Apakah kamu familier dengan resto yang bernama Karen’s Diner?
Pertama kalinya sih sepertinya dimulai dari sebuah postingan di media sosial, TikTok sih tepatnya, yang menampakkan pramusaji yang marah-marah ke pelanggan. Salah satu video TikTok yang viral banget mengenai restoran ini adalah video milik Ellie Coleman. Tapi lokasi restonya bukan di Sydney, tempat resto ini berasal, tetapi di Sheffield, Inggris.
Dalam video tersebut diperlihatkan, Ellie mengajak kakeknya makan di Karen’s Diner, dan sang kakek terkaget-kaget melihat “keanehan” yang ditunjukkan oleh para pramusaji di resto tersebut. Video Ellie Coleman menyebar ke berbagai platform, dan akhirnya mengantarkan popularitas lebih pada resto unik ini.
Dan, kabar gembira! Karen’s Diner konon bakalan buka di Jakarta akhir tahun 2022 ini.
Mengingat memang sudah populer, tentu saja hal ini disambut dengan antusias terutama oleh para netijen.
Tapi, di blog ini, kita enggak akan membahas restorannya, kita coba bahas dari sisi bisnisnya. Mari kita lihat satu per satu hal unik yang mungkin bisa kamu sontek dari bisnis ini.
Berbagai Strategi Karen’s Diner Worth to Steal
Trik Penamaan Bisnis
Karen’s Diner adalah sebuah franchise restoran dengan konsep pelayanan yang buruk.
Hah? Lah iya, memang begitu. Kalau di restoran lain, pelayanan pada pelanggan akan selalu dijaga baik-baik, pramusaji harus sopan, menghormati, dan ya … melayani dengan sepenuh hati, agar pelanggan senang dan puas. Akhirnya, diharapkan pelanggan akan kembali, syukur-syukur memberi tahu pada relasinya bahwa restoran tersebut makanannya enak, pelayanannya bagus, dan berbagai hal baik lain, sehingga mendatangkan pelanggan lagi.
Tidak demikian dengan Karen’s Diner.
Resto ini dinamai dari meme Karen yang ramai di tahun 2020-an. Karen digambarkan sebagai perempuan kaukasian, pirang, rasis, merasa selalu benar dan istimewa.
Kalau kamu pernah nonton film Mean Girls, mungkin kamu ingat salah satu adegan ikoniknya. Ketika tokoh Karen Smith—yang diperankan oleh Amanda Seyfried, yang berambut pirang dan menjadi karakter yang menyebalkan—bertanya pada tokoh Cady Heron—yang diperankan oleh Lindsay Lohan, “Kalau kamu berasal dari Afrika, kenapa kamu berkulit putih?” –dan kemudian dijawab dengan, “Oh my god Karen, you can’t just ask people why they’re white.” oleh Gretchen Wieners, yang diperankan oleh Lacey Chabert.
Sejak saat itu, Karen pun menjadi salah satu tokoh meme yang sangat terkenal, terutama lines tersebut.
Kamu pun mungkin mengenali dialog ini di salah satu film Harry Potter juga, ketika Harry bertemu Voldermort.
So, dari sini kita belajar, untuk “mempersingkat” upaya marketing, kita bisa ikut riding the wave; mencari sesuatu yang sudah “ring the bell” duluan di masyarakat. Sesuatu yang sudah populer, sudah mudah dikenali, sehingga nantinya saat kita mengembangkan bisnis, branding akan lebih mudah.
Di Balik Layanan Buruk Ternyata Ada Maksud Baik
So, mengikut dari karakter Karen yang “unik”, maka diharapkan para staf yang bekerja di Karen’s Diner juga menjadi … ya si Karen itu. Artinya, mereka adalah tukang mengeluh, dan cenderung rude alias kasar.
Sekilas, ide ini tampak menakutkan sih. Ya, memangnya siapa yang mau dicap sebagai restoran dengan pelayanan terburuk? Pramusajinya kasar, bahkan kadang mengumpat? Seakan kita minta dikasih bintang 1 di Google Map? Lalu siapa yang bakalan datang nanti?
Tapi, di situlah letak magic-nya. Ternyata, strategi itu bekerja dengan baik. Because, black marketing is the best marketing, right?
Memang. Di resto ini, pramusaji akan mengata-ngataimu, membanting makananmu, dan berbagai tindakan buruk lainnya. Meskipun mereka juga punya rambu-rambu, salah satunya dilarang keras untuk SARA. Bagian terbaiknya, kamu sebagai pelanggan juga diperbolehkan untuk melakukan hal yang sama pada mereka, sesuai dengan hal yang mereka berikan padamu.
Jadi, kalau misalnya, kamu merasa makanannya enggak enak, merasa nggak nyaman, dan punya berbagai keluhan, kamu bisa menyampaikannya pada mereka secara langsung—tak perlu sungkan!
Jadi, dengan mendapatkan feedback secara langsung dan terbuka, pihak resto juga akan dapat dengan mudah mengetahui dan mengevaluasi, apa saja yang perlu mereka perbaiki ke depannya. Tapi ya, jangan harapkan mereka akan kemudian memberikan reaksi positif juga. Mereka akan “berterima kasih” atas komplain kamu dengan cara yang “lain” pula.
Bahkan di website resminya, ada lo tagline “a place where you can complain until the cows come home because we literally don’t care.”
Proposisi Penjualan yang Cerdas
Salah satu elemen branding yang penting adalah proposisi penjualan; kamu ingin men-“sinonim”-kan bisnismu ini dengan apa?
Contoh sebelum kita membedah proposisi penjualan resto unik ini. Misalnya, ada restoran yang konsepnya makan di penjara. Maka, saat kamu ingin mengajak orang lain, kamu mungkin akan berkata, “Eh, makan di resto yang kayak penjara itu yuk!” Atau mungkin, “Eh, udah pernah makan di resto yang kayak penjara itu belum?”
Kasus lain, misalnya ada kafe kucing. Kamu mungkin akan bilang, “Eh, kafe yang banyak kucingnya itu di mana sih lokasinya?” Atau, “Makan di kafe yang di dalemnya banyak kucing itu yuk! Gemezh banget deh, pengin makan ditemenin Meng.”
Kayak gitu kan? Memang ada sih resto yang dikenal dengan makanan ikoniknya. Misalnya, “Kamu kudu nyobain udon di kedai A deh. Enak banget gila, belum ada lawan!”
Tapi konsep dan strategi penjualan makanan ikonik ini tidak akan dapat berlaku di resto seperti Karen’s Diner yang menyediakan berbagai comfort food ala barat, kayak burger dan sebangsanya. Mengapa? Karena ada banyak resto lain yang menyediakan burger dan menu yang mirip, dan mungkin saja yang lain lebih ikonik. Kayak ada black burger, burger UFO, dan sebagainya.
Resto Karen’s Diner harus mencari cara lain agar mudah disebutkan oleh (calon) pelanggan.
Nah, dengan konsep pelayanan yang buruk ini, orang akan dengan mudah mengingat dan menyebut Karen’s Diner. Kayak, “Eh, mau nggak makan di resto yang pelayannya jutek itu?” Dan, orang akan langsung ingat pada Karen’s Diner.
Proposisi penjualan yang cerdas, bukan?
Sadari Kebutuhan akan Perkontenan
Zaman sekarang, yang namanya resto, kafe, coffee shop, enggak hanya sebagai tempat makan dan minum saja. Tapi ada kebutuhan besar dari pelanggan yang juga harus diakomodasi. Apa itu?
Kebutuhan perkontenan.
Karena itu, banyak kafe, resto, kedai, dan sejenisnya yang berlomba-lomba mencari cara supaya pelanggan suka dan kemudian membuat konten untuk diposting di akun Instagram dan lainnya. Cara-cara seperti membuat sudut-sudut selfie-able sudah banyak yang buat, diskon kalau share di media sosial juga sudah banyak yang melakukan. Semua itu sudah so yesterday.
Apa yang belum ada, dan berhasil dilakukan oleh Karen’s Diner?
Ternyata perilaku pelayanan di Karen’s Diner juga sangat Instagrammable dan TikTokable. Ingat bagaimana video Ellie Coleman jadi viral kan? Dan, sekarang kamu bisa lihat, di TikTok banyak banget video mengenai Karen’s Diner dari seluruh cabang yang ada di dunia. Semua menampakkan bagaimana “buruk”-nya pelayanan di Karen’s Diner.
Sebuah strategi marketing yang taktis dan mumpuni.
Karen’s Diner menyadari, bahwa 78% orang yang datang ke suatu tempat—seperti resto, kafe, sampai objek wisata juga—akan mengunggah pengalamannya ke akun media sosial masing-masing. Pun soal 61% Gen Z yang secara khusus selalu mengontenkan apa saja yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami ke media sosial.
Karen’s Diner memanfaatkan kecenderungan ini dengan sebaik-baiknya.
Dengan kekuatan TikTok, Reels Instagram, dan Shorts YouTube yang memang lagi pada naik penggunaannya, Karen’s Diner pun bisa mendapatkan perhatian dengan lebih cepat, dengan “memanfaatkan” pelanggan mereka sebagai staf marketing (tanpa dibayar).
Kesimpulan
So memang. Untuk bisa dikenal dan diingat, kita harus berani beda. Sayangnya, hasilnya bisa jadi dua macam: gagal atau sukses.
Dalam hal ini, Karen’s Diner sangat berhasil memanfaatkan sesuatu yang sangat populer dan diadopsi menjadi sebuah “culture” pada bisnisnya. Ada kepuasan tersendiri memang ketika kita berlaku “tidak sesuai dengan kenormalan” atau ketika kita “melanggar aturan”—hal yang justru dimungkinkan untuk dilakukan saat kita makan di Karen’s Diner. Hingga akhirnya, hal tersebut menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan tidak bisa didapatkan di tempat lain.
So, gimana? Apakah kamu sudah menemukan ide strategi bisnis ala Karen’s Diner tetapi dengan versimu sendiri?
Atau, masih bingung bagaimana memulai bisnis? Tenang, coba dengerin podcast ini dulu sebelum kemudian mencoba membuat perencanaan bisnis.
Jangan lupa untuk subscribe channel YouTube Diskartes dan juga Podcast Diskartes untuk berbagai ilmu perencanaan keuangan, investasi, dan ekonomi seru lainnya ya.