diskartes.com – Assalamualaykum pembaca setia blog ini!
Sebuah kehormatan, artikel kali ini ditulis oleh seorang praktisi sekaligus dosen di PKN STAN! Beliau ini kawan lama saya di sekolah dan universitas. Jarang-jarang lho ngeliat doi nulis di blog, makanya beruntunglah kalian membaca tulisan dari seorang M. Harestya Darmawan, S.E., CPSAK
Saya sudah baca, kirain berat dan berbobot. Ternyata renyah dan …. Ah sudahlah!
Silakan dinikmati…
Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar kata Akuntansi (bukan Akutansi, ya!)? Akuntansi bukan merupakan istilah asing bin aneh semisal Uvuvwevwe Onyetenyevwe Ugwemubwem Ossas. Apalagi bagi kita yang pernah mengenyam pendidikan SMA, saya rasa cukup familiar dengan akuntansi.
Ketika memilih jurusan kuliah, tidak jarang Akuntansi menjadi jurusan favorit, bukan hanya bagi siswa SMA konsentrasi IPS, namun juga bagi siswa SMA IPA yang berangan-angan terjun ke dunia bisnis. Berdasarkan Survei Nasional Tempo 2016, Akuntansi merupakan jurusan terfavorit nomor 2 setelah Teknologi Informasi, mengalahkan Hukum dan Kedokteran Umum. Bahkan pada SNMPTN 2016, jurusan terfavorit di UGM adalah prodi Akuntansi.
Ketika ditanya tentang definisi akuntansi, sebagian besar orang akan menjawab sebagai tata buku atau catatan tentang transaksi keuangan perusahaan. Jawaban itu tidaklah salah, namun saya rasa itu hanya menjelaskan sisi paling dangkal dari akuntansi. Sama sekali tidak menggambarkan kecanggihan bidang ilmu ini.
Kisah Pedagang dan Sepakbola
Mari sedikit berimajinasi..
Apakah Anda pernah melihat tukang bakso, tukang mie ayam, tukang siomay, atau tukang telolet yang sejak kita kecil sampai sekarang masih istiqomah berjualan keliling melewati depan rumah kita?
(Diskartes: Arrrgh! Imajinasi macam apa ini, kirain yang gitu-gituan.)
Di satu sisi dagangannya laku, cukup enak, tetapi mengapa perkembangan bisnisnya gitu-gitu aja? Coba sekali-kali mengobrol dengan mereka, pancing pertanyaan,
“Bang, kenapa gak nambah gerobak lagi? Atau, “Kok gak coba buka cabang?”
Saya bertaruh jawabannya seputar ketiadaan modal dan/atau susah nyari orang yang bisa dipercaya untuk menjalankan bisnisnya.
Abang penjual itu memang cukup laku dagangannya, bahkan tidak jarang habis lebih cepat dari target waktunya. Namun, sampai rumah, uang hasil dagangan mungkin langsung dipakai untuk banyak hal: belanja istri, anak butuh sepatu, dll. Sisanya kemudian baru untuk kulakan bahan dagangan hari berikutnya.
Begitu seterusnya..
Visi bisnisnya adalah sekedar tidak mati.
Kalau dalam sepak bola ini persis tim semenjana yang targetnya adalah tidak terdegradasi. Boro-boro memikirkan target Liga Eropa, Liga Champions, atau Juara Liga. Bahkan mimpinya pun tidak sampai ke sana.
Apa akar permasalahannya? Kalau saya boleh berpendapat, para Abang penjual itu tidak bisa berbicara. Bukan berarti mereka bisu. Tetapi mereka tidak bisa berbicara dalam bahasa bisnis. Itulah akuntansi!
Mungkin saat ini mereka tetap mempunyai catatan sederhana, berapa pengeluaran hari itu dan berapa pemasukan hari itu. Selama ini mereka tidak merasa ada masalah sebab catatan itu sudah cukup memenuhi kebutuhan “bahasa bisnis mereka”.
Kepada siapa para Abang penjual itu berkomunikasi bisnis? Paling pol kepada istrinya. Dan istrinya juga oke-oke aja diberi catatan ringkas tersebut (atau bahkan hanya lisan?). Yang penting bagi istrinya, uang belanja lancar. Lebih jauh dari itu, sang istri sudah percaya (atau terpaksa?) pada suami sepenuhnya, karena bagaimanapun dia juga sudah mempercayakan seluruh hidupnya semenjak akad nikah.
Jadi, catatan sederhana itulah satu-satunya sistem akuntansi yang dipakai para Abang penjual tersebut. Bahasa bisnis sederhana itu bisa dimengerti oleh istrinya. Masalah muncul ketika dia mau melebarkan sayap bisnisnya, misal menambah gerobak atau membuka cabang. Abang penjual butuh tambahan dana. Kepada siapa dia mengadu, eh…meminta tambahan modal tersebut?
Paling gampang ya pada teman dekat atau saudaranya. Kalau Anda jadi teman dekat/saudara yang ditawarkan kerja sama membuka cabang baru usaha tersebut, apa yang Anda ingin tahu? Pasti bagaimana prospek perkembangan bisnis ini kan? Dari mana tahu prospek bisnis ini? Paling gampang ya melihat history bisnisnya.
Di sinilah catatan pengeluaran-pemasukan Abang penjual tadi menjadi senjata untuk meyakinkan calon investor akan bisnisnya. Kalau cuma omongan tiap hari laku segini, tanpa bukti, akan membuat calon investor ragu, kecuali memang Anda teman sangat akrab atau saudara sangat dekat. Disertai rasa sungkan, maka Anda oke-in tawaran Abang penjual.
Lain halnya kalau saudara atau teman dekat Abang penjual tidak punya dana lebih untuk diinvestasikan, tetapi punya kenalan yang potensial jadi investor.
Keadaan akan sedikit lebih rumit di sini. Karena calon investor tersebut tidak kenal langsung dengan Abang penjual, bagaimana dia bisa yakin terhadap prospek bisnisnya? Apalagi catatannya hanya sesederhana itu. Gak bisa dimengerti dan diyakini kebenarannya oleh calon investor tersebut. Di sini biasanya Abang penjual gagal mendapatkan tambahan modal.
Bisa dikatakan, bahasa bisnis Abang penjual melalui catatan pengeluaran-pemasukan yang sederhana itu tidak bisa dimengerti oleh calon investor. Bahasanya nggak sama. Nggak nyambung.
Sang Pedagang Akhirnya Go Public
Bayangkan lagi jika usaha Abang penjual nanti akan go public di pasar modal. Siapa investornya? Bukan temannya sepupunya, atau paman teman sekolah anaknya, atau Bapaknya kawan masa kecilnya. Investornya adalah orang yang bahkan tidak ada hubungan apapun dengannya, hanya sama-sama manusia.
Bagaimana mereka bisa berkomunikasi?
Jawabannya ada di akuntansi!
Tidak bisa dengan catatan sederhana lagi, yang hanya dimengerti oleh istri Abang penjual. Maka, di sinilah peran akuntansi, dengan segala standar dan aturannya. Tujuannya adalah agar semua orang, tidak peduli ada hubungan dengan Abang penjual atau tidak, bisa mengerti kegiatan usahanya, bahkan tanpa terlibat langsung di lapangan.
Pun jika akhirnya Abang penjual tidak bisa mengelola bisnisnya langsung karena sudah banyak cabang dan semakin besar, nanti dia bisa berperan murni sebagai owner yang tidak merangkap manajemen. Kesulitan dia sebelumnya adalah susah mencari orang yang dapat dipercaya.
Dengan akuntansi, dia bisa tahu kondisi di lapangan seperti apa, karena aktivitas perusahaan terpotret dalam Laporan Posisi Keuangan (neraca) dan terekam seperti video dalam Laporan Laba Rugi. Meskipun dia tidak terjun langsung, dengan bahasa bisnis yang sama, dia akan tahu apa yang dilakukan manajemen di lapangan, apakah sesuai harapannya atau tidak.
Jadi, dia tidak akan merasa tertipu oleh orang yang menjalankan bisnisnya.
Judul artikel ini adalah That Language of Business, bukan The Language of Business, karena sebenarnya banyak orang sudah mengetahui akuntansi sebagai bahasa bisnis, tetapi bayangan nyatanya seperti apa masih ngawang-ngawang. Kalau ada yang masih menganggap akuntansi hanyalah sekedar tata buku, maka mari kita belajar lagi. Akuntansi berperan jauh lebih dari itu.
So, bagi Anda para investor, meskipun Anda punya konsultan investasi yang mumpuni, belajar Akuntansi tetap merupakan sebuah keharusan. Supaya kita tidak bisu. Supaya kita bisa mengerti bahasa bisnis yang sama. Mari belajar bicara, mari belajar akuntansi!
Wassalamualaykum
Tofan mengatakan
Yes, setuju banget. Cerminan suatu bisnis terlihat jelas di dalam pencatatan akuntansinya. Proyeksi ke depannya juga bisa dengan gampang dibuat jika ada landasan pencatatan ini dari tahun2 sebelumnya, so bahasa kerennya bisa dibuat valuasinya. Makanya bingung juga darimana dasarnya valuasi mayoritas startup dibuat, hehehe…
diskartes mengatakan
Kalo startup lain nampaknya pendekatannya..
karena dia ga punya catatan history, maka proyeksinya akan ngambil dari perusahaan2 yang hampir mirip.
Itu salah satu tekniknya..
Btw thanks udah mampir ya bro..
Indah Fornia mengatakan
Hai.. Ikut comment yaa..
Menurut saya setiap orang sudah menerapkan akuntansi dasar di kehidupan sehari-hari (perhitungan Harta, Hutang, Modal) hanya saja tidak banyak yang melakukan pencatatan… Disinilah point nya ?
Dan setuju banget, jika ingin berbisnis (skala kecil maupun international) mesti belajar lebih jauh ttg ilmu akuntansi..
Gitu kali yaa..
Mohon pencerahan kalau ada yg kurang tepat you ?
*langsungbukabukuakuntansijamansma ?
diskartes mengatakan
Hi Indah Fornia…
Hahaha, bener kok..emang basiknya sadar ga sadar dilakukan..tp inget akuntansi itu pencatatan lho..hohoho
sukses ya buka bukunya..salam
Ardianto mengatakan
Hi Pak Andika, salam semangat, saya baru buka blog ini sangat menginspiratif, ada kontak Pak Andika.
diskartes mengatakan
Salam semangat..tentu ada pak. silakan email ke kolom text me no Anda. Akan saya beri melalui inbox.
Terima kasih
Andika mengatakan
Bagus sekali kang artikelnya. Inspiratis. Ya memang banyak kang pedagang kecil yang kurang memperhatikan usahanya. Didaerah saya juga banyak yang seperti itu. Mungkin harus baca artikel akang kali ya penjualnya biar terinspirasi 😀
diskartes mengatakan
wah, semoga artikel ini bisa semakin menginspirasi ya.
Terima kasih untuk apresiasinya mas.