Assalamualaykum para kreditor!
Bicara soal investasi, maka tidak tertutup hanya pada saham, reksadana, deposito, dan macam-macam lainnya yang ditawarkan agen asuransi. Seperti Anda ketahui, blog Diskartes juga mengupas tentang investasi fintech di Indonesia. Tapi saya akan mengajak berpikir ke level lebih tinggi, apakah investasi fintech seperti di lending sector, atau model lainnya benar-benar bermanfaat untuk Anda.
Ataukah scam?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa mengidentifikasi investasi fintech ke dalam 5 grup besar.
Pertama, fintech yang melakukan bisnis perbankan, misalnya melakukan pembayaran. Untuk jenis fintech ini, kalian tidak bisa sebagai investor, hanya memanfaatkan jasanya. Contoh: Doku, ipaymu, dll.
Kedua, fintech yang kerjaannya mengolah data pengunjung. Dari data tersebut, kelihatan kebutuhan masing-masing klien, misal kartu kredit atau KPA apa aja yang dibutuhkan. Selain itu berfungsi pula membandingkan berbagai produk keuangan tadi. Lagi, orang tidak bisa berinvestasi di fintech model ini. Contoh: Cekaja, Cermati, dll.
Ketiga, fintech yang bertugas sebagai konsultan online. Bisa dibilang sebagai robo advisor yang menghitung kesehatan keuangan kita dan memberi rekomendasi investasi. Anda tidak bisa berinvestasi di bisnis ini juga. Contoh: Bareksa, Finansialku, dll.
Keempat, sistem crowdfunding. Disini dibagi menjadi dua, yang bersifat social crowdfunding seperti Kitabisa.com atau profitable crowdfunding seperti UMKM.
Kelima, fintech dengan model bisnis peer to peer lending (P2P Lending). Ini adalah model fintech yang memiliki pertumbuhan paling pesat, tercatat mengalami kenaikan 32% di tahun 2017. Nah disini, Anda BISA memperoleh profit dengan ikut berpartisipasi, misalnya menjadi investor.
Fokus diskusi kita adalah di poin kelima, yaitu tentang investasi fintech lending. Sebelumnya saya mengingatkan bahwa sebagai seorang muslim, pinjaman yang memiliki bunga jelas bersifat RIBA. Namun dikupas disini untuk memberi gambaran kepada Anda tentang bagaimana bisnis fintech lending di Indonesia.
Investasi fintech lending di Indonesia
1. Kenapa bunga fintech P2P lending tinggi?
Ada yang bilang,
“Fintech lending tuh kejam, bunganya tinggi!”
“Fintech lending lebih tidak berperasaan dari Bank, bunganya sangat tinggi!”
Bagaimana pendapat Tuan Diskartes?
Saya setuju, karena memang demikian adanya. NAMUN ada yang lupa terekspose masyarakat, yakni asal muasal kenapa bunganya bisa lebih tinggi dari perbankan.
Apabila kita melihat dari sisi pemberi pinjaman, ada obligasi pemerintah dan deposito yang juga memberikan imbal hasil dengan tingkat keamanan mumpuni. Sudah jadi keniscayaan, bila mereka meminjamkan uang ke fintech, maka minta lebih tinggi mengingat profil risikonya.
Agustus 2018 Pemerintah meluncurkan SBR004 dengan kupon 8,05%. Di saat yang bersamaan, pasti para lender mau naroh duitnya di fintech lending dengan rate di atas 8 persen, karena risikonya lebih gede dibanding SBR.
Sekarang kita lihat dari sisi debitur, saya yakin akan lebih mudah meminjam melalui fintech lending dibanding Bank karena memang poin tersebut menjadi keunggulannya. Sebagian orang pinjam uang di fintech karena ditolak di Bank, atau proses yang terlalu lama.
Jadi, sudah ketemu kan jawabannya. Sebenarnya alasan kenaikannya ada di sisi debitur dan kreditur, plus ditambah biaya operasional yang dibebankan si perusahaan fintech.
Makanya, kalau ga butuh banget, tak perlu deh pinjem segala. Nanti repot urusannya.
Sementara buat si fintech dan “investor”, gausah gerah dengar komen pedas netizen, karena memang role bisnisnya demikian bukan?
2. Kondisi yang perlu diperhatikan investor dari investasi P2P lending
Orang mau investasi sudah gampang, tinggal klik, uang tertransfer dan menunggu hasilnya. Sebaliknya juga, penipu menjadi semakin canggih, salah satunya memanfaatkan teknologi. Cina telah merasakan pil pahit ponzi melalui teknologi finansial, dibuktikan dengan vonis bersalah terhadap 26 anggota Ezubao yang berbisnis di bidang P2P lending.
Mau tahu jumlah kerugiannya?
Lebih dari 100 triliun dan menipu 900 ribuan orang! Kasus penipuan umroh first travel enggak ada apa-apanya, Sobat.
Ada sedikit saran buat kalian wahai pemberi pinjaman P2P, termasuk investor untuk crowdfunding.
Pemerintah melalui OJK sudah ngeh bisnis ini, mereka menaungi pula teknologi finansial dengan menseleksi fintech mana yang layak dan tidak. Pastikan apabila Anda mau investasi fintech P2P lending, cari yang sudah terdaftar di OJK.
Tidak ada yang bisa menjamin aman 100%, tapi paling tidak kemungkinan scam lebih mengecil.
Kemudian seperti artikel terdahulu tentang investasi bodong, hindari penawaran yang terkesan “too good to be true”.
Sekalian cek sejarah dan testimonial para penggunanya, kan tinggal cari via google.
3. Bagaimana tingkat risiko fintech P2P Lending dan crowdfunding?
Sejujurnya, tinggi.
Katakanlah perusahaan fintech memang bukan scam, terus usaha si peminjam benar-benar ada, jadi enggak bodong, apakah uangnya aman dari kehilangan?
Itu sama dengan pertanyaan, “Apakah usaha selalu untung?”
Jadi Anda harus sadar, risiko usaha mengalami kegagalan juga ada yang berimbas kepada pengembalian investasi. Oleh karena itu harus jelas di awal perjanjian, bagaimana perlakuan jika terjadi kondisi demikian. Apabila ketika investasi saham, Anda masih malas melakukan diversifikasi, maka untuk investasi P2P lending harus diwajibkan.
Karena saya yakin, sebagian besar Anda yang berinvestasi tidak pernah mengunjungi lokasi bisnis yang ditawarkan. Betul bukan? Ketidaktahuan itulah yang meningkatkan risiko, dari diri Anda, bukan peminjam dana.
Well, nampaknya ulasan kita sudah cukup kali ini dan semoga bermanfaat untuk kalian semua.
Wassalamualaykum para kreditor!