Diversifikasi portofolio kerap disebut-sebut setiap kali kita membahas mengenai investasi. Diversifikasi dianggap sebagai strategi terbaik dalam berinvestasi, utamanya dari sisi manajemen risiko, juga untuk memaksimalkan keuntungan investasi.
Don’t put your eggs in one basket.
Kamu pasti sudah mendengar mengenai quotes yang sangat terkenal di kalangan para investor itu, bukan? Quotes tersebut dengan tepat bisa menganalogikan betapa “berbahaya”-nya jika sampai kita hanya punya satu instrumen investasi untuk berbagai tujuan keuangan. Jika keranjang tempat menyimpan telur terjatuh, maka risiko bisa jadi telur akan pecah semua. Namun, jika kita tempatkan telur ke dalam beberapa keranjang, jika ada satu keranjang terjatuh dan menyebabkan telur di dalamnya pecah, kita masih punya keranjang lain dengan telur yang utuh.
Lalu, gimana cara terbaik untuk diversifikasi portofolio ini? Apa saja yang menjadi pertimbangan? Apakah bebas saja, kita pilih instrumen investasi mana pun?
Well, enggak gitu juga sih. Selalu ada beberapa pertimbangan yang harus kita pikirkan when it comes to financial planning. Termasuk dalam diversifikasi portofolio.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Satu hal yang harus diingat dulu, bahwa ketika kita sedang mengobrol tentang manajemen risiko maka akan selalu kembali ke profil risiko masing-masing; seberapa tahankah kita menghadapi risiko yang datang saat berinvestasi. Jangan pernah memaksakan diri, melebihi ketahanan diri sendiri. Kesehatan jiwamu loh, taruhannya.
Selain itu, kekeliruan dalam menyesuaikan instrumen dengan kebutuhan, jangka waktu, pun tujuan, akan membuat investasimu jadi tidak optimal. Hasilnya bisa jadi target tidak akan tercapai.
So, simak terus artikel ini sampai selesai ya.
Teknik Diversifikasi Portofolio
1. Kenali instrumen dan diri sendiri
Keseimbangan yang tepat antara tujuan keuangan dengan manajemen risiko akan membuat target investasimu akan lebih mudah dicapai. Biasanya, investor yang memiliki toleransi tinggi terhadap risiko akan berinvestasi dengan instrumen yang tinggi risiko pula. Begitu pula sebaliknya, investor yang rendah toleransinya terhadap risiko juga akan memilih instrumen yang lebih aman dan minim risiko.
Nah, instrumen investasi–baik yang berisiko tinggi, menengah, maupun rendah–ini ada banyak sekali. Kita bisa memilih dengan bebas, asalkan masih berada di “area” aman kita masing-masing, hanya saja harus diingat, satu sama lainnya sebaiknya tidak berkorelasi, agar keuntungan bisa maksimal dan manajemen risiko bisa tercapai.
Karenanya, penting bagi kamu untuk mengenali, mana instrumen yang berisiko rendah, menengah, dan tinggi. Mana yang masih bisa kamu handle risikonya, dan mana yang sebaiknya dihindari karena kamu tidak memiliki toleransi terhadap risikonya.
2. Hitung target
Tujuan keuangan akan selalu menjadi rujukan ketika kita berinvestasi. Mau investasi, buat apa? Berapa kebutuhannya? Berapa lama waktunya?
Karena itu, ketika melakukan diversifikasi portofolio, pertanyaan-pertanyaan ini jugalah yang harus kamu tanyakan pada diri sendiri sebelum memutuskan.
So, hitung target: butuh berapa banyak untuk tujuan keuangan, dan horizon waktunya, lalu perhitungkan dengan angka historis imbal dari instrumen investasi yang ingin dimanfaatkan. Buat asumsi, tapi juga ingat, bahwa asumsi itu bisa salah. It means, di sinilah manajemen risiko diperlukan.
Misalnya untuk reksa dana. Biasanya di setiap manajer investasi menyediakan perhitungan imbal berdasarkan angka historis sebelumnya. Kamu bisa memperkirakan dan menghitung dengan bantuan perkiraan dari manajer investasi ini.
3. Rebalancing
Rebalancing juga merupakan salah satu teknik diversifikasi portofolio yang perlu kamu lakukan dalam proses untuk mencapai tujuan keuanganmu.
Secara khusus, rebalancing pernah dibahas tersendiri dalam artikel yang lalu. Kamu bisa membacanya (lagi).
Rebalancing adalah proses ketika investor melakukan penyeimbangan kembali portofolionya sesuai proporsi sebelumnya, yang ditentukan berdasarkan target tujuan keuangan. Kamu bisa membaca dan mempelajari prinsip rebalancing, beserta contohnya, pada artikel yang sudah ditautkan di atas.
Intinya, rebalancing harus dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan, terutama ketika terjadi tren baik naik ataupun turun di dunia investasi karena sentimen tertentu. Ketika rebalancing tidak kamu lakukan–padahal butuh dilakukan–maka hal ini justru bisa meningkatkan risiko investasi
4. Tetap fokus pada jangka panjang
Utamanya, yang harus didiversifikasi adalah investasi yang ditujukan untuk tujuan jangka panjang, dan tetaplah fokus pada tujuanmu itu, apa pun yang terjadi.
Bukan berarti lantas tujuan jangka pendek tidak butuh dikelola juga. Tetap butuh, tetapi rerata instrumen investasi jangka pendek kan sudah cukup minim risiko, sehingga manajemen risiko juga enggak terlalu butuh yang ekstra.
Godaan investasi jangka panjang itu banyak. Satu, masalah konsistensi. Kadang di tengah jalan, ada saja yang bikin pengin dibeli. PS5, contohnya. Uhuk. Atau, simply tergoda buat ikut investasi di instrumen yang lagi heaps, biar kayak orang-orang. Padahal ya, sebenarnya kita sudah melakukan perhitungan yang rumit, pertimbangan panjang, untuk berinvestasi di instrumen yang sekarang. Kadang yang terjadi ya pindah instrumen begitu saja, bahkan sedikit impulsif.
Nah, ini yang perlu kamu perhatikan setiap kali hendak melakukan diversifikasi portofolio ya. Kadang timbul pikiran pembenaran diri sendiri, eh, instrumen ini bisa kali jadi salah satu instrume diversifikasi. Ah, ikut ah! Padahal ya, … gitu deh.
Fokus, fokus, fokus!
Konsisten, konsisten, konsisten!
Jika memang ada pertimbangan hendak mengambil instrumen lain, maka perhitungkan lagi dari step satu di awal.
Nah, dari uraian di atas, coba yuk kita implementasikan dengan studi kasus reksa dana, dengan profil risiko masing-masing.
Yang berikut ini sekadar ilustrasi, kamu bisa mengubah proporsinya masing-masing sesuai kebutuhanmu dan tentunya harus disesuaikan dengan karaktermu sendiri–seberapa besarkah kamu bisa menoleransi risiko?
Diversifikasi Portofolio per Profil Risiko
[ninja_charts id=”1″]1. Konservatif
Tipe investor konservatif memiliki tingkat toleransi rendah terhadap risiko, sehingga ia butuh instrumen investasi dengan fluktuasi rendah. Imbal sedikit nggak apa, asal aman.
Komposisi diversifikasi portofolio yang paling tepat untuk tipe ini adalah reksa dana pasar uang sekitar 80%, kemudian sisanya di reksa dana pendapatan tetap.
2. Moderat
Ada 2 tipe investor moderat, yaitu mereka yang cenderung ke konservatif dan mereka yang cenderung ke agresif.
Untuk moderat konservatif, proporsi yang pas tentunya yang lebih banyak di instrumen risiko rendah, tetapi tidak sebanyak tipe konservatif. Komposisi diversifikasi portofolio yang paling pas untuk tipe ini adalah 60-70% reksa dana pasar uang, 30-40% reksa dana pendapatan tetap.
Sedangkan untuk moderat agresif, biasanya mereka sudah punya toleransi cukup tinggi untuk risiko. Ia berani mencoba berbagai alternatif, meski tidak dengan dana yang besar. Komposisi diversifikasi portofolio yang pas untuknya adalah 40-50% reksa dana pasar uang atau reksa dana pendapatan tetap, dan sisanya bisa diinvestasikan pada instrumen reksa dana campuran atau reksa dana saham.
3. Agresif
Investor agresif biasanya sangat fokus pada hasil. Pokoknya maunya hasilnya banyak aja, dan dia mampu menoleransi risiko yang cukup besar.
Hmmm, so, komposisi terbaik ya sebagian besar–70-80%–dialokasikan di reksa dana saham, sisanya di reksa dana pendapatan tetap atau pasar uang. Atau kalau enggak, ngapain di reksa dana, langsung aja investasi saham. Hehehe.
Kesimpulan
So, sampai di sini, enggak susah kan teknik diversifikasi portofolio ini? Sudah paham pentingnya, maka pasti enggak akan susah dilakukan. Kamu hanya perlu duduk saja sih, lalu mikir.
Memang banyak instrumen yang dimanfaatkan, kamu enggak perlu bingung. Kenali saja dulu beberapa, pahami cara mainnya, lalu dipertimbangkan, cocok enggak dengan dirimu sendiri. Kalau kamu jantungan tiap kali lihat harga saham turun, ya jangan pakai instrumen yang banyak menggunakan saham. Gitu aja sih prinsipnya.
Selamat berinvestasi, gaes! Semoga tujuan keuangan bukan lagi wacana.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai penulis konten untuk website dan media sosial profesional. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.