Adalah penting bagi kita untuk melakukan monitoring terhadap kondisi keuangan kita sendiri secara berkala. Buat apa? Ya, buat memastikan bahwa kondisi kita baik-baik saja; utang lancar, investasi jalan, kebutuhan terpenuhi. Mungkin pada enggak sadar secara langsung, tapi setiap kali kita melakukan cek kesehatan keuangan itu, kita sudah melakukan penghitungan rasio keuangan.
Yes, enggak cuma manajemen keuangan perusahaan aja yang bisa “memunculkan” rasio keuangan. Keuangan pribadi pun juga harus dihitung rasionya, karena tanpa pengelolaan yang baik–ya sama saja dengan manajemen keuangan perusahaan–kegagalan keuangan juga bisa terjadi pada kita. Utang menggunung, boro-boro investasi, buat memenuhi kebutuhan sehari-hari aja megap-megap.
Jadi, mari kali ini kita bahas beberapa jenis rasio keuangan pribadi, yang bisa banget menjadi tolok ukur seberapa sehatnyakah kondisi keuangan kita.
3 Jenis Rasio Keuangan yang Paling Penting untuk Diketahui Dulu
1. Rasio Utang
Paling gampang dari pengertian rasio utang adalah perbandingan antara total jumlah utang yang kita tanggung dengan total penghasilan kita yang kita pakai untuk membayar utang (pokok dan bunga), dalam satu satuan waktu misalnya bulanan ataupun tahunan.
Jenis utang yang diperbandingkan ya semua jenis utang yang kita miliki, mulai dari utang kartu kredit, kredit kepemilikan rumah, kredit kendaraan, kredit tanpa agunan, kredit multiguna, kredit panci, kredit kompor, … semuanya deh.
So, misalnya, untuk semua kredit atau utang itu secara total (pokok dan bunganya), kita harus menyisihkan Rp2.000.000 dari penghasilan total kita dalam sebulan yang senilai Rp10.000.000, maka rasio utang kita adalah 20%.
Rasio keuangan yang sehat adalah ketika rasio utang tidak lebih dari 30%. Artinya, alokasi total cicilan utang tidak lebih dari 30% dari total penghasilanmu.
Kalau lebih bagaimana? Ya dikhawatirkan kamu akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain. Kan masih ada pos pengeluaran lain yang juga harus dipenuhi, belum lagi kalau ada pengeluaran mendadak yang cukup besar.
2. Rasio Likuiditas
Kalau mau diatasnamakan manajemen keuangan perusahaan, rasio likuiditas adalah rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek secara cepat.
Kalau dalam konteks keuangan pribadi, rasio likuiditas ini bisa dibilang seberapa cepatnya kita bisa mencairkan aset-aset kita menjadi cash untuk berbagai keperluan.
Biasanya sih rasio keuangan kedua ini dipakai untuk menghitung seberapa kuatkah dana darurat kita; seberapa lama kita bisa hidup seandainya kita sudah zero income dan hanya mengandalkan aset-aset likuid ini sebelum menemukan penghasilan yang baru.
Hmmm, sounds familiar huh?
Aset likuid atau aset lancar ini bisa berupa simpanan di tabungan biasa, reksa dana pasar uang, cek atau wesel yang belum dicairkan, obligasi yang jatuh temponya di bawah 1 tahun, deposito di bawah 1 tahun, dan sebagainya. Intinya adalah simpanan-simpanan yang bisa dicairkan atau berpotensi cair di bawah 1 tahun.
Besarnya dana darurat ini idealnya antara 3 – 6 bulan pengeluaran rutin. Pastinya ini tergantung pada jumlah orang yang menjadi tanggungan kita ya. Semakin banyak yang hidupnya harus kita tanggung, maka likuiditas harus lebih besar.
Rasio likuiditas dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah aset lancar terhadap jumlah kekayaan bersih kita. Yang paling ideal, persentase rasio keuangan satu ini adalah antara 15 – 20%.
Kalau terlalu kecil dari persentase tersebut, dikhawatirkan kita akan kesulitan untuk mencairkan simpanan jika sewaktu-waktu butuh dana segar.
Misalnya saja, karena dana pendidikan anak masih di saham padahal IHSG masih cukup menyedihkan, maka kita berniat untuk menjual rumah demi bisa memenuhi kebutuhan sekolah anak tahun ini. Tetapi, rumah kan enggak bisa secepat itu terjual kan? Karena itu, perlu alternatif sumber pendanaan lain yang bisa dengan cepat dialihkan menjadi uang tunai.
Nah, kalau lebih besar dari 20% gimana? Sebenarnya enggak apa sih, hanya saja bisa bikin kita kehilangan potensi imbal hasil, karena biasanya aset lancar ini kan disimpan di instrumen risiko rendah tetapi imbalnya enggak seberapa juga. Jadi, memang perlu dicari yang paling pas.
3. Rasio Tabungan
Seperti namanya, rasio keuangan satu ini memperbandingkan kemampuan suatu individu, keluarga, atau perusahaan untuk saving money dalam jangka waktu tertentu.
Cara menghitungnya ya sederhana saja, bandingkan saja seberapa banyak kita bisa menabung setiap bulannya (bisa juga dalam tahunan sih) dengan penghasilan kita secara keseluruhan dalam kurun waktu yang sama.
Paling ideal, rasio tabungan ini adalah 10% dari keseluruhan penghasilan. Jadi, misalnya kita punya penghasilan Rp10 juta, maka setidaknya kita harus bisa menabung minimal Rp1 juta setiap bulannya. Lebih besar tentu akan lebih bagus, tetapi perhatikan pula kebutuhan dan keseimbangan kondisi keuanganmu secara keseluruhan.
Nah, itu dia 3 jenis rasio keuangan yang perlu untuk kamu ketahui lebih dulu, minimalnya agar kamu bisa mengetahui kondisi kesehatan keuangan pribadimu.
Lalu, bagaimana kalau rasio-rasio tersebut kurang seimbang? Atau malahan, kamu masih belum dapat gambaran juga, gimana sih sebenarnya kondisi rasio yang seimbang itu?
Kalau gitu, kamu harus baca ebook Montalk ini. Di dalamnya ada real cases mengenai rasio-rasio keuangan, utamanya saving ratio atau rasio tabungan, from real people, dan kemudian dibahas dan diberikan solusi praktisnya oleh Kakanda Diskartes. Solusinya pasti bisa langsung diaplikasikan karena memang langsung diberikan case per case.
Siapa tahu, yekan, salah satu, beberapa, atau bahkan sebagian besar adalah permasalahanmu juga.
Enggak cuma bahas saving ratio doang sih, juga ada bahasan soal investasi, utang, sampai soal membahagiakan diri sendiri.
You must read this ebook, jika kamu pengin menyehatkan keuanganmu, really.
Mau? Sila hubungi nomor WhatsApp ini untuk dapetin copy-nya, dan ikuti petunjuknya. Enggak lama, ebook ini akan bisa kamu baca.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.