Artikel berikut ini merupakan guest post dari Zaipad, tentang prinsip investasi. Silakan disimak ya teman-teman!
Assalamualaikum pembaca blog Diskartes!
Sekarang ini, berinvestasi itu sudah 3M, yaitu mudah, murah, dan menarik.
Mudah, karena hampir seluruh prosesnya sudah bisa dilakukan secara online dan cepat.
Murah, karena setiap orang bisa berinvestasi mulai dari nominal yang sangat terjangkau, bahkan Rp10.000 pun jadi.
..dan Menarik, karena rata-rata instrumen investasi itu mampu memberikan imbal hasil yang tinggi bagi investor. Plus sering juga ada promo dan program referral yang bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan pendapatan.
Nah, kalau sudah seperti ini, siapa sih yang masih bisa menolak ajakan untuk berinvestasi? Saya pikir, semua orang yang waras akan sulit menolak ajakan tersebut.
Walau demikian, saya juga tidak setuju apabila ada orang yang ikut berinvestasi hanya karena alasan “3M” di atas. Apalagi kalau hanya sekedar ikut-ikutan trend semata.
Menurut saya, keputusan untuk berinvestasi itu harus didasari oleh alasan yang kuat dan logis, serta tidak boleh gegabah. Artinya, kalau memang belum cocok, ya sebaiknya jangan investasi dulu.
Oleh karena itu, berikut saya akan jelaskan 4 prinsip yang perlu kalian ketahui sebelum mulai berinvestasi. Harapan saya, prinsip ini nantinya akan memandu kamu dalam menentukan apakah kamu benar-benar sudah siap untuk berinvestasi atau tidak.
Selain itu, prinsip ini juga akan memberikan kamu insight terkait hal-hal apa saja sebetulnya yang diperlukan untuk menjadi seorang investor yang bisa tetap menghasilkan keuntungan sekalipun dalam keadaan market yang bearish atau sedang mengalami penurunan.
Here we go!
Catatan: Artikel ini hanyalah berupa opini pribadi dari penulis. Bukan merupakan saran ataupun rekomendasi dari penasihat keuangan.
1. Never Lose Money
Dalam buku The Tao of Warren Buffet: Warren Buffet’s Words of Wisdom, Mary Buffet dan David Clark menulis tentang beberapa saran investasi menarik yang mereka pelajari secara langsung dari The Oracle of Omaha. Salah satunya adalah mengenai peraturan atau prinsip dalam berinvestasi, yang berbunyi:
“Rule No. 1: Never Lose Money. Rule No.2: Never Forget Rule No.1”
Artinya, dalam berinvestasi, seseorang wajib memprioritaskan untuk “tidak kehilangan uang”-nya daripada bertaruh untuk “memperoleh keuntungan yang besar” dengan risiko yang tinggi.
Memang, di dalam dunia investasi dikenal sebuah aturan sederhana, yakni semakin tinggi tingkat pengembalian (keuntungan), maka semakin tinggi risiko. Atau high risk, high return.
Namun, hal ini tidak boleh dijadikan sebagai alasan buat kita untuk berani mengambil risiko tinggi setiap saat demi mendapatkan keuntungan maksimal. Sebab, alih-alih memperoleh keuntungan maksimal, lebih sering orang justru mengalami kerugian gara-gara mengambil keputusan tersebut. Apalagi jika keputusannya dibuat tanpa ada kajian dan analisa yang mendalam terlebih dahulu.
Contohnya, kurang lebih sama seperti apa yang saya alami baru-baru ini. Jadi, beberapa bulan yang lalu, saya sempat mendaftar di salah satu platform P2P Lending di Indonesia yang berbasis syariah. Kala itu, saya tahu bahwa berinvestasi di P2P Lending memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan reksadana.
Jika di reksadana, paling banter risikonya adalah terjadi pengurangan nilai investasi, maka di P2P Lending risikonya jauh lebih dari itu. Kita bisa kehilangan uang kita seluruhnya tanpa terkecuali bila terjadi gagal bayar. Artinya, sangat berisiko.
Tapi ya gitu, saya tetap keukeuh pingin berinvestasi di P2P Lending. Lagipula, persentase keuntungan yang ditawarkan juga menarik, jadi mengapa tidak? – Begitulah pikiran saya saat itu.
Alhasil, setelah resmi terdaftar di P2P Lending tersebut, saya pun mulai berani jor-joran menaruh dana saya di beberapa produk pinjaman dengan tingkat pengembalian tinggi yang tersedia di platform tersebut. Awalnya, di satu – tiga bulan pertama, investasi saya berjalan dengan lancar. Pihak debitur melunasi sebagian pokok pinjaman + imbal hasilnya sesuai dengan kesepakatan. Setiap bulan dan tepat waktu.
Namun, pas masuk di bulan ketiga, mulai deh ada beberapa debitur yang macet pembayarannya. Bahkan sampai ada lho yang tak kunjung melunasi pinjamannya sekalipun sudah lewat jatuh tempo. Hmm.. Apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur.
Saya akui saya terlalu serakah. Terperdaya untuk mengincar produk investasi dengan tingkat pengembalian yang paling tinggi, tanpa memikirkan apakah modal saya bisa kembali secara utuh.
Saya salah. Namun, setidaknya saya belajar bahwa dalam berinvestasi, yang paling penting adalah jangan kehilangan uang.
2. Utamakan dulu kebutuhan, baru Investasi Saham dan Reksadana
Investasi itu penting. Tetapi kalau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, kita masih ngos-ngosan, maka saran terbaik adalah menundanya.
Jujur saja, kampanye ayo berinvestasi saham dan reksadana yang sering didengungkan akhir-akhir ini ternyata secara tidak langsung dapat membodohi masyarakat. Khususnya di kalangan masyarakat yang masih baru mengenal dunia investasi dan pasar modal.
Katakanlah di salah satu kota di Provinsi Sulawesi Selatan, hidup seseorang yang bernama Bayu. Bayu ini memiliki seorang istri yang tidak bekerja dan satu anak, serta memiliki penghasilan bersih 5 juta/bulan dari kantor tempat ia bekerja.
Awalnya, gaji tersebut hanya dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan ia sehari-hari dan keluarga. Namun, semenjak dia mengenal internet dan pikirannya mulai dirasuki dengan berbagai konten dari so called penasihat finansial yang mengajak untuk mulai berinvestasi saham dan reksadana, dia pun mengikuti.
Bayu kemudian memutuskan untuk menyisihkan 30 – 50% dari penghasilannya untuk keperluan berinvestasi setiap bulan. Dengan harapan agar uangnya bisa cepat berkembang dan memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Nah, akibat dari keputusannya, Bayu, istri, dan anaknya pun terpaksa harus hidup lebih hemat. Belanja bahan makanan dikurangi. Budget untuk liburan dihilangkan. Anak dipindahkan ke sekolah dengan biaya yang lebih terjangkau, dan lain-lain. Alhasil, kualitas hidup anak, istri, dan dirinya sendiri pun menjadi korban.
Sungguh, ini adalah keputusan yang buruk. Mengorbankan kualitas hidup pribadi dan orang lain demi investasi? yang benar saja!
Makanya, dari awal saya mengatakan bahwa utamakan dulu kebutuhan, baru berinvestasi. Bukannya, memaksakan berinvestasi ketika hidup masih pas-pasan.
Daripada berinvestasi saham dan reksadana, yang tingkat pengembaliannya baru bisa terasa setelah berinvestasi lebih dari 5 tahun, saya justru lebih setuju apabila Bayu menggunakan sebagian uangnya itu untuk berinvestasi pada dirinya sendiri. Sehingga pendapatannya bisa naik berkali-kali lipat hingga 30 – 35 juta per bulan, namun tetap memiliki gaya hidup di bawah 5 atau 10 juta per bulan.
Kalau sudah begitu, baru deh saya merasa seseorang itu layak untuk mulai berinvestasi di reksadana dan/atau saham. Kalau belum, sebaiknya cari cara untuk meningkatkan penghasilan terlebih dahulu. Misalnya, dengan mencoba salah satu atau beberapa cara dari 53 cara mendapatkan uang dari internet, mengikuti seminar, membaca lebih banyak buku, menjalin relasi dengan orang-orang yang lebih dulu sukses dari kita, dan lain sebagainya.
Intinya, adalah tingkatkan penghasilan terlebih dahulu, baru mulai berinvestasi. Jangan ngotot mengorbankan kualitas hidup kamu hanya untuk alasan investasi!
Toh, aset investasi kamu juga tidak akan bisa memberikan hasil yang signifikan apabila uang yang kamu investasikan juga cuman sedikit. Memang, di investasi ada yang namanya compounding interest, tetapi itu juga tidak akan terlalu berpengaruh kecuali kamu rela menunggu bertahun-tahun lamanya (20 – 30 tahun) untuk menikmatinya.
Dalam berinvestasi, jumlah modal itu penting.
Catatan: Bagian ini mungkin akan menimbulkan kontroversi bagi sebagian orang. Tetapi, saya tidak peduli. Sebab, saya yakin bahwa strategi berinvestasi yang paling baik adalah dengan memulai investasi dari nominal yang cukup (baca: besar). Oleh karenanya, saya pun percaya dengan saran bahwa lebih baik meningkatkan penghasilan terlebih dahulu, baru berinvestasi (reksadana dan/atau saham).
3. Sisihkan penghasilan untuk investasi, baru gunakan sisanya. Bukan Sebaliknya
Jika prinsip yang kedua sudah kamu penuhi – penghasilan kamu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pun sisanya juga masih layak digunakan untuk berinvestasi, maka prinsip berikutnya adalah investasi dulu, baru gunakan sisanya.
Prinsip ini mungkin terdengar sepele dan mudah untuk dilakukan, tetapi percayalah, justru karena alasan itulah mengapa orang jarang menerapkan prinsip ini.
Mereka beranggapan bahwa menyisihkan sebagian penghasilan untuk berinvestasi itu bisa dilakukan kapan saja. Tidak perlu harus dilakukan di awal bulan saat mereka baru saja menerima penghasilan/gaji.
Padahal, kenyataannya, semakin seseorang menunda mengalokasikan sebagian dari penghasilannya untuk berinvestasi, maka semakin kecil pula kemungkinan seseorang tersebut jadi berinvestasi.
Kok bisa?
Hey, kita ini manusia! Kita adalah mahluk hidup yang tidak pernah puas, dan punya banyak sekali keinginan yang ingin diwujudkan. Apalagi jika kita punya kemampuan (finansial) untuk melakukannya.
Alhasil, jika kita kita tidak segera menyisihkan uang kita untuk berinvestasi, maka besar kemungkinan uang tersebut akan terpakai untuk hal-hal lain yang tidak penting. Misal, beli gadget keluaran terbaru, nongkrong bareng teman di café/restoran mahal, liburan ke Bali, dan seterusnya.
Jadi, sisihkanlah sebagian dari penghasilan kamu untuk investasi terlebih dahulu, baru gunakan sisanya.
4. Jangan libatkan emosi
Terakhir, jangan pernah melibatkan emosi dalam berinvestasi. Pasalnya, emosi hanya akan menyebabkan penilaian kita menjadi bias, akal sehat menjadi tidak berfungsi, dan dapat melahirkan keputusan yang berbuah penyesalan.
Sekali lagi, jangan pernah libatkan emosi. Just Don’t. Itu.
*Gimana? udah kayak pak Mario Teguh kan saya? Hehe
•••
Nah, jika ada yang ingin bertanya atau menanggapi artikel saya, silakan gunakan kolom komentar yang ada di bawah ini ya. Thanks for reading!
Renda Oktavia mengatakan
Nice. Walaupun hanya opini anda, tapi artikel ini memang benar adanya. Saya pun sering berpikir seperti itu.
Readtic mengatakan
Investasi memang sangat diperlukan untuk kebutuhan masa depan, Tetapi investasi juga penuh resiko apabila uang tersebut masih dibutuhkan sekarang. Salah satu hal tadi emosi yg terganggu. Prinsip ke-4 yg bakal tdk di terapkan. Mari berikan dana darurat dan investasi dgn bijak. Dahulukan kebutuhan pokok, lalu investasi, dan terakhir refreshing.