Assalamualaykum para kepala keluarga!
Beberapa hari yang lalu saya mengucapkan selamat kepada seorang kawan yang baru saja melangsungkan pernikahan. Sorot matanya bahagia sekali, tentu saya juga merasa ikut senang. Meskipun ketika tulisan ini di publish, sang penulis berambut gondrong masih belum mengarungi mahligai perkawinan.
Ah, kenapa jadi curhat…
Intinya teman saya nikah, mukanya cerah.
Lain ada lagi kawan saya yang lain, sebut saja namanya Udin. Sekitar 4 tahun menikah, dan sering mengeluhkan pengeluaran super besar di keluarganya. Entah itu susu anak, sekolah, ganti oli mobil, sampai beli popok bayi.
Saya kemudian bertanya pada diri sendiri, apakah semakin lama orang menikah menjadi semakin tidak bahagia?
Harusnya enggak dong, di agama juga kalau sudah mampu baik fisik atau rohani kan disuruh menikah. Pada akhirnya ketemu problem kenapa banyak pasangan yang pusing tujuh keliling setelah menikah cukup lama. The answer is,,, jreng.. jreng…
Kurangnya perencanaan keuangan keluarga sejak dini.
Kita tidak bicara mengenai anak pacaran yang berdiskusi tentang kehidupan setelah pernikahan. Tetapi kita membicarakan tentang sebuah keluarga muda, mulai hari pertama mereka resmi sebagai pasangan. Menurut KUA ya, bukan seperti panggilan “ayah” dan “bunda” yang sudah marak dilakukan anak sekolah, bahkan SD!
Apa yang harus diperhatikan saat menyusun perencanaan keuangan keluarga?
1. Pernak-pernik cicilan
“Bro, cicilan bulan ini lumayan gede nih. Ada cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan kartu kredit, cicilan sepatu, sampai cicilan potong rambut!“
Kemudian saya tanya dong, kenapa sih pake cicilan sebanyak itu?
“Kalau ga nyicil ga bisa beli rumah. Trus lagi ada promo diskon buat cicilan sepatu dan potong rambut pake kartu kredit. Kan lumayan bunganya cuma 0,99% per bulan.“
Okelah saya no comment untuk Anda yang bermazhab, ga nyicil ga kebeli rumah atau mobil. Karena saya sendiri memang belum beli rumah, masih menyenangi hidup nomaden. Sementara mobil saya beli cash, so saya tidak akan men-judge.
Tapi untuk printilan lain macam tas Hermes atau sepatu Bally, sambil tercengang saya akan bilang
REALLY!??
Kalau Anda sudah berkeluarga, maka segala sesuatu yang menimpa satu orang akan berdampak ke seluruh anggota. Begitu bukan?
Sebagai orang finance, ada sedikit bocoran nih. Cicilan berbunga rendah adalah salah satu bisnis paling menguntungkan. Makanya jangan pernah berfikir “mumpung dapat diskon bunga”, karena akan selalu ada. Atau katakanlah bunga 0%, promo ini memang menggrab konsumen untuk belanja. Sering terjadi orang beli karena cicilan 0%, bukan kebutuhan yang sesungguhnya.
Cicilan berarti Anda harus menghitung dengan baik cashflow keluarga. Jangan sampai terlambat karena berdampak denda.
Saran saya, jika Anda memang tidak butuh dan tidak mampu, enggak usah deh terjebak di pernak-pernik cicilan. Kalau mampu, bayar aja cash!
2. Target “Harta” yang ingin dimiliki
Bicara perencanaan keuangan di level keluarga pasti berujung pada hasil akhir. Wajar dong kalian bekerja keras bersama pasangan, terus berharap punya ini-itu setelah sekian tahun berkeluarga. Artinya kalian memiliki goal, dan sudah mengeset jangka waktu yang dibutuhkan. Misalnya pada tahun kedua harus punya mobil, karena diperkirakan sudah beranak pinak sehingga mobilitas dengan kendaraan roda dua akan susah. Atau keinginan memiliki rumah sendiri dibanding apartemen pada tahun ketiga, dan seterusnya.
Menggunakan cicilan seperti poin 1? Fine, artinya ada dua variabel yang selalu dihitung setiap bulan. Pertama, adalah menimbang kemampuan pemasukan sang pasangan setiap bulan. Kedua, berapa maksimal cicilan yang bersedia kalian tanggung. Artinya tentu tidak boleh semua pemasukan habis hanya untuk cicilan, karena kebutuhan sehari-hari juga wajib dipenuhi.
Selain itu harus ada alokasi dana darurat lainnya di kantong Anda. Oleh karenanya, berhati-hatilah memilih cicilan.
Target keinginan juga seyogianya realistis. Jika pemasukan suami dan istri secara total adalah Rp20 juta sebulan, apakah memungkinkan membeli rumah yang harganya Rp 10 Miliar?
Atau katakanlah bisa beli rumah sedikit lebih mahal dari kemampuannya, dengan alasan harga rumah akan naik sehingga nanti untung ketika dijual. Guys, emangnya kalian akan menjualnya kelak? Ingat, sampai harga barang yang dibeli lunas, maka kalian harus mau bersusah payah terlebih dahulu.
Jadi inti poin kedua ini adalah kalian harus memiliki target dan realistis!
3. Biaya Pendidikan?
Mau nggak mau biaya pendidikan harus di mention, buanyak sekali yang menanyakan perkara ini. Keluhan kawan-kawan mirip, yakni semakin mahal saja biaya menyekolahkan anak. Ketika mendengar mereka curhat, dalam hati saya terkaget-kaget meski muka tetap stay cool. Bisa-bisanya masuk ke sekolah dasar swasta lebih mahal daripada ketika masuk perguruan tinggi bertahun lalu. Oh ya, saya ada data hasil survey HSBC terhadap perbandingan biaya masuk universitas dari beberapa negara.
Tentu sebagai orang tua, kalian ingin memberikan yang terbaik untuk putra-putrinya. Pertanyaannya, kapan anak Anda masuk ke SD atau TK?
Saran saya, segera persiapkan dana paling tidak satu tahun sebelumnya. Jadi ketika sudah mendekati batas waktu, Anda tidak kaget dan sudah bisa membayarnya. Memang ada beberapa yang memudahkan para orang tua murid dengan memberikan dispensasi cicilan untuk uang masuk (uang gedung). Tapi sekali lagi, saran saya Anda tidak menggunakan fasilitas tersebut.
Nah sekarang seandainya waktu tersisa masih cukup lama sebelum anak Anda masuk TK, katakanlah lebih dari setahun. Bagaimana mempersiapkannya, kan setiap tahun naik. Untuk menjaga nilainya, maka produk investasi rendah risiko dan rendah biaya adalah pilihan paling masuk akal. Untuk jangka waktu penyimpanan 1-3 tahun, surat berharga dari pemerintah seperti SBR layak untuk dilirik. Sebenarnya saya mau menyarankan saham atau reksadana, tapi tabungan pendidikan bukan uang dingin, jadi jangan deh.
4. Memikirkan Asuransi
Semua orang tidak menginginkan terjadi hal buruk pada dirinya, apalagi terhadap orang yang dikasihi. Potensi tersebut ditangkap perusahaan dengan memunculkan begitu banyak produk asuransi bertebaran di sekitar kita. Mulai dari asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi untuk kendaraan, sampai asuransi smartphone. Jika dibilang lebay, kayaknya spandang mata memandang di dalam rumah, sudah ada nilai pertanggungannya.
Tapi apakah memang harus semua diasuransikan?
Padahal kenyataannya tidak semua asuransi yang ada kita butuhkan, ditambah lagi premi bulanan juga bukan nominal kecil.
Oleh karenanya cari asuransi dengan skala prioritas. Pertama, berhubungan dengan nyawa Anda. Kedua, berhubungan dengan pekerjaan Anda. Artinya jika terjadi kerusakan, mengakibatkan Anda tidak bisa bekerja dan menerima penghasilan. Ketiga, perlindungan yang berhubungan dengan harta Anda seperti rumah atau mobil.
5. Keterlibatan Partner
Saya pernah mendapat pesan dari seorang wanita yang hendak konsultasi. Intinya dia bertanya, sebenarnya yang berhak mengelola uang di keluarga siapa? Lebih bagus sang suami atau istri?
Sebelum saya jawab, coba kasih komen dibawah kalau keluarga kalian gimana?
…
Apapun itu, kodratnya kan cowok selalu jadi mahluk alpha, artinya leader. Entah dia memutuskan mengelola uang atau tidak, sang lelaki harus tahu bagaimana kondisi finansial keluarganya. Kenapa demikian? Karena umumnya, dialah tulang punggung sehingga harus tahu berapa pemasukan dibanding pengeluaran.
Ketika menyerahkan pengelolaan uang ke istri, tidak boleh lepas tangan begitu saja. Tetap mengontrol.
Itu teorinya, entah Anda manut atau enggak ya terserah masing-masing.
Namun bukan berarti si Alpha ini bisa seenaknya, buat berjudi, atau lain sebagainya. Dengarkan kebutuhan dan masukan dari partner dalam mengelola keuangan. Sama seperti presiden yang mendengarkan nasehat para menterinya.
Paham kan?
Indikasi Perencanaan Keuangan Keluarga Berjalan dengan Baik
Perencanaan keuangan yang berjalan dengan baik bukan berarti tidak ada masalah ketika menjalani kehidupan keluarga. Tapi harus melihat lebih luas, misalnya pengeluaran bulanannya tertata dengan baik, kemudian sudah ada persiapan dana bila musibah melanda, dan hal semacam itu.
Intinya sih, keluhan Anda harusnya semakin berkurang. Jika masih sama aja atau malah lebih banyak, maka salah tuh pembuatan rencananya.
Saya menyarankan Anda untuk mulai belajar menjadi perencana keuangan bagi diri sendiri dulu, karena semua orang pasti mampu. Kalau memang sudah merasa kepayahan, barulah mencari financial planner untuk membantu pengelolaan uang. Tapi ingat, ada biaya yang harus dikeluarkan.
Wassalamualaykum para kepala keluarga!