Yes, inflasi itu nyata. Senyata gaji yang naik rata-rata 10% setiap tahun. Gaji naik, tapi harga-harga juga naik. Nasibmu, oh para cungpret. Kepengenan banyak, cita-cita setinggi langit, apa daya gaji ya segini aja. Selain kalah sama ke-edgy-an yang enggak perlu–kayak ngopi-ngopi setiap minggu di kafe mahal–kalah juga sama inflasi.
Makanya, mesti banget tahu cara taktis mengatasi inflasi ini.
Apa sih inflasi?
Inflasi itu …
Kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang
Pengertian inflasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Inflasi adalah suatu kondisi ekonomi yang memungkinkan harga barang-barang kebutuhan naik, akibat dari perubahan keseimbangan antara arus uang dan barang yang diperjualbelikan.
Ciyeh. Penjelasannya udah kayak ahli ekonomi beneran belum?
Kenaikan harga barang karena kondisi yang bersifat sementara enggak termasuk dalam inflasi. Misalnya, harga kebutuhan pokok naik menjelang Idulfitri. Nah, ini bukan inflasi. Tapi tetap merupakan reaksi untuk menanggapi demand yang naik, sedangkan supply tetap.
Penyebab inflasi bisa bermacam-macam. Salah satunya adalah tingginya peredaran uang di tengah masyarakat. Misalnya, jumlah barang yang dibutuhkan sebenarnya tetap, tetapi ada peningkatan peredaran uang 2 kali lipat. Maka, inflasi pasti terjadi dengan ditandai naiknya harga barang sampai 100%.
Makanya kan akhir-akhir ini pemerintah kita semakin gencar saja mengampanyekan penggunaan e-money dan e-wallet. Gaya hidup cashless diperkenalkan demi bisa menahan laju inflasi ini.
Penyebab inflasi yang lain misalnya saja akibat kenaikan harga minyak dunia, yang membuat harga BBM kita juga naik. Dengan demikian, produksi barang-barang kebutuhan kita pun naik, karena BBM merupakan salah satu elemen bahan pendukung produksi kan?
Makanya, ketika dulu kalau ada kenaikan BBM kita heboh beud. Ada yang sampai rela ngantre hingga pukul 12 malam demi bisa mendapatkan harga bensin lama sebelum naik. Ckckck. Kalau sekarang sih, harga BBM naik turun sudah biasa banget karena kebijakan pemerintah juga yang memungkinkan begitu.
Efek Inflasi di Kehidupan Sehari-hari
Ya, pasti kerasa bangetlah. Misalnya saja, untuk kebutuhan sehari-hari. Duit Rp500.000 di tahun lalu sudah bisa dipakai untuk belanja baju, misalnya. Tahun ini, untuk belanja baju yang jumlahnya sama, kita mesti ngeluarin duit sebesar Rp1.000.000.
5 tahun yang lalu, jajan di McDonalds dengan duit Rp20.000 saja sudah cukup, bisa dapat paket yang hemat: ayam, nasi, dan minum. Sekarang mesti bawa pecahan Rp50.000 buat beli paket yang sama. Ada kembalian, sedikit.
Masih inget juga beli beras di warung harganya Rp6.000 per kilo. Sekarang beras paling murah yang kualitas cukup baik per kilonya Rp15.000.
Diajarin sama orang tua, “Kalau pengin sesuatu, jangan utang. Nabung aja dulu, udah terkumpul baru beli.”
Iya, nasihat yang bagus. Tapi dengan adanya inflasi, apa kabar? Pernah kok pengin barang elektronik, rada mahal. Dibelain nabung, karena nurut sama orang tua. Setahun dapetlah itu jumlah yang ditarget. Pas mau beli, harga barangnya sudah naik. Malahan muncul varian lain yang lebih canggih, dengan harga yang lebih mahal berkali lipat.
Hadeh. Dilema memang.
Belum lagi kalau kita mikirin tujuan finansial yang lebih serius. Dana pendidikan, misalnya. Masuk salah satu universitas swasta favorit sekarang mungkin cukup Rp100 juta. Saat anak kita mau masuk kuliah, katakanlah 10 tahun mendatang, sudah harus siap dengan dana sebesar Rp500 juta.
Lalu dana pensiun ….
Sudah pusing belum?
Bagaimana Mengatasi Inflasi?
Inflasi memang tak akan mungkin dihindari, tetapi bisa kok diatasi. Gimana cara mengatasi inflasi, terutama yang bisa kita lakukan sendiri?
1. Hidup Hemat
Ini yang pertama harus dilakukan: hidup seperlunya. Selalu ingat prinsip kebutuhan versus keinginan. Sadar akan kemampuan diri sendiri, dan enggak usah suka mupeng atau FOMO.
Buat catatan keuangan sederhana sendiri, yang berisi pengeluaran dan juga anggaran. Buat pos-pos untuk cicilan dan tagihan rutin, investasi atau tabungan, dan kebutuhan sehari-hari, lalu segera bagi gaji ke dalam pos-pos ini begitu sudah diterima.
Kalau kondisinya minus, maka harus ada yang dikurangi. Singkirkan dulu hal-hal yang enggak perlu, dan buat skala prioritas. Cari alternatif-alternatif yang bisa mengurangi pengeluaran.
Misal, ketimbang makan siang di kafe terus-terusan mending bawa bekal dari rumah. Belanja baju enggak perlu setiap bulan, di mana perlu saja. Atau, coba cari barang-barang murah di flea market atau garage sale. Manfaatkan diskon dan sale yang mungkin ada, tapi tetap perhatikan kebutuhan. Kalau memang barangnya enggak dibutuhkan ya enggak usah heboh belanja. Kalau butuhnya barang cuma satu, nggak usah kepancing sama program beli dua dapat tiga.
Setop belanja buku dulu, karena timbunan buku di rak masih banyak (eh, ini mah saya sih).
Kuncinya adalah pada disiplin diri. Pasti bisa.
2. Punyai dana darurat
Ini adalah financial goals yang bisa membantumu mengatasi inflasi dan harus kamu punyai dulu, sebelum kamu membuat dana pendidikan, dana pensiun, dana liburan, dan dana-dana yang lain.
Dana darurat–seperti namanya–akan dapat menjadi jaring penyelamat di kala darurat. Misalnya, saat kamu harus resign sebelum mendapatkan pekerjaan lagi, maka kamu bisa hidup dengan dana darurat ini selama beberapa bulan. Atau untuk keperluan lainnya.
Kalau freelancer? Well, kondisi pemasukan yang “enggak jelas” pada freelancer cenderung lebih mengkhawatirkan, I must say. Jadi harus dibackup dengan dana darurat yang cukup.
Simpanlah dana darurat di tempat yang tepat, yang sebisa mungkin enggak banyak terpengaruh oleh inflasi. Di Reksa Dana Pasar Uang, misalnya.
3. Mulai serius investasi
Salah satu cara mengatasi inflasi yang paling efektif ya dengan mulai berinvestasi sedini mungkin. Bahkan kalau perlu, sejak kamu mulai bisa mendapatkan penghasilan sendiri.
Ada banyak pilihan investasi yang bisa kamu pilih, tentunya yang disesuaikan dengan profil risikomu.
Untuk yang konvensional, bisa mulai dengan reksa dana. Ada reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, dan reksa dana campuran, yang masing-masing punya karakter yang berbeda. Kamu harus bisa menyesuaikannya dengan profil risikomu sendiri dan juga tujuan finansialmu.
Untuk yang lebih agresif, kamu bisa mulai dengan berinvestasi di saham. Pilihlah saham bluechip–yaitu saham-saham dari perusahaan besar yang mapan, dan sudah stabil pendapatannya sehingga meminimalkan risiko yang besar.
Seiring waktu, kamu bisa “naik kelas” menyesuaikan pengalaman. Yang penting, jangan cuma ikut-ikutan katanya orang.
4. Utang? Pilih suku bunga tetap
Utang memang sebaiknya seminimal mungkin. Apalagi kalau kamu gemar utang yang bikin masalah. Kalaupun memang terpaksa utang, maka pilihlah utang yang memungkinkan kita membayar dengan suku bunga tetap.
Misalnya, untuk KPR. Beberapa bank konvensional memang menawarkan cicilan dengan bunga tetap di awal, tetapi setelah berjalan beberapa tahun, bunganya menjadi mengambang. Kalau sudah begini, pertimbangkan untuk memindahkan cicilan KPR ke bank lain yang menawarkan bunga tetap.
Ada pilihan KPR dari bank syariah yang membebankan suku bunga tetap, sehingga cicilan kita akan tetap jumlahnya sampai selesai nanti.
5. Tambah penghasilan
Ini adalah cara terakhir dalam mengatasi inflasi yang bisa kamu coba juga. Jika memang memungkinkan, cobalah untuk mencari penghasilan tambahan, di samping pekerjaan utamamu.
Kamu bisa memulainya dari hobi. Barangkali hobimu bisa dijadikan bisnis?
Setelah itu, tentukan waktunya. Kapankah kamu bisa melakukan pekerjaan sampinganmu itu yang enggak mengganggu waktu kerja utamamu? Namanya ‘menambah’, ya jelas jangan sampai mengganggu jam kerja pekerjaan utama dong.
Siapa tahu kan, pada akhirnya pekerjaan sampinganmu bisa sukses, bahkan melebihi pekerjaan utamamu? Selain bisa mengatasi inflasi, kamu pun bisa bekerja dengan suka hati karena mengerjakan sesuatu yang kamu gemari.
Yes, sekali lagi, inflasi memang tak bisa dihindari. Bakalan ada terus sepanjang tahun. However, cara mengatasi inflasi ini bisa kok dimulai dari hal yang kita lakukan sehari-hari. Mulai dari hal kecil untuk hal yang lebih besar.
Pasti bisa. Good luck!
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.