diskartes.com – Assalamualaykum para pelawan arus!
Entah kenapa setiap kali mendengar kata kontrarian, saya teringat kisah almarhum teman SMA. Ketika Piala Eropa 2004, setiap orang mengumpulkan uang 50 ribu dan akan diberikan kepada yang memegang tim juara. Terkumpullah 24 orang yang masing-masing memiliki tim jagoannya sendiri, dan dengan anti mainstream-nya teman saya ini memilih Yunani. Akhirnya ketika turnamen usai, dia menjadi kaya mendadak pada masa itu karena tanpa disangka Yunani menjadi juara Piala Eropa 2004. (1,2 juta rupiah untuk remaja berusia 16 tahun, ketika harga soto di kantin sekolah 800 rupiah!)
Inikah yang dimaksud investasi kontrarian? Enggak dong, tidak ada arus yang dilawan. Cerita itu hanya intermezzo semata, kawan. Terlebih, “gambling is not investing”.
Okay, back to topic. Apa sih investor kontrarian? Sederhananya, dia adalah tipe investor yang ketika pasar sedang buruk, dia menghimpun saham karena dianggap murah. Harapannya adalah keuntungan besar ketika pasar mulai bullish. Keren kan, kata orang Indonesia tipe ini termasuk anti mainstream. Di dunia pasar modal, nama Warren Buffet dan Lo Kheng Hong bisa dianggap sebagai role modelnya.
Tetapi Anda harus hati-hati, melawan arus tidak semudah mengikutinya. Sebelum Anda berminat menjadi contrarian investor, coba baca ini dulu deh
1. Perhatikan Berita
Investor kontrarian selalu terdepan! Artinya, ketika berita tentang suatu saham terbit, maka sudah nggak ada maknanya lagi. Follower dari berita itu akan bejibun banyaknya, harga saham yang diberitakan bisa naik atau turun drastis dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Trus gimana caranya menjadi investor kontrarian? Kan pasti kalah cepet sama berita!
Bisa dong, yang pertama Anda harus teliti dan bukan menjadi follower. Ketika sebuah isu diangkat dalam suatu berita, bukan menjadi keharusan untuk menjadi pengikut berita itu. Lakukan evaluasi terhadap isi berita, dan gunakan hanya sebagai tambahan informasi, bukan sebagai menu utama dalam memilih investasi.
Yang kedua, disinilah manfaat sebuah relasi atau pergaulan. Terkadang wartawan hanya mendapat cuplikan-cuplikan informasi dari RUPS atau press conference. Nah, Anda yang bekerja di pemerintahan atau perusahaan yang berhubungan dengan saham incaran memiliki nilai plus. Biasanya informasi penting justru dari acara-acara informal ketika bergaul dengan teman-teman Anda.
2. Beli saat pasar panik, jual saat pasar optimis
Nasehat kuno yang selalu berlaku dimanapun, kapanpun, dan kepada siapapun. Tapi untuk mengeksekusinya dibutuhkan mental yang prima dan pengetahuan yang luas. Karena Anda tidak pernah tahu kapan pasar akan berhenti panik atau berhenti optimis. Oleh karena itu, teknik menyimpan dengan saham setiap bulan masih terbaik menurut saya.
Jesse Livermore adalah contoh sukses ketika semua orang sudah merasa panik ketika Depresi Besar tahun 1929. Dengan penuh percaya diri dia membuat keputusan-keputusan yang membuatnya terkenal dengan sebutan Great Bear of Wall Street.
Saya sudah menyiapkan grafik IHSG di bawah, bayangkan betapa kayanya Anda ketika menghimpun di tahun 2008 ketika bursa di level 1200-an!
3. Bubble tidak bisa diprediksi dengan tepat, hanya bisa dirasakan
Pasti sering Anda baca di surat kabar yang bernada “Wah, pasar lagi oke nih ayo masuk!” atau “Tarik danamu, pasar modal sedang bermasalah!”
Ingatlah bahwa yang dikatakan para pakar atau siapapun mereka itu hanyalah asumsi yang diambil dari kondisi makro atau mikro. Okey, mereka menggunakan dasar teknikal dan fundamental, okey mereka bersertifikat banyak dan bla bla bla lainnya. Tapi TIDAK ADA seorangpun yang bisa memprediksi bubble atau bearish dengan tepat.
Poin saya disini adalah segala keputusan untuk masuk atau keluar pasar modal ada di tangan Anda. Asumsi orang lain hanya boleh Anda dengar sebagai second opinion. Jika Anda belum memahami risiko pasar modal, jangankan menjadi investor kontrarian, menjadi investor pada umumnya pun belum layak.
Wassalamualaykum para pelawan arus!
Alris mengatakan
Orang semacam Warren Buffet dan Lo Kheng Hong berpikir bukan lagi logika, tapi mereka punya “rasa” yang didapat dari belajar dan terjun langsung sebagai pemain saham selama berpuluh tahun. Kalau cuma pemain saham kemaren sore jangan berharap dapat ilmunya dan berkoar-koar sebagai pemain jempolan. Itu menurut saya.
diskartes mengatakan
Setuju banget.. rasa atau “taste” didapet setelah puluhan tahun hancur dan sukses di pasar saham.
Dan sebenarnya itu yang mahal, karena tanpa pengalaman mereka tidak akan mendapat itu.
Dani mengatakan
Berarti njenengan ini kontrarian juga ya Om?
Saya juga berusaha jadi kontrarian nih. 😀
diskartes mengatakan
Ayok mas berusaha..saya sih pengennya begitu… Biar keliatan keren..hahaha
Christine mengatakan
Makasih ya..artikel-artikel nya membantu banget karena saya baru terjun di dunia persahaman jadi belum banyak jurusnya…hehehe
diskartes mengatakan
terima kasih kembali. semoga sukses
chandra mengatakan
Ada yang mengelitik saya, mas. Kalau belum memahami resiko, bukan investor. Bisa tolong dijabarkan lebih luas lagi. Mas. Thank u
diskartes mengatakan
Ada sebagian orang yang beli saham bukan sebagai sarana investasi. Tapi pure judi dengan menebak keuntungan yang bisa didapat dalam sekejap.
Ada sebagian yang lain demen beli saham bermodalkan pilihan orang lain, dirinya sendiri sebenarnya engga paham seberapa besar risiko atas pembelian saham tadi. Pure pemikiran orang lain.
Gitu kira-kira mas.