerjanya di lapangan.
So, sangat disayangkan, kalau lembaga sebesar ACT akhirnya terlibat kasus penyelewengan dana seperti ini. Maunya kita berdonasi untuk membantu sesama, ternyata malah dipakai untuk memperkaya diri pribadi. Miris.
Semoga tak ada lagi kasus-kasus penyelewengan dana donasi seperti ini ke depannya.