Ternyata blog ini banyak mempertemukan teman lama, masih inget guestpost Januari lalu? Tulisan dengan judul “That Language of Business” dari seorang dosen di PKN STAN yang akan melanjutkan studi ke Amrik. Nah kali ini ada kawan kita yang lain lagi.
Beliau adalah Betrika Oktaresa, S.S.T, CRMP yang bertugas sebagai Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kawan saya di STAN dan seorang playboy kampus (kalau mau dihapus, email saya, bro), namun prestasinya menjulang. Saat ini sedang berada di Inggris untuk menyelesaikan studinya.
Tema artikel yang Anda baca sekarang adalah tentang RISK ATTITUDE atau sikap Anda ketika ketemu risiko. Baik investasi, bisnis, bahkan bercinta pun ada risikonya.
Yuk, langsung hajar!
Setiap hari, baik individu maupun organisasi melakukan berbagai usaha untuk mencapai tujuan mereka masing-masing, termasuk Anda semua. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, kita akan menghadapi risiko yang tak terhitung banyaknya (innumerable risks).
Karena karakteristik risiko yang bersifat tidak pasti (uncertainty) dan memiliki konsekuensi (consequence), maka kita perlu mengelola risiko yang ada agar tidak menghambat pencapaian tujuan.
Hillson dan Murray-Webster dalam bukunya “Understanding and Managing Risk Attitude”, bilang begini
“Manajemen risiko adalah ilmu manajemen yang akan membedakan antara keberhasilan dan kegagalan.“
Sebagai langkah pertama untuk dapat mengelola risiko pribadi, kita perlu memahami apa sajakah risiko-risikonya. Namun di atas semua itu, kita perlu terlebih dulu mengetahui bagaimana kita berperilaku terhadap risiko, atau lebih populer disebut dengan risk attitude.
Risk Attitude?
Risk attitude memiliki pengaruh penting terhadap proses manajemen risiko karena untuk bisa menguasai manajemen risiko individu (individual risk management), seseorang perlu terlebih dulu mengetahui risk attitude-nya.
Setiap orang menghadapi berbagai risiko dalam hidupnya, namun risiko-risiko pribadi yang bervariasi tersebut dapat diklasifikasikan dalam enam klasifikasi, seperti risiko pendapatan, risiko biaya pengobatan, risiko utang, risiko aset fisik, risiko aset keuangan, dan risiko umur panjang (longevity risk).
Pentingnya kita mengetahui apakah risk attitude kita dalam mengelola risiko, dikarenakan setiap individu diharuskan membuat keputusan dan penilaian. Sementara dalam sebuah penelitian ditemukan bukti bahwa risk attitude memiliki efek penting dalam menentukan confidence judgements seseorang.
Risk attitude dapat diartikan sebagai respons yang dipilih terhadap ketidakpastian dan memiliki konsekuensi. Respons tadi bisa positif atau negatif, serta berefek pada pencapaian tujuan.
Apakah semua orang punya risk attitude yang sama?
Tidak.
Seseorang bisa memiliki risk attitude yang berbeda dengan orang lain meskipun mereka berdua menghadapi situasi yang sama, karena hal itu tergantung pada bagaimana individu merasakan ketidakpastian.
Sebuah kesalahan jika kita kemudian melabeli seseorang pada suatu risk attitude tertentu. Namun demikian, mayoritas orang akan memiliki kecenderungan risk attitude yang khas. Di mana sikap tersebut akan menunjukkan bagaimana respons asli kita yang akan muncul pertama kali jika berhadapan dengan ketidakpastian tadi.
Itu karena risk attitude menciptakan perilaku risiko (risk behaviour) seseorang.
Sebagai catatan, risk attitude bukanlah satu-satunya elemen yang mendorong perilaku jika seseorang berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan sebagian besar perilaku didorong oleh respon langsung terhadap situasi tertentu.
Namun perlu diingat bahwa dalam situasi yang menguntungkan atau netral tanpa tekanan, risk behaviour akan dominan dipengaruhi oleh risk attitude.
Kartes’s Note
Saya menangkap bahwa kebiasaan menghadapi risiko akan dominan dipengaruhi sikap kita sehari-hari. Jika sehari-hari kita memilih bersikap menghindari hal yang berisiko, itu akan membentuk kebiasaan kita.
Sebagai contoh saya suka trading, berarti pecinta risiko. Dengan demikian akan berdampak dalam membentuk kebiasaan saya.
Risk attitude sangat bervariasi karena berbentuk spectrum, namun terdapat empat risk attitude yang diketahui dan telah didefinisikan secara luas, yaitu risk averse, risk tolerant, risk neutral, dan risk seeking/risk taking.
1. Risk averse
Jika Anda adalah seseorang yang menghindari risiko (risk averse) maka Anda akan merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian, hanya memiliki sedikit toleransi terhadap ambiguitas, dan mencari keamanan dalam menghadapi risiko.
Anda akan cenderung lebih memilih opsi yang kurang menguntungkan namun tidak/kurang berisiko.
Orang yang menghindari risiko lebih memilih mendapatkan jumlah nilai tertentu yang pasti (certain value) pada situasi yang berisiko tinggi. Seorang risk averse lebih rela membayar premi atas risiko (risk premium), contohnya adalah ketika Anda beli asuransi. Fungsi asuransi kan untuk mengurangi risiko.
2. Risk seeking
Berkebalikan dengan risk averse, seorang risk seeking cenderung cepat beradaptasi dan tidak ragu-ragu untuk bertindak. Orang yang bertipe ini sangat antusias untuk menangani ketidakpastian, namun kadang antusiasme itu malah dapat menghalangi pandangannya terhadap potensi bahaya. Dan ini menyebabkan keputusan dan tindakan yang tidak tepat.
Risk seeking person melihat ancaman dan peluang secara terbalik, cenderung meremehkan ancaman, baik terhadap probabilitas dan konsekuensinya. Akibatnya dia menilai terlalu tinggi pentingnya peluang, yang dapat memancing orang tersebut untuk mengejar si peluang dengan sangat agresif. Tentu saja konsekuensinya adalah bersedia menoleransi kemungkinan hasil yang merugikan.
Bagi risk averse person, sebaliknya, akan cenderung bereaksi berlebihan terhadap ancaman dan kurang dapat merespons terhadap adanya peluang.
Di antara risk-averse dan risk-seeking, ada dua klasifikasi risk attitude lainnya yaitu risk tolerant dan risk neutral. Secara umum, keduanya memiliki unsur yang sama yaitu tidak terpolarisasi ke salah satu kutub, baik risk-averse dan risk-seeking.
3. Risk Tolerant & Risk Neutral
Perbedaannya adalah seseorang yang toleran terhadap risiko merasa bahwa ketidakpastian itu normal dalam kehidupan sehari-hari, di mana sikap tersebut dapat menyebabkan orang gagal dalam mengelola risiko dengan tepat.
Gara-gara merasa normal tadi, justru membawa mereka pada lebih banyak masalah sehingga berpotensi menghilangkan kesempatan yang seharusnya mereka miliki.
Sedangkan orang yang netral (risk neutral person), memiliki strategi untuk mendapatkan future pay-offs. Dalam menghadapi ancaman dan peluang, orang yang berisiko netral sangat dewasa, hanya akan mengambil tindakan saat secara jelas memiliki potensi yang memberikan manfaat. Bisa dibilang, risk neutral person merupakan sikap ideal dari risk attitude, sayangnya cenderung hanya ada di teori.
Jadi, melalui deskripsi masing-masing tipe risk attitude tersebut, sudah bisa dong meraba-raba di mana posisi Anda dalam melihat risiko. Alat ukur lain yang dapat digunakan untuk mengetahui risk attitude tiap individu adalah menggunakan variabel personality yang sudah sangat populer di dunia yaitu Myers–Briggs Type Personality Indicator.
Dengan mengukur skor tadi, Anda bisa mengetahui risk attitude masing-masing. Seseorang yang memiliki skor sensing/judging yang tinggi, cenderung merupakan orang yang risk averse. Sebaliknya, orang yang memiliki skor intuition and prospecting yang tinggi cenderung bertipe risk seeking.
Nah, jika Anda sudah memahami apakah risk attitude Anda, artinya Anda akan lebih mudah dalam mengelola risiko-risiko dalam hidup. Misalnya jika ingin memulai sebuah investasi, Anda dapat memilih produk investasi yang sesuai dengan risk attitude-nya, agar tujuannya bisa tercapai. Yang risk seeker, bisa jadi akan memilih instrumen saham atau kripto.
“Karena risiko tidak dapat anda hilangkan, namun harus Anda kelola.”
Nah, masalahnya, kapan Anda akan mulai investasi?
Jangan lupa untuk subscribe channel YouTube Diskartes dan juga Podcast Diskartes untuk berbagai ilmu perencanaan keuangan, investasi, dan ekonomi seru lainnya ya.
Hamli Syaifullah mengatakan
Penggalan kalimat ini : “Itu karena risk attitude menciptakan perilaku risiko (risk behaviour) seseorang”.
Artinya, harus banyak-banyak berlatih ya bang…!
diskartes mengatakan
yups.. practice makes perfect!
love from jogja mengatakan
Mas, bisakah kebijakan sebuah negara dianggap menciptakan resiko pribadi ? Adakah pertanggungjawabannya ?
*Ini Tulisan Gang Playboy Kampus kaleee ya…*
diskartes mengatakan
Jelas bisa..
Coba bayangkan bila negara gagal menjamin kesehatan dan pendidikan rakyat..
Bentuk pertanggungjawaban sebenarnya kesepakatan hukum yg dibentuk oleh legislatif dan eksekutif mbak..
Nice question..
Dia yg playboy mbak..hahaha
Khoirur Rohmah mengatakan
Halo Mas Diskartes,
BAru pertama kali berkunjung kesini, disuguhin artikel yang bergizi gini.
Terima kasih buat infonya,
JAdi banyak2 berpikir, aku ada di posisi mana nih dengan risk attitude nya, hhee
Trus skalian nyobain yang smean catut di situ, hee
Salam kenal dari Bumi Jember
-Rohmah-
diskartes mengatakan
Salam kenal mba Rohma,
Wah terima kasih ya, semoga artikelnya bermanfaat.
Salam kenal untuk teman-teman di Jember. 🙂