Bisnis startup memang menjadi primadona dalam sektor ekonomi digital. Beberapa di antaranya mampu berkembang menjadi unicorn, dan kemudian decacorn. Salah satunya Gojek.
Tapi, tak semua bisnis startup mampu berkembang layaknya si aplikasi ojol dengan brand color hijau ini. Bahkan bisa dikatakan nyaris sebagian besar, gagal. Terbukti dengan beberapa bisnis startup sudah ditutup, dan beberapa lain sekarang masih berusaha berjuang agar survive meski harus melakukan PHK pada ratusan karyawannya.
CB Insights, sebuah perusahaan yang berkonsentrasi pada riset perusahaan teknologi, merilis data mengenai sekian banyak kesalahan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis startup yang menyebabkan perusahaan mereka kolaps. Data ini dirangkum setelah meneliti 111 kasus startup failure sejak 2018.
Dalam laporannya tersebut disebutkan bahwa rata-rata startup tidak hanya melakukan 1 kesalahan saja sehingga mengakibatkan bisnis mereka tak bisa dilanjutkan. Namun, ada pola tertentu yang bisa terlihat setelah melakukan penelitian tersebut.
Dan, ini dia 12 penyebab terbesar mengapa suatu startup gagal.
12 Alasan Bisnis Startup Gagal
1. Burnout
Work life balance memang jadi salah satu isu besar di dunia bisnis startup. Memang sudah banyak yang tahu, kalau kerja di startup bisa mengharapkan keseimbangan ini.
Faktanya, burnout menjadi salah satu penyebab terbesar mengapa suatu startup gagal berkembang. Persentasenya mencapai 5%. Menurut CB Insights, hal ini bisa terjadi karena kurangnya sumber daya untuk bisa berbagi beban. Kenyataannya kita tahu, bahwa banyak pekerja startup yang job desc-nya saling overlap dan palugada. Serabutan semuanya. Ya marketing, ya urus produksi, ya urus distribusi, ya jalin kerja sama dengan pihak lain, dan masih banyak lagi. Hingga semua terakumulasi menjadi kelelahan, fisik dan mental.
Hal ini diperparah oleh pandemi yang mengakibatkan karyawan harus bekerja dari rumah. Data yang dikumpulkan dari hasil survei Blind mengatakan, bahwa 68% karyawan startup justru semakin burnout saat harus work from home.
2. Salah pivot bisnis startup
Di dunia bisnis startup, pivoting adalah hal yang biasa. Beberapa justru meraih kesuksesan setelah melakukan pivot. Misalnya pivot Burbn menjadi Instagram, ThePoint menjadi Groupon, dan sebagainya.
Sayangnya, tak semua bisa berjalan lancar. Kasus yang terjadi pada Rubica, contohnya. Karena efek pandemi, perusahaan startup yang berfokus pada layanan cybersecurities tersebut melakukan pivoting dan menarget ulang perusahaan besar sebagai marketnya, alih-alih mempertahankan pasar individu dan bisnis kecil. Sayangnya, hal ini justru menjadi awal kebangkrutannya.
3. Tim yang kurang harmonis
Perselisihan antar anggota tim dalam perusahaan juga menjadi salah satu penyebab startup sulit untuk survive. Kasus ini terjadi pada Hubba, ketika di tahun 2018 perusahaan startup tersebut kehilangan chief technology officer dan chief marketing officer sekaligus hanya dalam waktu 3 bulan. Berlanjut dengan 2 kali layoff sejumlah karyawan, yang menyisakan hanya separuh karyawan yang masih bekerja di perusahaan tersebut.
4. Produk tak sesuai dengan mau pasar
Produk yang tidak mampu menjawab atau menyelesaikan permasalahan pelanggan terjadi dan menjadi 8% penyebab gagalnya sebuah bisnis startup untuk bertahan.
Hal ini terjadi pada Shoes of Prey. Konsepnya sebenarnya menarik. Perusahaan ini memungkinkan pelanggan untuk mendesain sendiri sepatu yang ingin mereka beli. Namun, ternyata konsep ini kurang diminati. Pelanggan tidak mau mendesain sendiri sepatu mereka; mereka justru minta untuk diberi ide bagaimana sebaiknya berpenampilan, sepatu seperti apa yang cocok bagi mereka. Mereka mau melihat tren kekinian, apa yang dipakai oleh seleb dan selebgram, dan mereka hanya mau barang-barang yang sama.
5. Salah timing
Banyak dilema memang yang harus dihadapi saat bekerja dalam sebuah konsep bisnis startup. Saat kita terlalu cepat merilis produk, pengguna bisa jadi memberikan review negatif. Dan mereka pasti meninggalkan produk dengan cepat. Akan sulit untuk membujuk mereka kembali menggunakan produk kita, karena kesan pertama memang sangat menentukan. Namun, ketika kita terlambat merilis produk, bisa jadi kita kehilangan peluang pasar.
Belum lagi kalau ada faktor X, seperti halnya pandemi kemarin. Sebuah startup yang fokus untuk mengembangkan vending machine berbasis AI merasakan dampak ini. Stockwell AI, startup tersebut, harus menutup usahanya di bulan Juli 2020, karena pasar terdampak pandemi yang membuat semua orang harus tinggal di rumah saja dan menjaga jarak.
6. Tim yang kurang kompeten
Tim yang terdiri atas orang-orang dengan kompetensi berbeda memang menjadi penentu sukses enggaknya suatu perusahaan bisa berjalan dengan baik. Namun sayangnya, masalah kompetensi sumber daya manusia ini juga menjadi salah satu penyebab terbesar mengapa banyak startup tak bisa bertahan.
Kurangnya pengalaman, kesalahan manajemen, merupakann beberapa faktor yang melatarbelakangi gagalnya beberapa startup yang sempat didirikan.
7. Cost/pricing issues
Penentuan harga produk juga menjadi masalah terbesar yang dialami oleh bisnis startup. Para pengembang startup harus menghadapi dilema bagaimana menentukan harga yang pas; yang terjangkau untuk pelanggan/pengguna, tetapi cukup tinggi untuk menutup biaya produksi. Jika salah dalam perhitungan, pendapatan atau revenue yang didapatkan tidak akan bisa menutup modal.
Sudah banyak kasus ketika startup bakar duit di awal kehadirannya. Dan, ketika harga produk dinaikkan seiring waktu, pelanggan lantas merasa harga “normal” yang baru ini terlalu tinggi.
8. Tantangan regulasi
Terkadang, startup memang menawarkan berbagai terobosan, yang diyakini dapat mempermudah hidup orang banyak. Namun sayangnya, terobosan ini tak selalu legit.
Salah satu “korban” dari hal ini adalah startup Bluesmart, yang memproduksi smart luggage dengan non removable batteries. Ketika sebagian besar maskapai penerbangan melarang penggunaan smart luggage di bagasi pesawat, lantaran berbahaya untuk navigasi, startup dengan terpaksa menutup usahanya.
9. Kesalahan model bisnis startup
Hampir seluruh founder startup mengakui, bahwa model bisnis sangat menentukan bagaimana perusahaan akan berjalan dan berkembang ke depannya. Kesalahan dalam menentukan model bisnis ini juga menjadi salah satu penyebab mengapa beberapa bisnis startup tak mampu bertahan.
Aria Insights, contohnya. Konsep bisnis untuk mengumpulkan data dengan menggunakan drone memang terdengar menjanjikan pada awalnya. Namun, ketika perusahaan tersebut sudah mendapatkan investor kakap, termasuk Bessemer Venture Partners, ternyata kemudian data yang berhasil dikoleksi kurang bisa dijual.
10. Kalah bersaing
Sektor yang bisa dicover oleh bisnis startup itu sebenarnya sangatlah luas. Pendek kata, enggak perlu takut buat bersaing deh. Tapi, ketika ada satu ceruk yang ngehype, maka enggak menutup kemungkinan untuk hadir pesaing lain yang menawarkan produk yang lebih baik.
Faktanya, kalah persaingan dialami oleh 20% bisnis startup yang gagal.
Seperti yang dialami oleh startup yang bergerak di sektor fashion anak-anak Mac & Mia, yang kalah bersaing dengan Stitch Fix, dan harus menutup layanannya satu tahun setelah peluncurannya di tahun 2018.
11. Tak punya pasar
35% kasus bisnis startup ambruk karena tak punya pangsa pasar.
Quibi merupakan salah satu perusahaan startup yang harus menelan pil pahit, harus tutup 6 bulan setelah diluncurkan. Pasalnya, tidak ada orang yang mau berlangganan layanan streaming khusus di mobile device saja. Orang lebih memilih layanan multiple device, sehingga Quibi pun kalah bersaing dengan layanan streaming lain yang memiliki fitur lebih lengkap.
12. Kehabisan modal
Inilah penyebab terbanyak kegagalan bisnis startup. Seperti Daqri, sebuah startup AR, yang setelah membakar uang lebih dari USD 250 miliar, ternyata gagal menjaring investor baru. Demikian juga yang terjadi dengan Aerion Corporation, padahal sudah menjalin kerja sama dengan Boeing, General Electric, dan NetJets.
Nah, itu dia 12 penyebab terbesar gagalnya sebuah bisnis startup bertahan.
Kedua belas alasan kegagalan di atas menjadi bukti bahwa membangun perusahaan—termasuk perusahaan startup—bukanlah hal yang mudah. Dapat menjaring investor kakap dan mendapatkan modal jumbo di awal, memiliki teknologi canggih, dan sumber daya yang siap diajak ngegas juga enggak jadi jaminan startup bakalan sukses.
Tak hanya harus dikelola dengan cermat, prospek pasar dan bagaimana kita bisa menjawab permasalahan target pasar juga harus diperhatikan. Pun soal persaingan, harus tahu betul petanya.