Assalamualaykum pembeli saham!
Masa tergalau bagi para investor saham adalah ketika portofolio menjadi merah. Gimana enggak, niatnya mau cuan kan malah jadi batal. Biasanya juga seorang investor enggan mengakui bahwa dia telah salah pilih saham. Dalam kondisi demikian, terkadang sifat haqiqi manusia menjadi trader tetiba muncul.
Bagaimanapun juga ketika sebuah saham sudah dibeli, berarti nasi sudah menjadi bubur. Mau cuan mau rugi, itu adalah kepunyaanmu. Namun saya yakin ketika Anda beli, pasti sudah dengan perhitungan yang matang, atau paling tidak keyakinan tinggi. Orang yang beli saham karena dipengaruhi orang lain termasuk kategori kedua, asal yakiin!
Sebenarnya saya tergelitik menuliskan ini karena kemarin ada salah seorang klien investasi Diskartes, mengirim wasap seperti ini:
“Kakanda, ada temenku yang ternyata main saham sudah agak lama. Tapi aku kaget lhoh karena portofolionya merah semua.”
Kujawablah,
“Jangan kaget, sama kok dengan punya Kakanda. Hahaha”
Kemudian saya minta dia kasih tahu beberapa portofolio yang dikoleksi, dan memang benar. Merahnya parah, bahkan ada satu saham milik perusahaan yang sebetulnya sudah bangkrut. Artinya 100% lenyap itu, so what next?
Masih menyangkal kalau enggak salah beli saham?
Come on guys, salah tuh sudah biasa kok. Bukan perkara yang perlu dibesar-besarkan, justru rugi beranak pinak kalau didiamkan. Ketika masuk ke bisnis ini, kita harus sadar bahwa kemungkinan loss tuh ada. Kalau tidak, bukan bisnis namanya.
Akui diri sendiri telah salah beli saham.
Apa yang harus dilakukan selanjutnya jika salah beli saham?
1. Yakin sudah ngaku?
Tentu akan saya tanya lagi. Kalau sampai keluar kata-kata macam:
- “ah kan sudah melakukan analisis fundamental dan teknikal”
- “aku tidak tidur semalaman lho buat nemuin saham ini”
- “kata guruku, saham ini cuan kok. Meski nunggunya 100 tahun mendatang”
Hello! Itu kalian belum ngaku!
Bisa dibilang denial merupakan hal tabu dalam berinvestasi, apapun itu. Mau investasi reksadana, emas, atau bahkan properti. Siapa bilang harga rumah naik terus? Ada tuh teman saya beli rumah seharga Rp1,9M tapi kalau dijual sekarang hanya akan laku Rp1,5M. Anda manusia bukan? Anda bisa salah.
Saya enggak bisa nerusin cara buat benerin kesalahan kalau mindset masih aja seperti ini. Bila Anda sudah siap menerima kejutan, bolehlah lanjut.
2. Jual saham hasil rekomendasi orang lain
Stephani punya lima saham A, B, C, D dan E yang semuanya turun drastis. Saham A, B, dan C adalah hasil rekomendasi Tuan Kartes. Saran saya adalah langsung jual ketiga saham itu dulu. Evaluasinya nanti-nanti saja untuk saham rekomendasi orang.
Beberapa pembaca Diskartes yang sudah lama pasti bingung, kok langsung dijual aja? Padahal di tulisan saya tentang strategi saham turun, mengungkapkan untuk harus mengevaluasi trading plan.
Jadi gini, ketika Anda beli stock pick (rekomendasi saham), ada dua analisa yang seharusnya jalan. Pertama dari si pemberi rekomendasi, kedua dari Anda. Praktiknya, sebagian besar hanya analisa dari si pemberi rekomendasi, buyer enggak melakukan analisa entah karena sudah yakin, malas, atau enggak paham. Singkat cerita, investor seperti ini belum siap investasi.
Nanti kalau sudah beli saham dan ternyata rekomendasinya salah, kalian nyalahin pemberi stock pick dong.
Evaluasi saham hasil rekomendasi hanya bisa dilakukan oleh Anda ketika sudah paham cara melakukan analisis, entah itu fundamental maupun teknikal. Nah kalau kalian memang paham cara menganalisa, barulah menyeleksi lagi rekomendasi tersebut, tidak membuang semuanya. Ingat, sekarang saham tersebut bukan saham rekomendasi. Tapi saham pilihan Anda!
3. Adakah berita buruk?
Hal pertama yang muncul di otak ketika saham turun ga beraturan adalah,
“Kenapa ini bisa terjadi?”
“Apa sebenarnya yang bikin saham Z turun?” atau,
“Apakah hanya saham Z atau semua saham di indeks memang sedang mengalami penurunan?”
Nah dari situ harusnya Anda mulai melihat sekeliling dan mencari informasi. Apakah ada perubahan manajemen di dalam perusahaan yang membuat harganya turun drastis. Atau jangan-jangan biang keroknya adalah faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah dan isu geopolitik.
Saya berpendapat bahwa berita terburuk adalah jika ada fraud atau masalah pelanggaran hukum yang melibatkan perusahaan. Bagaimanapun juga, bila good governance di perusahaan tidak dijaga dengan baik, lambat laun akan mempengaruhi sustainability perusahaan.
4. Membuat keputusan segera
Pepatah kuno bilang,
“Memutuskan perkara terlalu lambat, sama dengan tidak memutuskan perkara”
Saya lupa siapa yang bikin, tapi begitulah kira-kira. Jadi kondisi sekarang kan berarti Anda sudah:
- mengakui kesalahan
- menghapus saham rekomendasi, atau melakukan evaluasi ulang
- tersisa saham pilihan sendiri yang salah, kemudian mencari berita buruk
- Clear belum???
Ketika data dan fakta sudah terkumpul, maka inilah saatnya Anda untuk memutuskan. Apakah saham tersebut masih layak ditahan dalam artian nunggu sampai harganya kembali normal. Atau memang saham yang dibeli harus segera dibuang karena secara fundamental dan teknikal tidak masuk akal ada orang beli saham ini.
Saya akan beri tahu kepada kalian sebuah kenyataan pahit:
Pertama, saham yang turun dalam, bisa kembali ke harga normal atau turun sampai hilang 100% jika perusahaannya bangkrut.
Kedua, saham memang bisa kembali ke harga normal. Waktunya bervariasi, ada yang cepat dalam hitungan bulan, tapi mungkin juga sangat lama atau bertahun-tahun.
Ketiga, panic sell tidak akan memperbaiki keadaan dan panic buy bikin orang bangkrut. Keep kalem.
5. Mentalitas
Oh ya, memutuskan bukan bagian terpenting. Ternyata yang paling penting adalah konsistensi dan keteguhan mentalnya karena Anda akan diuji terus menerus.
Misalnya begini, Anda beli saham ZZZZ harga Rp1.000,- karena turun, akhirnya dijual di harga Rp700,-. Setelah dijual ternyata seminggu kemudian justru naik Rp1.400,-. Sakit hati bukan?
Atau cerita lain deh,
Anda beli saham AAAA di harga Rp2.000,- dan turun sampai Rp1.500,-. Enggak dijual karena berpikir akan naik lagi. Eh realitanya harga terus merosot sampai Rp900,-. Nasi sudah menjadi bubur.
Di bisnis saham, mentalitas memang selalu diuji. Jadi ketika sudah memutuskan untuk menahannya karena analisis sudah kuat, yaudah yang teguh meski ternyata turun lagi. Atau selesai menjual sahamnya berdasarkan perhitungan matang, jangan sedih ketika saham tadi naik.
Konsisten bukan berarti tidak fleksibel. Dalam batas tertentu Anda tentu harus melakukan perhitungan dan evaluasi-evaluasi baru.
Salah sekali dibayar dua kali
Apaan nih?
Gini nona sekalian, ada hukuman yang biasa saya lakukan saat “trading”, untuk menjaga kestabilan modal. Jadi jika saham A minus 10%, maka paling tidak jual saham B dan saham C positif 10%. Rumus ini sering banget tidak berlaku, terutama jika saham-saham tersebut sedang dalam trend. Namun untuk kondisi saham sideway, maka teknik tadi memungkinkan.
Saya memang cenderung lebih menyukai teknik “value investing” karena tidak menguras energi seperti trading. Tapi paling enggak ngerti lah urusan trading, konsepnya kan banyakin kemenanganmu dibanding kekalahanmu. Tidak jauh-jauh dari slogan itu.
Wassalamualaykum pembeli saham!
Jovi mengatakan
Hi mas salam kenal.
Saya kenal saham dan bljar secara otodidak dari Nov 2018. Portfolio sering merah tapi ya gitu ,saya biarin saja ,maksimal dlm 1bulan udah balik ijo2 dan lepas.
Oh ya,sepertinya saya tipe growth investing ini, lebih suka trading, walau sbnernya cuman bikin kaya sekuritasnya aja haha.
diskartes mengatakan
haha.. semangat terus yaaa
Joko mengatakan
Hai mas..mau nanya nih..saya pengen nyoba trading di saham..karena saya pernah trading di forex dan..gagal
Yg mau saya tanyakan,apakah terfloatingnya saham dengan forrx itu berbeda ?
Mksdnya begini..katakan saya punya modal 10 jt,trading di forex sbesar 1 lot..open posisi buy..ternyata garga turun,,dan ketika saya hold, harga turun terus itu menggerus modal saya sampai margin call..alias modal hilang..nah,yg mau saya tanyakan..apakah di saham juga sama seperti itu ??
Bisa sampai margin call ??