Assalamualaykum pemirsa!
Siapa hayo yang pernah rugi banyak main saham? Nggak ada yang pernah rugi?
Pembohong kalian!
Orang sekelas Warren Buffet dan Lo Kheng Hong aja pernah rugi kok, atau si spekulan sejago J.Livermore juga pernah rugi gila-gilaan.
Kalau Anda belum pernah rugi, ada dua alasan selain pembohong. Yang pertama adalah kalian masih baru mulai main saham, jadi dapet beginner’s luck. Tinggal nunggu aja disamperin sama penurunan harga saham. Alasan kedua, belum kepikiran saya. Nanti aja deh dipikirin alasan lainnya.
Ngomong-ngomong soal rugi, salah satu saham saya sedang berdarah-darah ni turun sampai minus 20% di tengah tahun 2018. Sektor konstruksi bergerak diluar perkiraan saya, jadinya turun deh. Sudah bangkrut? Enggak dong, saham lainnya ada yang menanjak lebih dari 50%, diwakili sektor komponen otomotif dan ritel.
Untung saja diversifikasi yang dilakukan berjalan dengan baik, sehingga bisa bertahan ditengah gempuran penurunan IHSG.
Jadi memang, paling penting bukan untung besar, apalagi selalu untung, yang sebenarnya mustahil untuk dilakukan. Prinsip utama ketika berinvestasi atau trading adalah, lebih sering untung dibanding ruginya.
Sebelumnya saya sudah mengupas tentang sikap seorang investor menghadapi saham yang sedang turun. Kali ini, kita akan mengupas teknik yang diperlukan agar bila sampai merugi, tidak menyebabkan kebangkrutan.
Bicara soal mitigasi risiko di saham, tidak ada yang lebih baik dibandingkan diversifikasi. Mari kita ulas satu persatu, terutama untuk Anda yang belum pernah bergelut di dunia persahaman.
Takut kebanyakan rugi main saham? Diversifikasi dong!
1. Jangan fokus pada satu sektor saham
Mari berimajinasi sejenak, ketika si Jodi punya 3 saham yaitu ASII, WSKT, dan ERAA. Pada bulan Januari – Maret, ternyata WSKT membukukan keuntungan lebih dari 30%. Sementara yang lainnya masing-masing cuma 10% dan 12%. Akhirnya Jodi memutuskan tidak mendiversifikasikan dan hanya membeli WSKT setelah menjual kedua saham lainnya. Dia percaya bahwa sektor konstruksi akan menjadikan dia kaya lebih cepat.
Naas, pada bulan April-Mei, WSKT turun hampir 40%, bukannya untung malah buntung. Sementara yang lainnya ada yang turun tipis dan naik banyak.
Seandainya Jodi tetap pada trading plan untuk membagi-bagi porsi saham, maka nilai rugi main saham miliknya tidak akan terlalu banyak. Bisa jadi untung, meski sedikit.
Atau contoh lain, Jodi tidak beli WSKT setelah jual ASII dan ERAA. Tapi beli WSBP yang masih satu grup dengan Waskita, sama-sama konstruksi pula. Sama aja dong! Biasanya dampak yang dirasakan emiten dalam satu sektor, akan terasa sama hasilnya.
Paling tidak usahakan memiliki tiga sektor andalan yang masing-masing bisa diwakili satu atau dua saham. Dengan demikian, portofolio Anda akan lebih sehat karena tidak akan tergantung hanya pada satu sektor atau industri.
2. Hindari terlalu banyak diversifikasi jika enggan rugi
Wah, kalau yang ini justru sebaliknya.
Pernah denger sajak lagu
“Too much love will kill you, lalalalaaaaaaaa… laaaa……”
Kalau di dunia kita, “too much stocks will kill you…”
Meski memang Manajer Investasi yang mengelola portofolio klien, biasanya memiliki banyak saham yang dikoleksi, bisa puluhan, tapi jelas sangat tidak cocok dilakukan oleh individu.
Perbedaan resource baik berupa informasi maupun waktu yang disediakan, akan mempengaruhi hasil. Saya yakin, banyak diantara Anda yang tidak hanya nyari duit di investasi saham kan? Pasti ada juga yang bekerja seperti PNS, karyawan toko, atau malah pemilik bisnis kecil.
Saran saya, pilih maksimal 10 saham saja dulu untuk pemula.
Dengan membatasi jumlah saham yang dikoleksi, memberi waktu yang cukup untuk menganalisa sampai ke “jeroan” nya. Jadi nanti kalau sampai rugi pas main saham, ya tidak nyalahin orang lain. Kan uda menganalisis sendiri?
Be wise and gentle.
3. Teknik Average Buy alias beli nyicil
Lagi-lagi, langsung ilustrasi aja ya, sekarang pake gambar dari harga Astra (ASII). . .
Januari 2018, harganya Rp 8.300,-
Februari 2018, harganya Rp 8.575,-
Maret 2018, harganya Rp 8.075,-
April 2018, harganya Rp 7.550,-
Mei 2018, harganya Rp 7.150,-
Perhatikan ya gaes, ada orang yang bilang bahwa membeli saham dengan “sekali pukul” dan jumlah besar, bisa menjadi boomerang. Misalnya kawan kita Joper dan Batmang, masing-masing punya simpanan 100 juta.
Joper beli saham ASII di bulan Januari dengan uang 100 juta. Semuanya langsung dibeli dengan harga 8.300. Pada bulan Mei, nominal portofolio dia akan turun 13% karena harga saham anjlok drastis dari 8.300 ke 7.150.
Batmang lain lagi, dia beli dengan cara mencicil. Artinya 100 juta dibagi 5, sehingga tiap bulan beli dengan nominal 20 juta. Di akhir Mei, penurunannya sekitar 9% karena merupakan rata-rata harga selama 5 bulan terakhir.
Di sisi lain, memang dengan teknik ini, kenaikannya juga akan terbatas. Tapi cocok lah digunakan oleh kawan-kawan yang baru terjun di pasar modal seperti Joper dan Batmang.
4. Saham agresif vs defensif
Beberapa ahli berpendapat bahwa saham defensif adalah saham yang ngasih dividen rutin dan bisnisnya stabil. Namun menurut saya sendiri, saham defensif bisa berubah menjadi agresif, sehingga tetap perlu diklasifikasikan secara periodik.
Kondisi market akan mempengaruhi tipikal saham dalam suatu periode. Sebagai permisalan, pada tahun X, saham konstruksi bisa dianggap sebagai saham defensif, tapi ternyata ada kebijakan baru pemerintah yang menyebabkan permintaan naik, maka akan ada lonjakan yang signifikan.
Bagus memang jika kita menganalisis saham, memperhitungkan dividen yang akan diterima. Mirip-mirip tekniknya Joel Greenblatt. Tapi selain itu, pada tahun tertentu, perhitungkan saham mana yang tidak akan rugi terlalu dalam jika market crash?
Dari beberapa pengamatan saya, saham bank adalah salah satu saham yang tidak bisa masuk kategori “jangkar”, karena biasanya jika market turun, saham bank justru paling cepat turun, meski rebound nya juga cepat. Ini akan jadi PR kalian untuk menentukan bisnis yang tetap diminta tinggi, meski pasar crash.
Setelah mengetahui mana saham defensifnya, saatnya beli saham agresif, buat ngincer profit setinggi-tingginya!
5. Dana Cadangan untuk Buy Back
Cut Loss bukan tindakan pengecut gaes!
Justru ketika market confirm turun, cutloss adalah pilihan smart untuk membeli saham di harga yang lebih bawah. Kalau Anda bukan termasuk orang yang demen cutloss, atau lebih milih investasi jangka panjang, maka sisihkan sedikit dana.
Jadi tidak semua dicemplungin di saham, tapi beneran pegang cash adem juga. Buat apa?
Nah, saat pasar turun drastis, uang cash tadi bisa digunakan untuk borong saham yang terdiskon dengan harga sangat murah. Lumayan kan?
Nampaknya tips kali ini uda cukup ya gaes, mudah-mudahan kerugian saat pasar crash bisa termitigasi.
Wassalamualaykum pemirsa!
nia nastiti mengatakan
Aku masih jadi tukang cicil sampe sekarang, haha. Ntah kenapa takut kalau borong. Lebih tenang nyicil :p
diskartes mengatakan
hahaha,, gapapa kalau memang style nya lebih suka nyicil Nia..
Mudah-mudahan selalu untung yaa
chandra mengatakan
Makasih mas untuk sharing ilmunya. Bagi saya yang newbie. Management uangnya yang aman gimana ya mas. Misalnya punya dana …. juta. Buat cadangan backupnya berapa persen? Untuk buy back kalau cut loss dan tidak cutloss.
Citra mengatakan
Assalamualaikum mas cara diversifikasi investasi brdasarkan risk profile, ratio utang, level likuiditas sdh pernah dbahas blm ya? Boleh sarannya Mas? So far trbantu bgt baca tulisan2nya yg mmbuat hal rumit jd gampang. Barakallahu fiik.
diskartes mengatakan
Untuk serigid itu memang belum. Bisa jadi bahan pertimbangan.
Syukron