Assalamualaykum penikmat sains!
Saya bisa dibilang menggemari perkembangan blockchain dari tahun ke tahun, sementara cryptocurrency adalah bagian dari blockchain itu sendiri. Meski saat ini sedang tidak mengoleksi cryptocurrency karena harganya sedang luar biasa naik turun, tapi konsep pemanfaatan blockchain semakin unik saja.
Ada yang memanfaatkan blockchain untuk bisnis emas, berlian, virtual reality, sampai ke urusan pengungsi.
Tambah menarik lagi ketika pakar keuangan mengatakan cryptocurrency adalah scam! Tidak semua pakar memang, tapi sebagian besar, termasuk jajaran direksi lembaga keuangan internasional.
Nouriel Roubini yang terkenal dengan julukan Dr. Doom karena memprediksi bubble subprime mortgage pada tahun 2008 mengatakan ke Cointelegraph,
I’m not against [it], I’m open to any type of innovation, but I’m an expert on financial crises and asset bubbles. And I became famous [by] predicting the global financial crisis — the burst of that bubble.
I can see a bubble when there is one — and to me, this entire space has been the mother and the father of all financial bubbles and now it’s [going to] burst.
Hampir mendekati kebenaran bukan? Karena Bitcoin telah terjun bebas dari Rp230 jutaan sampai Rp80 jutaan.
Tapi…
Menurut saya, BTC dan mata uang kripto memang sedang mencari harga yang “layak”.
Jangankan kripto, lha properti juga selalu mencari harga yang tepat meski saat ini trendnya masih mengalami kenaikan.
Benarkah volatilitas crpytocurrency adalah pertanda scam?
Isu yang paling sering diangkat oleh masyarakat dan regulator adalah soal volatilitas. Di Indonesia harga Bitcoin sempat menyentuh sekitar Rp250 juta untuk setiap kepingnya, orang kemudian heboh sendiri. Ada yang tidak mau ketinggalan kereta sehingga mulai beli BTC, tapi ada yang tidak suka dengan kenaikan ini sehingga berteriak “bubble”. Well, golongan terakhir puas ketika harga BTC ambles sampai di bawah Rp100 juta.
Selain masalah kelayakan harga seperti yang sudah diungkap di atas, menurut saya volatilitas Bitcoin dan mata uang kripto lain adalah EUFORIA, bukan scam. Coba baca psikologi trading yang sempat kita bahas di blog.
Saya memiliki asumsi sendiri terhadap volatilitas cryptocurrency, akan dijelaskan menggunakan contoh BTC yang nampaknya cukup mewakili.
Pada huruf B ketika harga bitcoin mencapai klimaks, volume perdagangan memang sangat tinggi. Baik mendorong harga naik, maupun setelahnya ketika bitcoin terjun bebas. Sekarang mari perhatikan bagian A dan C, dimana volumenya hampir mirip. Meski volumenya tidak menunjukkan lonjakan yang luar biasa, ada “sedikit” kenaikan harga bukan?
Dari sample sederhana tadi, saya meyakini bahwa Bitcoin memang layak mengalami kenaikan, tapi teratur, bukan melonjak sekian ratus persen dalam tempo singkat.
Kenaikan pada awal tahun 2018 tadi membuat trader berjudi, mereka mengharapkan keuntungan besar dari koin-koin murah untuk sesukses Bitcoin. Siapa yang tidak mau coba, kalau beli coin seharga 2 juta berubah menjadi 20 juta dalam sekejap. Makanya momen tersebut membuat cryptocurrency lain juga mengalami kenaikan ratusan persen, sebut saja stellar, ripple, dan ethereum.
Judi -> Naik Turun Drastis -> Dianggap scam!
Tapi… kita memang harus mewaspadai kemungkinan scam, karena memang ada.
Beberapa cryptocurrency terindikasi scam!
Sama seperti saham atau investasi lain, cryptocurrency memiliki proyek sebagai basis penggunaan mata uangnya. Jadi seharusnya jika tidak ada skema bisnis yang jelas dalam blockchain, maka nilai cryptocurrency tadi adalah nol.
Ethereum berfungsi sebagai platform software blockchain, bitcoin sebagai peer to peer payment, dan seterusnya. Problemnya, tidak semua orang memiliki niat baik saat membuat bisnis, ada beberapa pihak yang hanya mengincar duit investor saja sehingga mengarah ke scam.
Pincoin dari Filipina dan Onecoin yang terbukti skema ponzi merupakan dua contoh penipuan besar di dunia cryptocurrency. Ditengarai merugikan masyarakat dunia lebih dari USD600 juta, membuat CEO nya kaya dengan cara yang tidak masuk akal.
Berbicara soal scam, saya langsung menghubungi salah satu adviser senior di XinFin bernama David Freuden, dia adalah salah satu orang penting perusahaan blockchain yang berasal dari Singapura tersebut. Berdiskusi cara mengidentifikasi cara CEO meraup keuntungan ilegal dari cryptocurrency, melalui ICO. Uda baca juga tentang Initial Coin Offerings kan?
Kartes: Hi David, I have simple question for you. How people know that the ICO is not a scam?
David: Haha. So not that simple. I have a process that I go through in evaluating all projects. It is sequential, and should be done in the sequence so that you do not waste to much time over analysing scam projects and inappropriate projects.
It is very important to define what a scam is. Some scams are essential malicious scams. From day 1 their only purpose is to steal and rob you. But then you should also ask – is the intent, professional experience and business case that is presented by founders suitable for this projects objectives. If not, then you may lose your money. The founders may not have intended to be a scam, but their lack of experience and skills still result in your losing your money.
Sepakat dengan yang dikatakan David, pada akhirnya semua akan kembali ke tujuan blockchain dan tim manajemen. Proyek blockchain yang tidak memiliki tujuan jelas, sama halnya dengan membakar uang investor. Sementara apabila tujuan jelas, namun timnya tidak memiliki kapabilitas, bahkan bisa mengarah ke penipuan.
Perkara menentukan scam atau tidak memang cukup pelik di Indonesia karena sumber informasi belum terlalu banyak. Saran saya jika ada crytpocurrency baru, kalian bisa mengecek model bisnisnya, kemudian gugling nama-nama yang terlibat dengan manajemen. Imajinasikan apakah memang menarik atau tidak, cek juga whitepaper nya.
PR memang, tapi lebih baik daripada buang duit bukan?
Keamanan blockchain vs serangan Hacker
Segala sesuatu yang menyangkut urusan uang harus dilakukan dengan tingkat keamanan tinggi. Permasalahan keamanan juga menjadi perhatian investor, terlebih dengan begitu seringnya serangan hacker terhadap jaringan blockchain.
Namun coba kita bandingkan dengan sederhana antara Bank dan Blockchain.
Bank atau institusi lain, menjadi pihak ketiga semua transaksi masyarakat. Orang menabung dan disimpan, kemudian ditransfer ke temannya melalui jaringan di Bank tersebut. Dengan demikian, kemana hacker akan menyerang? Ke sistem bank yang sentral tadi, bukan?
Blockchain mendistribusikan otorisasi kepada masing-masing user dalam komunitas. Saat si A transfer ke B, transaksi tersebut akan tercatat di setiap buku besar milik semua user dalam komunitas. Nah karena otorisasi ada di setiap user, maka untuk nge-hack harus menyerang ke semua jaringan, bukan ke satu titik. Mahal!
Dibandingkan menyerang jaringan blockchain, hacker lebih menyerang entitas pendukungnya, misal wallet kripto-nya, atau perusahaan exchanger. Bisa juga dengan melakukan penipuan ke kita dengan melakukan phising, yang artinya membuat wallet palsu. Trik semacam ini yang seharusnya dikhawatirkan.
Wassalamualaykum penikmat sains!