Memang bener kata orang, enggak pernah ada yang namanya kebahagiaan hakiki di dunia ini. Euforia jadi calon pengantin yang akan segera berjanji sehidup semati di depan penghulu pun tetap ada “gangguan”. Apalagi kalau bukan harus pula mikirin dana menikah–yang mana sangat dipengaruhi oleh gengsi, status sosial, tradisi, dan lain-lainnya (yang kadang justru sangat instrumental dan enggak terlalu esensial dalam hidup pernikahan selanjutnya).
Ya gitu deh. Hidup di sebuah negara yang lekat dengan tradisi, kadang malah jadi semacam bumerang bagi diri sendiri.
Kok gitu?
Inget banget dulu pas mau nikah, penginnya sih sederhana saja. Secara keagamaan sah, dan sudahlah ya. Nggak usah pakai resepsi, biar praktis. Kelar acara pemberkatan, terus langsung mikirin mau gimana hidup berdua. Lagian waktu itu dana menikah juga masih di-support orang tua. Nggak enak rasanya bikin beban.
Bahkan, kalau boleh, mendingan duitnya dikasih mentah aja deh, biar bisa buat modal usaha.
Tapi, orang tua yang dengar usul absurd anaknya yang malas ramai-ramai pesta itu malahan bilang, “Kalau enggak ngundang orang, nikah diam-diam, kamu dikira hamil duluan nanti. Mamah nanti yang kena.”
Eh? Gimana?
Ya, begitulah. Saat itu kemudian sadar, oh iya, kita nih hidup di tengah orang banyak. Mau enggak mau ya mesti ngikut budaya dan tradisi yang ada. Tapi, syukurlah bahwa orang tua mau ngerti ketika kita sebagai calon pengantin mau memangkas upacara ina-inu karena males ribet.
(Sepertinya sih orang tua juga bersyukur karena berarti ini memangkas bujet juga)
Dan, akhirnya, pemberkatan dan resepsi nikah bisa dilaksanakan dengan anggaran yang enggak lebih dari Rp100 juta. Masih nyisa, malahan. Sujud syukur deh.
Waktu itu sih sebenarnya belum sadar-sadar literasi keuangan banget. Cuma pas menyusun acara dan bujetnya yang di pikiran cuma, “Gimana caranya biar duit calon suami dan orang tua nggak terlalu banyak terhamburkan?” Udah gitu doang.
So, barangkali sekarang ada yang sedang bingung bin galau menyusun anggaran dana menikah, bisa nih dicoba beberapa langkah dan tip berikut ini.
3 Langkah Menyusun Rencana dan Membuat Anggaran Dana Menikah dengan Bujet Minim
1. Kenali 5 pos pengeluaran terbesar saat resepsi pernikahan
Yang pertama sih, kamu mesti mengenali 5 pos pengeluaran terbesar dalam merencanakan pernikahan. Dana menikah yang akan kamu siapkan nanti, paling besar akan dipakai untuk menutup biaya-biaya berikut ini:
Katering
Jelas, pos ini adalah yang terbesar di antara semuanya. Banyak hal yang bisa memengaruhi besaran biaya katering, di antaranya:
- Vendor katering. Kalau yang sudah punya nama dan terkenal biasanya akan lebih mahal ketimbang vendor yang baru mulai, misalnya. So, barangkali untuk memangkas bujet katering di anggaran dana menikah kamu, coba deh pilih vendor yang belum terlalu terkenal, yang penting masakannya enak.
- Jenis menu. Biasanya ada beberapa paket menu yang ditawarkan, mulai dari yang paling sederhana dengan biaya paling murah, sampai yang menu lengkap dengan biaya yang pastinya lebih mahal. Dalam memilih menu ini, kamu mesti pinter mengutak-atik. Kadang ada menu yang boleh ditukar-tukar, jadi coba deh diulik, dan disesuaikan juga dengan jumlah undangan.
- Jumlah undangan. Banyak sedikitnya anggaran untuk katering memang akan tergantung pada jumlah porsi makanan yang harus disediakan. So, kalau pengin private party, yang diundang enggak terlalu banyak, mungkin kamu bisa pilih menu yang agak lebih lengkap. Demikian pula sebaliknya.
Ingat ya, bahwa besaran biaya katering ini harus dihitung jumlah undangan kali 2, dan jangan lupa hitung juga keluarga dan kru (misalnya ada EO).
Jangan ragu untuk mengurangi jumlah undangan deh, kalau perlu, jika bujet terasa sangat memberatkan di bagian ini.
Sewa gedung
Harga sewa ballroom hotel untuk acara resepsi pernikahan sekarang bisa menembus angka puluhan hingga ratusan juta. Kalau memang enggak masuk ke bujet, mendingan hindari saja pesta pernikahan di hotel. Ingat kemampuan diri sendiri dalam menyiapkan dana menikah ya.
Masih banyak alternatif lain. Misalnya gedung pertemuan di dekat rumah, atau mungkin di restoran aja. Saya menjatuhkan pilihan untuk mengadakan resepsi pernikahan di restoran yang cukup eksklusif. Karena sudah memilih menu yang ada di restoran itu sebagai hidangannya, kita jadi dibebaskan biaya sewa gedung.
Cukup menghemat dana menikah secara keseluruhan deh, jadinya.
Salah seorang teman menikah di balai RW yang bisa menampung 300 orang. Balai RW-nya bisa dibilang gratis, hanya perlu nyumbang saja ke kas RW. Dengan pengaturan jam undangan, ditambah dengan tenda sewaan dan kursi, dia bisa mengundang 750-an orang, karena halaman balai RW kebetulan cukup luas.
Kalau memang mau meminimkan bujet di pos sewa gedung, bikin pesta di rumah sendiri juga enggak masalah kan, kalau memang kondisinya memungkinkan.
Baju
Untuk menghemat dana menikah, saya memutuskan untuk sewa baju pengantin saja, alih-alih beli. Begitu juga dengan pasangan.
Pertimbangannya ya, karena baju pengantin itu enggak akan mungkin untuk dipakai lagi kan? Mau dipakai ke mana memangnya, baju pengantin gitu? Dipakai jalan-jalan ke mal juga enggak bisa.
Mau sebagai kenang-kenangan? Kan nanti sudah ada foto dan juga video. Juga ada cincin lo! Itu jauh lebih mengikatlah ketimbang sekadar baju.
So, baju untuk pemberkatan dan resepsi sewa aja. Nah, ada baju yang harus dipakai untuk acara di rumah. Akalin saja, pakai kebaya yang sudah lama tapi diperbarui. Hanya ditambah bordir di daerah kerah, dan ujung bawah. Pasangan juga mengenakan kemeja batik saja sudah cukup. Hanya tambah beberapa ratus ribu aja, sudah bisa tampil maksimal.
Total hanya perlu 2 macam baju. Yang satu sewa, yang satu hanya tambah bordir (dan masih ada sampai sekarang, tapi tetep enggak dipakai juga).
Dokumentasi
Dokumentasi ini biasanya berupa foto dan video. Kalau ada teman yang hobi forografi, bisa lo dimintai tolong. Selain pasti lebih murah, kita juga bisa bantu temen untuk menekuni hobinya. Ya kan?
Begitu juga dengan videonya.
Undangan dan suvenir
Satu hal yang harus diingat nih untuk bisa menghemat dana menikah di pos ini. Yaitu, setelah hari H terlewati, itu undangan akan berakhir di tempat sampah.
Duh, kok sedih. Tapi ya itu kenyataan. Nggak usah baper. Setelah undangan tersebar, orang-orang sudah datang, setiap undangan akan dibuang. Jadi, mendingan, kamu buat undangan yang simpel aja, yang enggak bikin hati nyesek liatnya di tempat sampah.
Begitu juga dengan suvenir. Kadang memang ada sih yang memberi suvenir yang kelihatan ‘wah’ tapi hanya bisa difungsikan sebagai hiasan saja. Akan lebih baik, jika kamu memikirkan sesuatu yang bisa digunakan atau dipakai oleh penerima suvenirnya. Dengan begitu, bujet yang dikeluarkan jadi enggak terlalu terasa sia-sia. Beneran deh.
Nah, itu dia 5 pos terbesar di acara pernikahan. So, sebelum mulai menyusun bujet, ada baiknya kamu survei dulu. Cari info dan brosur sebanyak-banyaknya.
2. Tentukan bujet
Kalau sudah tahu kebutuhan apa saja untuk merencanakan acara pernikahan, maka tahap berikutnya adalah menyusun bujetnya.
Saran aja sih, jangan ragu untuk menurunkan bujet jika memang kita enggak mampu. Memang gengsi, tradisi, pride, endebre endebre akan sangat berperan di salah satu milestone hidup kita ini.
Tapi percayalah, bahwa hidup setelah menikah itu akan lebih panjang, dan lebih butuh untuk dipikirkan masak-masak ketimbang hanya satu-dua hari dalam hidup kita itu.
Rasanya semua yang dipikirin pas merencanakan dana menikah itu kayak enggak ada apa-apanya, begitu nanti mikirin dana pendidikan, KPR, dan dana pensiun tuh. Beneran.
So, save your energy deh. Saran saja nih.
3. Buat rekening khusus untuk dana menikah
Jangan pernah utang untuk dana menikah.
Hard limit. Period. Enggak ada tapi-tapi. Sekali lagi, mendingan turunkan bujet ketimbang mesti utang.
Well, kalau saya baru mau nikah sekarang–dengan pengetahuan literasi yang sudah lumayan *ehem* ini–saya akan bikin rekening khusus dan investasi untuk menyiapkan dana menikah.
Rekening khusus untuk menampung segala macam bonus atau uang kaget yang didapat dari kerjaan. Sebagai karyawan, saya kan menerima THR, bonus tengah tahun, dan bonus akhir tahun. Jumlahnya setidaknya sama dengan 1 kali gaji. Lumayan kan, dikumpulkan di rekening terpisah, yang kemudian diinvestasikan.
Misalnya, taruh di Reksa Dana Campuran, dengan jangka waktu 3 tahun untuk menyiapkannya. Misal, sebagai lajang, kita dan pasangan sudah punya dana darurat sebesar Rp10.000.000, ini bisa dipakai dulu untuk tabungan awal. Lalu dengan setoran Rp1.500.000 setiap bulan (misalnya masing-masing wajib menabung Rp750.000 saja), maka dalam waktu 3 tahun seharusnya sudah terkumpul dana menikah sebesar Rp81.763.000.
Not bad huh? Sepertinya sudah enggak perlu sampai melibatkan orang tua tuh untuk menyiapkan dana menikah. Yah, kalaupun mereka memang mau support, anggap saja sebagai suntikan dana tambahan.
Dana segitu sudah cukup banget untuk menyiapkan pernikahan sederhana. In fact, saya “hanya” menghabiskan Rp85 juta saja untuk membuat acara resepsi pernikahan sederhana, dengan mengundang 300 orang.
Yang penting selalu ingat, bahwa hidup setelah pernikahannya yang justru lebih penting!
Nah, kalau sudah punya perencanaan yang matang, maka nggak usah terlalu mikirin apa kata orang kalau enggak terlalu prinsipil. Misalnya, “Kok acaranya enggak di hotel mewah, padahal posisi di kantor sudah menajer?”
Ya sudah, biarkan sajalah. Pendapat-pendapat seperti itu enggak penting. Kecuali yang nanya mau menawarkan diri untuk menanggung ongkos sewa ballroom hotel untuk resepsi kita sih. Kalau kayak gitu, ya perlu dipertimbangkan tuh.
So, jangan galau dan bingung lagi ya. Ajak pasangan untuk bersama-sama menyusun bujet untuk persiapan dana menikah ini. Nanti, ke depannya akan banyak momen dan waktu ngobrol berdua juga sama pasangan soal keuangan bersama lo! Jadi, ada baiknya dimulai dari sini.
Penulis
Carolina Ratri berprofesi sebagai Marketing Communications Specialist di Stilleto Book. Bergabung menjadi penulis website Diskartes.com sejak Juni 2019.