Inflasi tinggi yang terjadi di negara adidaya Amerika Serikat, yang kemudian memicu bank sentral negara tersebut—The Fed—menaikkan suku bunga secara agresif akhirnya berdampak pada penguatan dolar AS terhadap mata uang negara lain. Yes, termasuk rupiah melemah hingga saat artikel ini ditulis berada pada Rp 14.989 per dolar AS.
Angka tersebut di atas sudah cukup menguat, mengingat beberapa hari yang lalu, rupiah sudah menembus angka Rp15.094 per dolar AS-nya.
Sebuah perusahaan riset Astronacci Internasional memberikan prediksi, bahwa masih ada potensi rupiah melemah ke depannya, bahkan hingga ke Rp16.200 per dolar AS. Astronacci menyebutkan bahwa penyebab rupiah melemah cukup kompleks. Mulai dari terjadinya perang Ukraina dan Rusia, yang kemudian menyebabkan kenaikan harga minyak dunia. Hal ini lantas menjadi penyebab inflasi tinggi terjadi di Amerika Serikat, dan juga negara lain di dunia. Untuk mengatasi laju inflasi yang tak terkendali, bank sentral AS, The Fed, lantas mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga.
Bulan Maret 2022, suku bunga The Fed secara berangsur—tetapi cukup agresif—naik, mulai dari 25 bps, kemudian 50 bps I bulan Mei 2022. Dan, terakhir pada bulan Juni 2022 yang lalu, The Fed menaikkan suku bunga hingga 75 bps. Kenaikan suku bunga oleh The Fed ini lantas mendorong laju penguatan indeks dolar AS, atau US Dollar Index (DXY), yang berdampak pada rupiah melemah.
Selanjutnya Astronacci pun mengingatkan mengenai adanya potensi pelemahan rupiah yang akan terus terjadi. Pasalnya, kondisi rupiah saat ini merupakan laggard indikator dari dolar AS. Dengan demikian, ketika dolar AS mengalami penguatan secara terus menerus, maka pelemahan rupiah akan terjadi dan akan cukup signifikan.
Dampak Pelemahan Rupiah
Ada beberapa dampak yang akan dirasakan ketika rupiah melemah. Mari kita lihat dari sisi keuangan pribadi saja, yang related dan lebih dekat dengan keseharian kita.
Barang impor semakin mahal
Kurs dolar AS yang naik akan mengakibatkan barang-barang impor akan menjadi lebih mahal. Dan, kita tahu banget kan, seberapa banyak kita menggunakan barang impor dalam keseharian kita.
Produk fashion dan kecantikan misalnya, adalah beberapa contoh barang impor yang sering digunakan oleh masyarakat kita. Ada yang pakai skincare impor? Nah, bersiap saja harganya bakalan naik dalam waktu dekat, jika rupiah masih melemah.
Kemudian, barang elektronik, mobil, handphone, dan sebagainya juga bakalan naik harga. Bahkan, jangan salah, bahan pangan pun kita masih ada yang impor. Mulai dari susu, teh, gandum, berbagai jenis daging, bawang putih, sampai kedelai, kita juga masih impor dari negara lain.
Nilai investasi turun
Buat para investor, dampak rupiah melemah dapat dirasakan langsung dari lesunya pasar investasi, baik pasar uang maupun pasar modal.
Saat krisis terjadi, investor besar juga cenderung lebih suka untuk mengurangi nilai investasi mereka pada instrumen risiko tinggi. Ya, karena itu terjadi crash di pasar kripto dan pasar saham. Hal ini juga sudah sempat terindikasi dari penawaran saham GOTO yang anjlok akibat turunnya nilai pasar saham AS.
Di pasar obligasi dan surat utang sendiri, dampak rupiah melemah ini juga akan cukup signifikan. Karena pelemahan ini, investor yang sudah membeli obligasi dan surat utang negara akan menjual instrumen miliknya karena tak menguntungkan lagi. Nah, dari sini efek domino melingkar bisa terjadi, ketika tak ada pihak yang mau membeli obligasi yang dijual tersebut, yang kemudian akan memengaruhi nilai rupiah lebih buruk lagi.
Untunglah, Bank Indonesia mampu mengambil langkah solutif dengan membeli obligasi dan surat utang negara dari investor yang ingin dijual tersebut.
Harga komoditas naik
Harga barang impor akan naik. Hal ini nantinya juga akan berpengaruh pada harga komoditas pada umumnya, yang bukan barang impor.
Kayaknya ya, enggak afdal saja kan, barang impor naik, yang impor enggak naik? Toh, bahan baku produksi juga akan ada yang naik, apalagi BBM juga dinaikkan harganya.
Menghadapi Rupiah Melemah, Ini yang Harus Dilakukan
Yah, kalau menelusuri sejarah Indonesia—terutama dari sisi ekonominya—rupiah melemah bukanlah fenomena baru. Memang cukup sulit untuk bisa menjaga stabilitas mata uang nasional kita ini. Fluktuasi rupiah adalah hal yang sangat biasa. Penyebab rupiah naik turun? Banyak. Kamu bisa baca artikel yang sudah ditautkan.
Saat rupiah melemah hingga Rp15.000 per dolar AS kemarin sebenarnya itu belumlah yang terburuk. Pada Juni 1988, Indonesia mengalami krisis moneter, dan rupiah melemah hingga Rp16.650 per dolar AS. Kemudian di tahun 2018, tepatnya di bulan Oktober, rupiah juga sempat melemah hingga sempat nyari Rp15.300. Tahun 2020, fase downtrend rupiah ini kembali terjadi, ketika rupiah menyentuh Rp16.575 di bulan Maret.
Lalu, apa yang harus kita lakukan saat rupiah melemah? Pasalnya, hal ini memengaruhi hidup kita keseharian kan?
Ini yang bisa kamu lakukan.
Tak perlu panik
Ya, tak perlu panik, dan lakukan aktivitas seperti biasanya. Pada dasarnya, efek ini akan terjadi pada masyarakat kelas menengah ke atas. Mereka yang suka membeli barang impor, atau suka jalan-jalan ke luar negeri.
Sementara untuk “rakyat jelata”, yang sehari-harinya menggunakan rupiah dan lebih banyak menggunakan barang lokal atau belanja di warung tetangga, hal ini enggak terlalu berpengaruh—selain harga komoditas yang mungkin naik.
Pahami, tak hanya rupiah yang melemah
Pelemahan mata uang ini tak hanya dialami oleh Indonesia saja, tetapi juga oleh banyak negara di dunia lainnya. Melemahnya mata uang terhadap dolar merupakan buntut dari inflasi yang meningkat dan kenaikan suku bunga global, yang kemudian mendorong pelemahan mata uang beberapa negara. Terutama yang berada di Asia.
So, enggak perlu panik berlebihan. Seiring waktu, hal ini akan teratasi, seperti yang sudah-sudah. Namanya ekonomi, akan selalu ada fluktuasi. Betul?
Kurangi pemakaian barang impor
Kalau biasanya pakai skincare impor, coba ganti deh menggunakan produk lokal. Demikian juga jika kamu biasa mengonsumsi barang impor lainnya. Memang enggak akan bisa sih menghentikan pemakaian barang impor sama sekali, tetapi kamu bisa melakukannya semaksimal mungkin, jika memungkinkan.
Contoh lain, yang suka jajan baju atau atribut fashion di thrift shop, coba beli dari toko-toko yang produksi dalam negeri dulu. Sekalian bisa bantu UMKM lokal kan?
Cari instrumen investasi yang tepat
Jika kamu sekarang berpikir untuk mulai menabung dolar AS, maka itu bisa jadi keputusan yang tepat. Kamu bisa membuka tabungan biasa, ataupun bisa juga deposito valas. Meski demikian, dengan tetap memegang rupiah, kamu juga ikut andil dalam menstabilkan rupiah.
Untuk menghadang laju inflasi yang bisa menggerus aset, ada baiknya kamu tak terlalu banyak menyimpan cash dalam produk yang imbal hasilnya lebih kecil daripada angka inflasi. Tabungan biasa, misalnya. Atau deposito biasa. Ada beberapa pilihan instrumen lain yang lebih menguntungkan. Saham, salah satunya.
Untuk bisa memanfaatkan situasi ini, pilihlah saham yang tahan terhadap kondisi rupiah melemah, yaitu memilih saham dari emiten berbasis ekspor yang mendapatkan penghasilan dalam dolar. Misalnya emiten sektor tambang. Untuk sementara, hindari dulu emiten perusahaan yang produknya bergantung pada impor, misalnya seperti farmasi—yang bahan bakunya sebagian besar didatangkan dari luar negeri.
So, intinya, kenali bisnis dan perusahaannya, saat hendak memilih saham untuk mendapatkan keuntungan sementara rupiah melemah.
Ya, kalau mau enggak repot menganalisis ini itu, kamu bisa memanfaatkan reksa dana saham, yang sudah ada manajer investasi yang pasti sudah paham betul, saham seperti apa yang harus dikoleksi di saat-saat seperti ini.
So, itulah penjelasan seputar pelemahan rupiah yang terjadi belakangan, dan apa yang bisa kamu lakukan untuk meminimalkan efeknya terhadap hidup sehari-hari.
Stay bold, people!
[…] dari Diskartes, inflasi tinggi yang terjadi di Amerika Serikat memicu kenaikan suku bunga secara agresif sehingga […]