diskartes.com – Bulan Agustus 2015 menjadi salah satu titik dimana IHSG sedang diuji kekuatannya. Dari puncak tertingginya 5.523 pada 7 April 2015, indeks telah terjun bebas menjadi hanya 4.182 pada pembukaan 25 Agustus 2015. Penurunan 24 % jelas bukan merupakan hal yang biasa, dan wajar jika investor saham menjadi panik luar biasa. Ditambah dengan nilai rupiah yang merosot hingga menembus angka 14.000 untuk setiap dolar dan bumbu media yang selalu menghembuskan kata-kata krisis, masyarakat Indonesia khawatir kejadian 1998 akan terulang kembali.
Fakta
Well, sebenarnya saat inilah waktu yang tepat bagi seluruh rakyat Indonesia untuk membantu perekonomian bangsa. Tapi sebelum membahas tindakan heroik itu, akan saya sampaikan beberapa fakta terlebih dahulu.
1. Kepemilikan asing di lantai bursa saham Indonesia
Menurut KSEI, total kepemilikan asing di bursa saham Indonesia per Januari 2015 adalah Rp 1.864,97 T dan investor lokal sebesar Rp 1.026,75 T. Jelas terlihat 65% penggerak IHSG adalah dana asing, sederhananya ketika asing net sell maka IHSG memiliki potensi lebih besar untuk turun dan begitu pula sebaliknya. Ironisnya, ketika banyak orang mendengang dengungkan untuk mencintai produk dalam negeri, ternyata si pembuat produk tersebut telah dikuasai asing. Salahkah perusahaan tersebut? Saya rasa tidak 100% salah, karena salah satu alasannya mereka harus survive menggaji karyawannya.
Saat ini IHSG sedang demam, penyebab langsungnya adalah triliunan dana asing telah keluar dari lantai bursa. Banyak saham dengan fundamental bagus harganya terdiskon. Bagi saya, momen Agustus ini seperti momen kemerdekaan. Saatnya bagi saya dan Anda untuk mulai membeli saham-saham milik perusahaan Indonesia. Selain akan membantu menahan kelesuan ekonomi, juga akan menjadi tabungan bagi Anda dimasa mendatang. Ingat, tidak dibutuhkan banyak dana untuk berkontribusi (baca: Berapa Sebenarnya Dana Minimal Untuk Jual Beli Saham Online?)
2. Mata uang “safe haven”
Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa semakin menguatnya mata uang dollar terhadap rupiah, akan mempengaruhi penurunan IHSG. Namun perlu diteliti terlebih dahulu kondisi yang terjadi, apakah secara fundamental nilai rupiah layak turun hingga menembus Rp 14.000,- per satu dolar atau lebih karena kondisi negeri Paman Sam yang membaik dan membuat pasar berkonsolidasi.
Per Juli 2015, BI merilis berita bahwa cadangan devisa Indonesia sebesar USD 107,6 M. Jumlah ini jauh lebih baik dibandingkan krisis 17 tahun silam terjadi, yakni hanya sekitar USD 14,4 M. Ini menunjukkan bahwa ketahanan perekonomian Indonesia 5x lebih baik untuk menghadapi gejolak yang mengguncang perekonomian dunia.
3. The Feds Effect
Emerging Market menjadi idola bagi para investor sebagai dampak krisis 2008 yang menghantam Amerika. Negara-negara di Asia menjadi tempat investor menempatkan dananya, sehingga jumlah uang yang beredar di area tersebut menggelembung luar biasa. Ketika kondisi perekonomian di AS mulai membaik, maka Bank Sentral Amerika akan menaikkan tingkat suku bunganya. Dampaknya adalah para investor melihat kondisi Amerika lebih menarik sebagai tempat berinvestasi, dibandingkan negara berkembang yang lebih berisiko.
Seperti yang dijelaskan di nomor 1, kepemilikan asing yang mencapai 65% mampu membuat goyah pasar saham Indonesia jika keluar.
4. Manajemen Utang Perusahaan
Dengan naiknya nilai dolar, maka akan menjadi masalah bagi perusahaan yang memiliki utang baik jangka panjang atau pendek dalam bentuk dolar. Oleh karena itu, selalu perhatikan laporan keuangan terutama bagian pembiayaan perusahaan. Apabila perusahaan melakukan bisnis yang memungkinkan penerimaan dalam bentuk dolar, maka tingginya utang dalam dolar bisa dipahami. Selain itu, Anda juga perlu mencermati strategi hedging perusahaan di tengah situasi global yang tidak menentu.
Krisis atau peluang?
Nampaknya akan terlalu naif apabila kita langsung menyimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis atau tidak hanya dengan uraian di atas. Namun saya meyakini bahwa kali ini sedang ada “Indonesian Stock Great Sale”. Waktu yang tepat untuk membeli saham dengan harga murah, jangan hanya menjadi penonton di tanah sendiri. Bayangkan saja beberapa saham di area LQ 45 telah terdiskon hingga 50%.
Untuk melakukan pembelian saham di kondisi diskon dan perekonomian tidak menentu, saya gunakan beberapa pertimbangan:
1. Faktor Fundamental
Dalam kondisi seperti ini, saya lebih mencermati kondisi fundamental perusahaan dibandingkan analisis teknikal. Melihat prosentase utang dalam mata uang asing dan trend pertumbuhan laba perusahaan tahun sebelumnya.
2. Long Term Investment
Belum ada kepastian kapan saham yang sedang sakit akan menanjak, oleh karena itu Anda harus sabar. Anda tidak bisa menggunakan teknik tektok saham, tetapi jangan lupa untuk menyiapkan titik cut loss.
3. Disiplin
Selalu disiplin dalam melakukan cut loss atau taking profit, itu kunci Anda untuk survive dalam bisnis ini. Jika siap long term, maka tahanlah diri Anda untuk tidak selalu melihat harga saham milik Anda.
Demikianlah ulasan singkat tentang kondisi saham di bulan Agustus, semoga IHSG menghijau bulan September depan. Salam!