diskartes.com – Assalamualaykum para penggila gorengan!
Dahulu kala ketika pertama kali membaca surat kabar yang di dalamnya berisi kata-kata “harga minyak dunia turun drastis dan mengakibatkan bla bla bla…”, banyak pertanyaan langsung muncul di benak saya. Pertanyaan bodoh ketika masih hijau dan belum paham ekonomi, contohnya seperti ini:
– Apa bedanya minyak goreng di rumah dengan harga minyak dunia yang ditulis di koran?
– Siapa sih yang nentuin harga, kok bisa-bisanya bikin repot orang sedunia?
– Negeri kita kan kaya minyak, kenapa bergantung pada harga orang di luar sana?
Seiring berjalannya waktu, pemahaman mulai bertambah sedikit demi sedikit sehingga pertanyaan di atas bisa terjawab. Sayangnya jauh lebih banyak yang belum memahami makna harga minyak dunia, dan itu bukan salah mereka jika masyarakat Indonesia masih banyak yang awam.
Asal Anda tahu jurnalis ekonomi sudah menganggap pembacanya adalah para investor yang sudah paham istilah makro, sehingga tidak perlu membuat glossary istilah. Tapi jangan khawatir teman-teman, tujuan artikel kali ini adalah memberi pemahaman komplit tentang harga minyak dunia dari hulu dimana harga minyak dunia terbentuk, sampai pengaruhnya ke nasi goreng yang Anda makan!
Terbentuknya Harga Minyak Dunia
Sebagaimana teman-teman ketahui, tidak semua tempat di dunia dapat menghasilkan si emas hitam ini. Kualitasnya pun berbeda-beda, mulai yang pekat karena belum diolah setelah diambil dari perut bumi, hingga di kadar kualitas tertentu yang diinginkan pembeli. Biaya transportasi pun menjadi salah satu perhitungan, karena secara logika pembeli lebih menyukai transaksi dengan biaya minimum.
Atas nuansa inilah, yang pada akhirnya mengakibatkan pembeli dan spekulan membutuhkan penilai atas minyak yang mereka inginkan. Benchmark seperti WTI, Brent, dan Dubai dianggap sebagai penilai yang mampu memenuhi kebutuhan pembeli. Sebagai contoh ketika kontrak sudah diteken dengan WTI, orang paham lokasi asal minyak dikirim dan kualitasnya.
Sebenarnya apa itu standar minyak atau benchmark?
Banyak standar minyak di dunia, bahkan Indonesia punya benchmarknya sendiri. Namun demikian, ketika Anda membaca koran atau membuat presentasi mengenai harga minyak dunia, maka biasanya menggunakan standar yang dikenal dunia internasional. Ada 3 benchmark paling terkenal yang digunakan dunia, yaitu:
Brent – standar minyak ini digunakan oleh hampir 60% negara-negara dunia dan menjadi patokan utama di Eropa. Brent berasal dari Laut Utara, dengan ciri khas minyaknya yang encer sehingga cocok digunakan untuk permintaan untuk bensin dan semacamnya.
West Texas Intermediate (WTI) – Dari namanya saja sudah kelihatan, berasal dari Amerika dan menjadi patokan utama negara-negara di benua Amerika. Kualitasnya yang tinggi membuat WTI mulai menggeser dominasi Brent.
Dubai – Untuk para pembeli dengan kualitas di bawah Brent dan WTI, standar minyak Dubai menjadi pilihan. Standar minyak ini berisi pasokan dari Dubai, Abu Dhabi, dan Oman yang berciri kental dan mengandung sulfur dengan kadar cukup tinggi. Benchmark ini biasa digunakan untuk pengiriman di kawasan Asia.
Standar harga di sini menggunakan satuan USD/barrel. Yah kalo ukuran gampangnya, satu barel itu sekitar 151,4 liter.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia ternyata punya acuan harga sendiri, yang disebut Indonesian Crude Price (ICP). ICP ini kemudian akan menjadi dasar perhitungan minyak mentah dalam APBN. Untuk nilainya, Pemerintah memiliki formula ICP yang selalu dievaluasi setiap semester, sehingga ada kemungkinan untuk berubah per enam bulan.
Dampak Harga Minyak Dunia Ke Masyarakat
Sebelum bercerita lebih jauh mengenai korelasi harga minyak dunia sampai ke masyarakat, ada hal yang harus disampaikan terlebih dahulu. Harga minyak dunia dapat mempengaruhi Indonesia yang kaya akan minyak, karena Indonesia melakukan ekspor dan impor minyak mentah. Impor disebabkan produksi kilang Indonesia sudah tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan ekspor dilakukan atas produksi yang tidak sesuai dengan kualitas kebutuhan domestik. Cukup jelas?
Nah sekarang kita masuk ke tema dampak dari fluktuasi harga minyak kepada masyarakat. Sebelum berbicara lebih lanjut, saya telah menyiapkan beberapa variabel selama lima tahun yang ditarik dengan grafik dengan bantuan yahoo finance. Variabel tersebut meliputi rupiah (hijau), IHSG (biru), PGAS (ungu), dan standar Brent (merah). Silakan lihat gambar di bawah ini.
Silakan Anda simak sebentar untuk rupiah, semakin ke atas semakin melemah, sedangkan yang lain semakin ke atas semakin kuat. Dengan demikian bisa dibaca bahwa pada akhir penghitungan ketika harga minyak Brent turun -67%, maka rupiah turun -53%, PGAS yang merupakan proxy saham migas turun -34%, tetapi IHSG naik 22%.
Itu untuk cara baca, tetapi seperti biasa saya tidak akan membahas hal-hal yang njelimet. Di grafik ada kotak dengan tulisan “akhir 2013”. Menjadi menarik ketika semua serba stabil di momen itu dan langsung crash ketika Brent terjun menuju dasar. Coba cermati, bagaimana perilaku ketiga variabel lainnya. Rupiah ikut turun jelas karena faktor eksternal dan perlu diingat bahwa pelemahan harga minyak dunia akan berdampak pada penguatan dolar. Kemudian faktor kesamaan bisnis juga berdampak pada perusahaan gas seperti PGAS, dimana harganya langsung limbung.
Bagaimana dengan usaha lainnya?
Grafik ini sengaja saya tampilkan untuk membawa angin optimisme. IHSG secara mantap menunjukkan bahwa harga minyak dunia memang memiliki dampak kepada indeks mereka, tetapi bukan satu-satunya. Ada semangat untuk survive dari berbagai lini usaha yang dicerminkan melalui indeks saham. Alhasil inflasi tanah air tetap terjaga, dengan angka tertinggi terjadi pada bulan Desember 2014 sebesar 8%. Selain bulan itu, angka inflasi dominan di area 4%-6%.
Benar memang ketika saya turun ke pasar, harga-harga cenderung naik. Tetapi jika mau lebih dalam diteliti, kenaikan tersebut ternyata hanya temporary dan sangat singkat. Jika ada beberapa barang yang sudah naik dalam waktu lama, bisa dipastikan pasokan dari sumber lah yang dibatasi, bukan semata-mata karena transportasi.
Dan tahukah Anda kenapa saya menulis tentang ini? Sebagai penggemar nasi goreng, ternyata dalam kurun waktu 5 tahun, total kenaikan harga atas nasi goreng yang saya makan ini tidak lebih dari 20% atau per tahun pasti kurang dari 5%. Jadi saya simpulkan, fluktuasi harga minyak dunia yang gila-gilaan di luar sana, hanya akan berpengaruh sedikit atau tidak signifikan terhadap sepiring nasi goreng di depan saya.
Wassalamualaykum para penggila gorengan!
kholis mengatakan
jadi ini toh yang buat minyak turun, denger2 kawan di pertamina bonusnya jadi ga sekenceng dulu
diskartes mengatakan
Iya mas…langsung ngefek ke urusan dompet..
Endang mengatakan
Nice Kang.
Pembahasannya bener-bener mendalam, terbukti deh mana yang udah pengalaman sama “cuma” posting doang.
Mayan buat nambah wawasan
Salam hangat Blogger
diskartes mengatakan
Makasih kang Endang..
Mudah-mudahan bermanfaat..
Salam panas blogger kang.. 😀
Torao san mengatakan
tapi lucunya pemerintah tuh klo minyak naik, harga jual ke masyarakat di naikin jg,, tpi klo pas harga minyak muraah kagak pernh tuh diturunin.. 😀
kpn indonesia bisa memenuhin kebutuhan minyaknya sendiri yaa?
diskartes mengatakan
sebenarnya diturunin Pak, melalui pertamina. Jadi yang kerasa langsung ya BBM. Sayangnya langkah penurunan ini tidak diikuti dengan penurunan harga di pasaran.
vitamin ayam mengatakan
semoga ke depan indonesia bisa menjadi lebih baik, dengan memberi layanan masyarakat yg bagus, termasuk harga minyak yg selalu murah
diskartes mengatakan
amin.. semoga makin oke ya
terima kasih sudah mampir